Awal Juli kemarin saya terkaget-kaget kalau Film Filosofi Kopi 2: Ben & Jody (2017) sudah siap diputar perdana per tanggal 13 Juli 2017. Iya, benar-benar terkaget-kaget karena saya tidak menyangka dalam beberapa hari lagi untuk siap-siap menonton filmnya serta menulis pengalaman istemewa dari pembuatan film tersebut. Pengalaman ini istimewa karena meski saya penikmat film karya anak bangsa seperti Filosofi Kopi (2015), tentunya seperti film Indonesia yang baru lainnya termasuk film sekuel dari keberhasilan film Filosofi Kopi yang perdana, namun tidak serta merta menarik perhatian saya untuk menyisihkan waktu jauh-jauh hari untuk menonton kelanjutan film sekuel berikutnya. Namun kali ini beda dengan Film Filosofi Kopi 2 ini, yang membuatnya jadi pengalaman istemewa, ceritanya suatu sore (Sabtu, 7 Januari 2017) sepulang acara temu teman yang baru menikah dan akan pindah ke Sydney Australia, saya sempatkan mampir ke kawasan Blok M untuk ke toko untuk beli kopi bubuk [dalam kemasan] produk nusantara dan rute yang saya lewati termasuk Kedai Filosofi Kopi. Langkah pun terhenti melihat kerumunan diluar kebiasaan sekitar halaman luarnya. Ternyata sedang dilakukan pengambilan gambar [syuting film] untuk beberapa adegan baik sore dan malam hari untuk film terbaru Filosofi Kopi 2. Melihat dari dekat proses pengambilan gambar oleh pekerja film (pemeran dan kru film), bagi orang awam terhadap industri film seperti saya merupakan hal baru dan tentu saja menarik, apalagi latar belakang saya sebagai orang produk sekaligus bisnis yang akrab dengan yang namanya rangkaian proses termasuk input dan output-nya. Tentu melihat rangkaian proses pembuatan adegan film menjadi ketertarikan saya untuk berhenti dan mengamati proses demi proses meski dalam waktu tidak singkat di sana.
Proses syuting di depan kedai Filosofi Kopi Jakarta
Satu hal apresiasi saya bagi kru film Filosofi Kopi 2: Ben & Jody ini, yang beri ruang bagi masyarakat umum untuk menonton dari dekat.
Sesuatu proses yang perlu kerja sama tingkat tinggi, apalagi yang namanya polusi cahaya & suara (noise) seperti suara yang tidak diinginkan masuk terekam terdengar serta awan gelap mengurangi back-up light cahaya luar ruangan di sore hari sehingga akibatkan proses syuting di luar ditunda sementara. Tidak jarang, satu adegan yang sudah bagus harus diulang, karena ada suara klakson motor dalam radius 5-10 meter atau belum lagi jika ada suara dari pengerasa suara (TOA) dari gedung yang ada di dekatnya. Dengan alat recording dengan teknologi tinggi selain beri kejernihan serta kepekaan suara sekaligus bisa merekam sampai suara lainnya termasuk seperti (noise) yang cukup mengganggu tadi. Menariknya para pemeran punya ketahanan tinggi untuk melakukan adegan berulang-ulang dengan hasil tetap prima. Saya jadi teringat ada pemain film terkenal kita (film lain) yang pernah mengatakan biasanya bagi dia ada batasan maksimal 6 take untuk setiap adegan, ini berkaitan totalitasnya dalam berakting termasuk batasan maksimal olah otot wajah-nya untuk berekpresi secara maksimal. Dari sisi ini saja saya sebagai orang awam bisa melihat dan merasakan selesainya suatu adegan (diterima-nya oleh sutradara) yang biasanya kita dengar “Bungkus!” merupakan kerja sama sekaligus kesempurnaan total baik dari pemeran, kru film serta lingkungan sekitarnya yang saling mendukung.
Proses syuting pun berlangsung sampai malam hari
Hal di atas inilah yang jadi katalis metamorfosis saya sebagia konsumen biasa (penikmat film bermutu) selanjutnya berubah menjadi konsumen yang punya ikatan (engaged) dengan suatu karya seperti Film Filosofi Kopi 2: Ben & Jody ini. Sebagaimana artikel ini diunggah pada portal strategi bisnis JMZacharias.Com, tentu penekanan penulisan ini pada aspek bisnis dari suatu produk, kali ini produk film dan proses-prosesnya. Bisa dibilang dengan pengalaman istimewa di atas yang menyentuh hati konsumen biasa, kemudian menjadikan pengalamannya (consumer experience) tidak hanya membuat loyal (engaged) namun juga rela melakukan sesuatu hal dengan tanpa bayar baik menulis blog/artikel atau buat referensi produk ke teman (referral). Ini merupakan lompatan strategi dalam komunikasi bisnis (marketing) yang sangat signifikan dan jarang diterapkan industri film tanah air yang masih hanya mengangandalkan kekuatan produk (mutu film berikut pemeran-pemeran-nya) dalam menjaring penonton dan mendongkrak pendapatannya. Sadar atau tidak, tim Film Filosofi Kopi 2: Ben & Jody, berhasil ‘mencuri hati‘ saya sebagai konsumennya dengan pengalaman di atas sampai ke level consumer engagement. Kisah pengalaman ini bisa jadi kajian berkaitan jalur pijakan arah proses selanjutnya untuk penerapan strategi untuk sampai tahap consumer engagement untuk promosi film-film mendatang. Di beberapa industri berlaku beberapa metode jalur (path) seperti di atas baik model klasik AIDA approach buat consumer perhatian (Awareness), kemudian menjadi tertarik (Interest), selanjutnya memikirkan untuk rencana-rencana keputusan (Decision) and consumer melakukan transaksi (Action). Kalau di bidang industri digital (mobile online) dengan pendekatan AARRR: tahap mendapat pelanggan (Consumer Acquisition), tahapan pelanggan tertarik melakukan inisiasi (Activation), tahap pelanggan loyal (Retention), tahap mengambil pendapatan dari pelanggan (Revenue) dan tahap pelanggan memberi rekomendasi/referensi berkaitan produk dan layananannya (Referral). Tentunya ada ‘banyak jalan ke Roma‘ banyak ragam dan metoda yang cocok dengan situasi dan kondisi masing-masing industri.
Empat Pengalaman Menarik
Kembali pada pengalaman istimewa yang saya alami sebagai konsumen biasa tidak hanya satu pengalaman di atas, ada empat! Saya buat runtutan urutan keempat pengalaman istemewa tersebut secara beruturan waktunya dimulai dari Pengalaman Pertama saat ikut menyaksikan proses syuting beberapa adegan on location. Jelang pemutaran perdana, saat melihat trailer-nya ada salah satu adegan dari pengalaman proses syuting kolase foto di atas.(Pengalaman Kedua).
Kemudian Pengalaman Ketiga, saat menonton film di bioskop khusus yang dekat dengan kedai Filosofi Kopi di tempat saya nonton, ada beli satu tiket berarti ikut berkontribusi memberi satu bibit untuk pentani kopi dan yang menarik lainnya potongan tiket masuk nonton dapat ditukarkan dengan gratis satu cup coffee di Kedai Filosofi Kopi. Saat menukarkan potongan tiket nonton di kedai bertemu pemeran barista di Film Filosofi Kopi 2 (kalah nggak salah pemeran Aldi, sedang melayani di kedai Filosofi Kopi). Seperti biasa dari dulu jika ingin mampir ngopi di kedai Filosofi Kopi selalu penuh dan itu membuat saya menunda untuk ngopi di kedai ini. Entah mengapa sore itu yang selalu cukup ramai, setelah membeli tiket sambil menunggu pemutaran film Filosofi Kopi 2, saya berjalan ke kedai Filosofi Kopi dan coba nekat untuk masuk ke dalamnya. Ternyata masih ada satu kursi yang bisa saya duduki tepat di dekat mesin kopi sisi ujung. Menariknya pada posisi kursi tersebut yang baru saya tahu setelah menonton filmnya dimana ada beberapa adegan (termasuk adegan reviewer yang sibuk menulis dan fot-foto) yang mengambil setting pas tempat duduk tersebut persis dengan yang juga saya lakukan sore itu. Sambil menikmati nikmatnya Cappucino dengan signature yang khas Filosofi Kopi berpadu dengan gula merah (brown sugar) dengan beberapa jepretan foto pengalaman hari itu.
Kolase foto menikmati kopi di sore hari dengan 1 tiket nonton= 1 kopi gratis + 1 bibit kopi untuk petani
Pengalamana menarik lainnya (Pengalaman Keempat), saat setelah buburan pertunjukan film, terlihat ada kerumunan di dekat pintu masuk bioskop ternyata ada pemeran Ben yang juga produser film ini (Chicko Jericho) yang sedang diliput berbagai program tv berikut orang yang menunggu antri berfoto selfie atau sekadar foto dari jauh (seperti yang saya lakukan). Ternyata pemeran Ben ini akan nonton bareng bersama tim dan penonton Film Filosofi Kopi 2. Sesaat wawancara dan foto-foto selesai, mereka bergegas masuk ke theater 2 dan saya sempatkan menyela langkah Chicko Jerikho untuk mengatakan bahwa Film Filosofi Kopi 2 bagus dan menginspirasi! saya akan buat review-nya. Sesudah itu saat saya akan beringsut pergi, Chicho menahan langkah saya, sambil mengatakan ingin mendengar kesan saya terhadap film tersebut dengan diliput kamera-kamera tv yang bersamanya, saya sempat menolak ajakan tersebut (untuk diliput kamera tv) dengan kembali mengatakan nanti saja lewat review yang saya tulis. Namun berhubung Chickho sudah memberitahukan para pekerja program tv (cameraman) untuk mengaktifkan kamera tv dan lampu sorot lalu dengan tanpa persiapan (mendadak) pun saya memberi kesan terhadap film yang baru saja saya nonton yang diliput beberapa program tv. Saya pun memberi komentar kesan singkat dimana saya menggarisbawahi film ini memberi pesan pesan inspiratif tentang keberagaman produk kopi nusantara, kekayaan seni dan budaya (kearifan lokal) menjadi hal penting terutama pd peristiwa akhir2x ini, untuk kita tetap menjaga persatuan ditengah keberagaman (perbedaan) yang ada.
Pesan Inspiratif
Meski di awal, saya sudah tekankan artikel ini hanya fokus pada bagiamana efektifitas hubungan dengan konsumen yang menjadi strategi domain bisnis industri film, lewat sharing pengalaman-pengalaman di atas. Namun, setelah menyaksikan film tentu ada pesan inspiratif yang layak dibagikan sekaligus sebagai referal untuk penikmat film untuk menonton film ini. Ada empat hal yang menjadi inspirasi bagi masyarakat Indonesia dan internasional untuk mengenal Indonesia dari keberagaman dan potensi-potensinya seperti lewat Film Filosofi Kopi 2 : Ben & Jody yang menunjukkan
1. Gambaran kehidupan riil memulai bisnis startup (menjadi entreprener) baik dalam suka,duka dan tantangan hidupnya.
2. Visualisasi aneka ragam kopi nusantra dengan pesona daerah beserta kearifan lokalnya dan budaya termasuk kuliner, seni tradisional yang berhubungan keberagaman kebudayaan daerah dll.
3. Hubungan antar manusia dalam bisnis dan cinta dalam frame keberagaman latar belakang suku, agama dan ras yang dibingkai dalam satu kesatuan.
4. Film ini sebagai platform dalam membungkus beberapa adegan dengan narasi musik (sound-track based movie) dengan penampilan genre-genre musik dan lagu yang berbeda sekaligus memperkenalkan yang baru dan potensial lainnya, seperti yang diaminkan sutradara Angga Dwimas Sasongko dan music director Glenn Fredly pada video di bawah ini
Di luar empat hal itu, kalau dilihat dari sisi teknis sebagai karya film, tentu banyak hal yang perlu diapresiasi. Namun pada tulisan ini karena dari awal sudah fokus pada aspek non-teknis film sebagai suatu karya seni, saya takutkan kalau membahas sisi teknis, tidak cukup ruang untuk membahasnya dalam artikel ini sehingga tidak bisa menyeluruh atau tuntas dari sisi produk review (teknis produk/karya yang ditawarkan). Biasanya untuk review produk film saya bahas dalam artikel tersendiri seperti artikel untuk review film lain yang pernah saya bahas seperti contoh karya film sebagai product review berikut film ditinjau dari aspek bisnis karena memang pas ada kesempatan untuk meng-cover-nya secara mendalam).
Dari pengalaman nonton film bersama, beruntungnya saya yg hari itu datang selain sebagai konsumen yang engaged, namun juga jalankan kapasitas saya sebagai reviewer produk bisnis dalam hal ini karya film namun hanya secara garis besar saja seperti yang saya uraikan sebelumnya di atas. Ada satu hal yang cukup ‘menggoda’ di kala punya kesempatan mendengar respon penonton, itu adalah sesuatu! Saya pun mendapatkan ‘harta karun‘, duduk bersebelahan dengan gadis bersama teman-temannya yang sibuk mengomentari setiap penampilan visual film ini (mulai dari sisi busana, kecantikan pemain, pelengkap busana seperti sepatu dll), komunikasi verbal dialog yang memancing tawa serta bagaimana penonton sebelah saya ini tak henti-hentinga tanggap merespon hal-hal tadi sebagai bagian alur cara berpikir kritisnya sebagai seorang penonton dan sudah cukup membuatnya teraduk-aduk dalam ketegangan yang tak terduga berikut romatisme dan emosi dengan suasana kesal dan kocak dalam drama yang tidak terduga juga. Tampilan sajian khas lokal di suatu daerah pun menjadi bahan diskusinya mulai dari jarak suatu tempat lengkap (relativitas jauh/dekat) juga yang lainnya seperti berbagai alasan yang cukup scientis seperti dampak komposisi arang (masih ada hubungangannya dengan kopi, cukup ya … kalau digambarkan lebih jauh jadi spoiler he2x … kalau penasaran seperti apa adegannya di film silakan menuju bioskop terdekat mumpung film ini sedang ramai diputar dimana-mana).
Lepas dari salah satu potret penonton tersebut, saya teringat definisi film bagus/bermutu (meski banyak versi/definisinya), yakni film yang setelah selesai ditonton bahkan setelah penonton pulang pun, masih masih mengundang diskusi panjang dan menjadi omongan banyak kalangan yang sekarang kita kenal istilahnya menjadi viral. Hal itu menjadi tiket [baca biaya] gratis kegiatan marketing terutama jika efek gelombangnya akan membesar sendiri tanpa perlu usaha (efforts) entah dalam bentuk referal atau diskusi melalui review, forum, koran/majalah, tv dab internet dsb apalagi kemudian menjadi pijakan inspiratif sekaligus historis perjalanan waktu era teknik suatu karya film pada masanya.
Progres eksekusi strategi bisnis Film Filosofi Kopi 2
Kembali bicara tentang eksekusi strategi [komunikasi] bisnis yang dilakukan oleh tim Film Filosofi Kopi 2 saat ini menurut saya yang paling muktahir pendekatan [komunikasi] bisnis-nya dibanding dari film-film nasional sebelumnya. Termasuk saat fase dimulai penggarapan cerita film ini pun digarap dengan partisipasi konsumen (penggemar film Filosofi Kopi), termasuk dimasukkannya program satu tiket yang dibeli penonton sekaligus berkontribusi pada satu bibit yang disumbangkan pada petani kopi (bentuk engagement konsumen dalam bentuk partisipasi kegiatan pemberdayaan petani kopi sekaligus industri kopi (agrobisnis pada umumnya).
Belum lagi tahap awareness sebelum pemutaran perdana sudah di’bombardir‘ dengan film-film pendek (Filosofi Kopi 5 series, belum lagi yang di-adjust untuk para sponsor yang dekat dengan kehidupan konsumennya dan sangat menginspirasi dll).
Di sisi lain ada masukan/saran saya, seperti film nasional yang sudah-sudah, dimana geberan kegiatan promosi diawal-awal memang dirasa sangat signifikan untuk genjot jumlah penonton di hari-hari awal pemutaran film. Namun kadang melempem, saat mendapat sambutan penonton yang luar biasa via media sosial, respon penonton tersebut tidak diolah dengan baik untuk strategi consumer experience, consumer engagement atau bahan dokumentasi untuk format lain seperti buku sekaligus evaluasi dan olah data quality of experience dari konsumen yang terdokumentasi untuk keperluan masa depan. Saya pun merasakan hal ini sehingga sebagai apresiasi terhadap respon penonton seperti saya untuk film terdahulu (film lain), berinsiatif mendokumentasi respon dan apresiasi penonton terhadap suatu film dengan mengkategorikannya berdasarkan tema evaluasi atau kesan penonton seperti pada contoh dokumentasi respon penonton film di twitter.
Film tematik seperti Film Filosofi Kopi ini sudah bisa jadi platform komunikasi marketing dari kegiatan bisnis Filosofi Kopi serta pesan inspirasi lainnya termasuk memberdayakan potensi2x nusantara. Kedai Filosofi kopi pun bisa seperti ikon tempat yang dalam waktu panjang bisa menjadi artefak seumur hidup seperti suatu tempat di Tunisia yang merupakan lokasi pembuat film Star Wars (Tunisia), dan suatu daerah di Old Tucson, Arizona AS sebagai lokasi pembuatan film Wild Wild West (Old Tucson, Arizona Amerika Serikat). Jadi Kedai Filosofi Kopi juga bisa dikembangkan selain fungsi sebagai kedai kopi, juga menyambung kenangan akan film Filosofi Kopi bila dalam kurun sepuluh tahun ini akan diakhiri serialnya (tidak diproduksi lagi) entah dlm berakhir bentuk trilogi, tertralogi dll. Kemudian mungkin dalam kurun waktu dua puluh tahun setelah itu dibuat edisi film remake seperti Film Warkop DKI Reborn (2016).
Dengan mengambil setting lokasi kedai Filosofi Kopi, selain bisa jadi ikon kota (Jakarta dan Yogyakarta) kota dimana kedai Filsofi Kopi yg pertama dan yang kedua telah dibuka … bahkan sebagaia ikon Indonesia di mata penikmati film dan kopi internasional. Oleh karena itu perlu peran serta dukungan kementerian pariwisata, badan ekonomi kreatif, badan penananaman modal dan instansi pemerintah serta juga peran swastan dan masyarakat, film ini juga mengingat film seperti ini menjadi jendela potensi ekonomi kreatif industri kopi tanah air.
Penutup
Formula 448 yang saya tulis pada judul di atas hanyalah perlambangan 4+4=8 dimana angka empat pertama sebagai contoh empat pengalaman konsumen yang bisa dibuat pola strategi untuk mendapatkan pengalaman konsumen (consumer experience) dengan empat pesan inspiratif yang diterima saya sebagai konsumen dari film ini. Dan jika digabungkan menjadi suatu kesempurnaan dalam keseimbangan antara eksekusi strategi bisnis dan produk hiburan, inspirasi dan pengetahuan/wawasan dimana dilambangkan sebagai bentuk angka delapan (8) yang mendekati bentuk sangat proporsional dalam keseimbangan struktur bentuk angkanya. Dalam bahasa sederhananya keseimbangan dalam artian sangat berimbang/proposional atau dengan kata lain pas.
Pada akhirnya kalau berbicara tentang bisnis, termasuk bisnis industri film juga, bicara bisnis antar manusia, bisnis yang menyentuh hati! Maju Terus Perfilman Indonesia.
*Credit image: JM Zacharias (Gambar Bercerita by IG: @jmzacharias)
Tentang Penulis : JM Zacharias ( @jmzacharias ) saat ini berprofesi sebagai business strategist, berkarir profesional dalam bidang produk, sales dan marketing lebih dari satu dekade. Pengalaman karir profesionalannya di berbagai industri meliputi retail, consumer electronic, teknnologi informasi dan telekomunikasi baik Business to Customer (B2C) maupun Business to Business (B2B). Dengan beragam pengalaman di perusahaan multinasional, nasional serta startup pada bidang teknologi, sales marketing dan manajemen serta iklim kerja lintas budaya antar bangsa dalam portofolio karirnya di kawasan Asia Pasifik dan Asia Tenggara turut memperkaya wawasan dan melebarkan preperspektif untuk terus belajar dan berbagi. Mengkomunikasikan ide dan strategi bisnis dilakukannya dalam bentuk artikel, pelatihan dan kegiatan konsultasi. Informasi detail dapat di lihat pada JMZacharias.Com Strategi Bisnis & Teknologi . Anda dapat mengubungi melalui tautan kami.
Terhitung sampai akhir bulan Maret tahun ini, setahun sudah pasca demo besar terhadap angkutan online (23 Maret 2016) yang terjadi tidak hanya antar angkutan taksi dengan taksi online serta juga ‘menyentuh’ ke ojek online di lapangan. Meski setahun berselang, tindak lanjut penyelesaiaannya, belum menjamin berhentinya penolakan angkutan online di beberapa kota. Keluarnya Peraturan Menteri Perhubungan (Permenhub No.32 2016) mengatur keberadaan angkutan online merupakan itikad baik pemerintah mencari titik temu permasalahan ini termasuk bertahap mengkaji berbagai masukan dalam bentuk revisi Permenhub yang tertuang dalam sebelas poin. Di sisi lain sudah ada kerjasama perusahaan angkutan dengan angkutan online sekaligus mengurangi gesekan seperti kerjasama pemesanan taksi Blue Bird dengan GO-JEK via aplikasi GO-CAR dan juga pemesanan taksi lainnya dengan layanan GrabTaxi. Ke depan kerjasama seperti ini perlu digalakkan. Namun sebelum melangkah lebih jauh, mencari tahu akar permasalahan dan cara penangannya adalah yang utama.
Perkembangan pesat angkutan online tidak lepas dari inovasinya didukung teknologi terkini, efisien serta ‘mengganggu’ kemampanan pemain bisnis, berkat teknologi (disruption technology). Angkutan online dijalankan tanpa harus memiliki armada dan pengemudi sebagai karyawan. Kerjasama kemitraan yang dikenal dengan sharing economy ini memanfaatkan transaksi via platform internet yang unggul sisi waktu, proses serta biaya dibanding angkutan model bisnis non sharing economy. Investor tertarik suntikkan modal usaha meski bisnis sharing economy ini belum menjanjikan balik modal dalam tiga tahun, condong mengejar target prioritas utama penguatan pertumbuhan pengguna (customer base) fase awal dan market berkelanjutan jangka panjangnya. Pendekataan ini dikaji Exequiel Hernandez professor manajemen Wharton Business School dalam artikel Growth vs. Profits: Uber’s Cash Burn Dilemma yang dimuat pada situs wharton.upenn.edu.
Dana investor digunakan subsidi silang program promo dukung tarif kompetitif menjadi daya tarik konsumen. Namun jika tarif per kilometer (km) yang ditawarkan terus semakin murah, berpotensi perang tarif perusahaan angkutan online, yang belum tentu disikapi gembira pengemudi angkutan online. Beberapa demo pengemudi berkaitan keberatan penurunan tarif dan promo tarif murah, karena dirasa berimbas berkurangnya komisi, meski pihak manajemen beri solusi pengumpulan poin bonus.
Tarif kompetitif menjadi pijakan kuat angkutan online dan juga menimbulkan ‘guncangan’ perpindahan konsumen ke angkutan online. Polemik angkutan dengan angkutan online semula hanya entitas moda transportasi yang sama (antar angkutan roda empat atau roda dua saja), mulai menyentuh lintas moda angkutan seperti penolakan pengemudi becak (roda tiga), angkot (roda empat) terhadap pengemudi ojek online (roda dua). Selain tarif, efisiensi pemesanan dan model pengantaran langsung ke tujuan akhir, menjadikannya kompetitif terhadap angkot/bis kota (yang terbatas trayek dan waktu), becak (dari sisi kecepatan).
Peran pemerintah diperlukan melindungi keberadaan angkutan non-online ini, seperti pemerintah beri ruang gerak angkutan online dalam Permenhub dan peraturan daerah turunannya. Melihat keunggulannya baiknya angkutan online diklasifikasikan kategori angkutan taksi, seperti taksi online pada kendaraan roda empat dan taksi motor online pada kendaraan roda dua (ojek online). Dengan segmentasi tarif dan layanan yang berbeda dengan angkot, bis kota, becak, ojek, dan diharapkan ciptakan kondusifitas dan meminimalisasi konflik di lapangan, karena dengan segmen berbeda tiap angkutan punya target market beragam sesuai kebutuhannya konsumennya. Pengemudi angkutan online pun akan dapat proporsi komisi lebih besar. Jika ada keberataan penyesuaian tarif ini karena tarif sebagai komponen kritikal persaingan antar perusahaan angkutan online. Pemberlakuan tarif batas bawah dan atas yang diatur dalam Permenhub No. 32 2016 bisa menjembataninya, meski pengaturannya masih pada kendaraan umum angkut orang (beroda empat). Lebih dari itu menyangkut hal-hal yang berkaitan dengan relasi antar perusahaan angkutan online pun harus intensif dikomunikasikan bahkan jika perlu keberadaan sebuah asosiasi yang menaungi dan menjembatani komunikasi antar perusahaan angkutan online untuk bekerja sama sinergis.
Permenhub No. 32 tahun 2016 terbuka untuk ruang gerak penyesuaian kebijakan dengan situasi kondisi pada tingkat daerah seperti perijinan, pengaturan dan kuota armada angkutan online ini sebagaimana yang diberlakukan pada angkutan kota. Optimasi kuota ini mendukung iklim berbisnis semua entitas termasuk baik internal angkutan maupun angkutan online.
Pada akhirnya kembali pada sejauh mana keefektifnya meredakan polemik dan potensi konflik yang ada. Seperti kejadian yang sudah-sudah, tidak jarang demo berakhir bentrok coba diselesaikan dengan kesepakatan damai antar kelompok yang saling berbenturan di lapangan, dimana ini merupakan bagian penyelesaian sementara dari sisi keamanan dan ketertiban wilayah pasca bentrok. Namun yang lebih utama dengan melakukan ekplorasi komprehensif menyentuh akar permasalahan dan menawarkan tindakan solusi tepat sasaran dan berkeadilan ini merupakan ‘obat’ mujarab yang tidak hanya menutup ‘luka menganga’ namun menyembuhkannya. Lantas sampai kapan hal ini bisa teratasi? Setidaknya diinisiasi dengan pemberlakuan Permenhub No. 32 tahun 2016 per 1 April nanti.
Mari kita kawal, bantu sekaligus kritisi jika perlu!
*Artikel ini pertama kali dimuat pada laman artikel LinkedIn JM Zacharias sehari (31 Maret 2017) sebelum pemberlakuan PerMenHun No.32/2016.
Credit image: surasakiStock,freedigitalphotos.net
Tentang Penulis : JM Zacharias ( @jmzacharias ) saat ini berprofesi sebagai business strategist, berkarir profesional dalam bidang produk, sales dan marketing lebih dari satu dekade. Pengalaman karir profesionalannya di berbagai industri meliputi retail, consumer electronic, teknnologi informasi dan telekomunikasi baik Business to Customer (B2C) maupun Business to Business (B2B). Dengan beragam pengalaman di perusahaan multinasional, nasional serta startup pada bidang teknologi, sales marketing dan manajemen serta iklim kerja lintas budaya antar bangsa dalam portofolio karirnya di kawasan Asia Pasifik dan Asia Tenggara turut memperkaya wawasan dan melebarkan preperspektif untuk terus belajar dan berbagi. Mengkomunikasikan ide dan strategi bisnis dilakukannya dalam bentuk artikel, pelatihan dan kegiatan konsultasi. Informasi detail dapat di lihat pada JMZacharias.Com Strategi Bisnis & Teknologi . Anda dapat mengubungi melalui tautan kami.
Perkembangan Teknologi Informasi penunjang bisnis sekaligus peluang bisnis di tahun 2017 sudah banyak dibahas di beberapa diskusi, forum atau pun artikel bisnis internasional dalam bulan terakhir sebelum berakhirnya tahun 2016. Memang tidak terlalu berbeda dengan dengan tren teknologi informasi di tahun 2016, mengingat tren teknologi baru tersebut masih dalam tahap awal implementasi (lihat artikel JM Zacharias 2016 ‘Tren Teknologi Informasi dan Peluang Bisnis Tahun 2016‘, namun yang menjadi penekanannya di tahun 2017 adanya waktu kesiapan infrastruktur yang dapat mengkolaborasikan beberapa tren tersebut yang dapat di-kustomisasi dalam menyelesaikan permasalahan sekaligus pencapaian tujuan (goal) bisnis. Memang dari beberapa tren teknologi yang sudah dimulai sebelumnya, namun ada penekanan pada tren 2017 pada Artificial Intellegence (AI), Analytics, Internet of Things (IoT) dan Big Data.
Dalam penulisan tren teknologi dan peluang bisnis tahun 2017, saya akan lebih menguraikan bagaimana tren-tren tersebut dapat dikolaborasikan berdasarkan value dari masing-masing teknologi dilengkapi dengan contoh penerapannya. Kita mulai dari sisi hulu sampai hilir, atau bisa dianologikan dibahas dalam bentuk tahapan-tahapan dari komputasi seperti I/O (Input–Processing–OutPut) dalam skala besar. Untuk mempermudah, bisa diambil contoh implementasi dari tren-tren teknologi dalam skala yang besar agar mudah kita gunakan penerapannya dalam industri asuransi mobil. Penarapan dari teknologi di atas dapat membantu perusahaan asuransi mobil untuk dapat memantau dan memprediksi beberapa data yang diperoleh lewat alat pintar yang dipasang pada mobil (IoT). Data ini yang dibutuhkan dalam proses pengambilan keputusan untuk evaluasi pemberian asuransi ke depan. Mari kita break-down bagaimana tren-tren teknologi di atas dapat digunakan untuk membantu dalam lintas industri di masa mendatang, dimulai dari hilir ke hulu.
Internet of Things (IoT)
Alat-alat dalam kemasan kecil pun membuat IoT yang mempunyai kemampuan melakukan sensoring (menerima input), melakukan processing serta mengirimkan output merupakan perangkat yang ringkas sekaligus pintar mulai diimplementasikan dalam berbagai bidang baik dari sisi tracking (yang digunakan dalam tranportasi, alarm dan sensor (yang biasa digunakan untuk tujuan keamanan baik di perumahan, kantor atau kendaraan), measuring dan data statistik (untuk keperluan kesehatan, transportasi), remote machine (komunikasi untuk kendali dan monitor mesin, dan akses informasi dari jarak jauh yang bisa digunakan untuk monitor jaringan listrik, gas, rumah tangga dll dari jarak jauh, pelaporan stok vending machine seperti minuman secara real time. Seperti video berikut ini yang menunjukkan solusi komprehensif teknologi IoT mulai di rumah tangga, kendaraan dan kantor, tempat umum dll.
Big Data
Big Data merupakan teknologi yang memungkinkan mengumpulkan serta mengolah berbagai data dalam jumlah besar sekaligus. Kemampuannya menunjukkan perkembangan yang menggembirakan dalam mengumpulkan , memilah dan memilih (grouping dan filtering) sampai kehandalannya dalam memproses dan menyajikannya dalam sistem yang komprehensif dalam mendukung kegiatan operasional dan pengambilan keputusan secara cepat. Big Data yang dikirimkan dari alat-alat di lapangan termasuk dari perangkat IoT, merupakan data input, yang kemudian dipilah dan dipilih berdasarkan tujuan dari pengolahan data. Singkatnya Big Data menjadi teknologi terdepan dalam mengintegrasikan berbagai sumber data yang ada.
Masih terkait dengan implementasi teknologi Big Data ini seperti contoh pada industri asuransi, berbadai sumber data yang bisa diintegrasikan berkat teknologi Big Data seperti data kendaraan yang ada di database satuan lalu lintas , data kondisi kendaraan saat jalan (dimonitor dan dikirim via alat IoT yang dipasang di mobil), data diri pemegang polis asuransi yang ada di database perusahaan asuransi. Tentunya semakin lengkap data-data yang terkait dan dibutuhkan dalam pengambilan eputusan seperti evaluasi saat muncul klaim asuransi kecelakaan atau evaluasi perpanjangan asuransi. Parameter data yang penting yang bisa digunakan untuk evaluasi asuransi di masa mendatang seperti rekamanan pola berkendaraan, seperti kecepatan, percepatan/perlambatan (perubahan kecepatan mobil dalam satuan waktu (detik atau menit), termasuk dari data sensoring terhadap suhu mesin, data jarak antar mobil dalam kecepatan tinggi yg sangat beresiko sepert ini. Implementasi ini, selain sangat bermanfaat sebagaiamana contoh di atas untuk keperluan asuransi, tentu bisa diguna pada lingkup bisnis lain seperti pada industri perbankan kartu kredit dalam menganalisa transaksi dan rekam jejak transaksi serta pembayaran nasabah. Di sisi lain Big Data dapat diimplementasikan pada lintas industri seperti contoh video berikut ini Big Data pada industri retail yang meningkatkan tingkat customer experience (tingkat pengalaman pelanggan)
Analytics dan Artificial Intelligence (AI)
Setelah sisi input data dapat dibantu dengan teknologi IoT dan Big Data, tahapan penting berikutnya adalah teknologinya analytics-nya. Jika sebelumnya untuk analisa data, campur tangan manusia dalam analisa cukup besar. Namun seiring dengan digitalisasi di segala aspek, untuk analisa pun dapat dilakukan dengan aplikasi Analytics dengan keunggulan dalam analisa banyak data (dalam jumlah besar sekalipun) serta diproses dalam jangka waktu singkat, serta autonomous (bekerja otomotasi tanpa campur tangan manusia). Selain keunggulan analytics dari sisi analisa berdasarkan data yang ada, dilengkapi juga dengan teknologi Artificial Intelligence.
Artificial Intelligence, yang merupakan teknologi berbasis kecerdasan buatan yang dikembangkan mengadopsi metode kecerdasan otak manusia yang mampu melakukan prediksi untuk hal-hal yang kemungkinan terjadi. Kemampuan otak kita akan semakin meningkat seiring semakin banyak input baru yang masuk ke otak kemudian saling berkorelasi dengan input relevan sebelumnya. Semakin intensif otak bekerja, semakin kompleks hal yang bisa dipecahkan otak, semakin meningkat kemampuan otak. Hal ini juga berlaku pada Artificial Intelligence, apalagi teknologi IoT, Big Data, Analytics memberikan data input AI semakin maju dan komprehensif.Masih sehubungan contoh solusi pada industri asuransi, penerapan Artificial Intelligence dengan bantuan data input dari IoT, Analytics, Big Data sehingga memungkian Artificial Intelligence untuk memprediksi pola berkendara, pola klaim kecelakaan, transaksi pembayaran di mendatang.
Melihat perkembangannya Artificial Intelligence dan dampak yang ditimbulkannya, menarik mencermati adanya kekekhawatiran Artificial Intelligence mengambil porsi white chollar worker (pekerja krah putih) seperti berita yang cukup mengangetkan di awal 2017, ada lebih dari 30 karyawan sebuah perusahaan asuransi di Jepang di-PHK dan perannya digantikan oleh Artificial Inteligence analis keuangan dsb.
Pada dekade sebelumnya fungsi otomasi robot lah yang ‘menggantikan’ peran operator pabrik AI ambil alih porsi blue collar (pekerja’krah’biru) di pabrik dgn otomasi robot. Kembali pada kekhawatiran Artificial Intelligence mengambil alih peran kaum pekerja profesional (pekerja kantor) seperti analis dll juga contoh sebelumnya di atas. Bagi saya, kita perlu melihat dalam perspektif yang lebih luas yakni Artificial Intelligence dengan kemampuannya menyelesaikan masalah komplek dalam waktu lebih singkat, itu didukung dengan hal atau data teknis, dalam hal ini yg terkait dengan data-data yang diperlukan sebagai input saja, kemudian diproses, berprikir, memprediksi pola, gejala, tren yang bisa membantu dalam memberi pandangan masa depan (insight) terkait juga permasalahan-permasalahannya.
Namun penerapannya, tidak serta merta 100 persen bisa diterapkan dan menggantikan peran manusia (otak manusia). Terlebih jika kita melihat dalam penerapannya untuk mengikutsertakan intuisi yang berkaitan dengan hal yang sangat dipengaruhi oleh subyektifitas misal segala sesuatu berkaitan dengan pengalaman dan nilai-nilai kultur yang beragam berikut dengan latar belakang yang berbeda-beda, latar belakang pendidikan yg menjadi latar belakang pendekatan intuisinya. Misal dalam rekrutmen tidak melulu berkiatan teknis, namun aspek intuisi rekcuiter juga mainkan perannan penting. Intuisi makin diasah karena jam terbang/pengalaman seseorang hadapi atau memimpin berbagai latar belakang anak buah dsb. Dimana subyektifitas atau kadar bobot intuitas masing2x orang berbeda (tidak seragam, setiap manusia alias beragam lain hal nya dengan mesin atau robot).Berikut ini video contoh lain penerapan Artificial Inteligence pada gerai tanpa kasir Amazon Go
Teknologi Lain
Teknologi lain yang meski tidak benar-benar baru namun implementasinya terus berkembang untuk diadopsi terutama dalam bisnis di tahah air seperti:
– Cloud Computing
Cloud Computing memberi opsi baru model bisnis dalam memanfaatkan aplikasi/perangkat lunak dalam bentuk penyewaan suatu layanan (service) tanpa harus memasukannya komponen biaya dalam struktur biaya modal (capex). Yang artinya kita tidak perlu memiliki peralatan atau aplikasi yang secara fisik harus tersedia di kantor, sepanjang dapat menggunakannya dalam bentuk menyewa layanan cloud computing dalam jaringan dengan penyedia jasa. Dengan kemajuan teknologi ini memungkinkan implementasinya mendukung berkembangknya model bisnis era Sharing Economy.
– 3D Printing
Khusus untuk cetak 3 dimensi ini, adopsi teknologi perangkat cetak 3 dimensi (portable 3D-printer) mulai masuk di Indonesia sejak tahun 2016. Jika mesin uap yang menjadi motor revolusi industri untuk menghasikan produk massal, saya mengilustrasikan peran Portable 3D Printer ini menjadi motor revolusi industri kustomisasi yang dapat dilaksanakan siapa saja dengan pemodalan tidak sebesar modal pabrik seperti pengadaan mesin. Dalam implementasinya bisa dalam bermacam tujauan, mulai dari menghasilkan produk dalam bentuk cetakan 3 D, serta juga telah menjadi solusi astronot diluar angkasa saat membutuhkan perkakas dengan printer di stasiun ruang angkasa dengan bantuan contoh model alat yang tersedia di bumi. Contoh lainnya desain kue (cake) dalam bentuk yang rumit sekalipun yang dihasikan tanpa batasan jumlah minimum dengan portable 3D printer. Hal ini lah yang membuka pintu berkembangnya bisnis kustomisasi cetak 3 dimensi ini dalam jumlah satu-an sekalipun. Sebuah lompatan besar, setelah satu abad kejayaan revolusi industri dengan keterbatasan kustomisasi serta jumlah produk pun harus diproduksi secara massal untuk mencapai efisiensi keekonomiaannya. Berikut contoh 3D Printing yang mampu mengerjakan prototipe replika manusia dalam bentuk icon figure
– Augmented Reality
Teknologi Augmented Reality yang merupakan terobosan dibanding pendahulunya Virtual Reality, dimana tidak saja menghasilkan pandangan 3 Dimensi, namun juga menyediakan data visual yang lebih terintigrasikan. Adaopsi teknologi ini dapat dimanfaatkan seperti visual guide (tourism), visual training termasuk pada industri hiburan dsb seperti yang bisa kita lihat pada video di bawah ini
– Biometric
Biometric telah lama dikenal sebagai indentitas yang unik dari manusia seperti retina mata, finger print, suara, bentuk wajah. Pemanfaatanya sebelumnya hanya untuk pencocokan indentitas pelaku kejahatan atau korban kecelakaan dengan identitas elektronik finger print yang tersimpan di basis data (database). Namun dalam perkembangannya implementasi dapat dimanfaatkan pada identifikasi wajah (face recognition) diantara kerumunan massa, dan juga indentifikasi customer saat masuk ke toko retail yang terhubung dengan database yang menampilkan preferensi belanja customer tersebut sehingga bisa cepat dibantu berkaitan preferensi belanjanya sebagaimana yang ditunjukan pada video di bawah ini
– Konversi Energi
Isu lingkungan terus menjadi isu sentral ditengah bumi terus hadapai perusakan hutan, penggunaan energi tidak ramah lingkungan. Penggunaan daur ulang menjadi bahan produk merupakan solusi yang telah lama dan menjadi penggerak bisnis. Di lain pihak bisnis yang meletakan platform operasional bisnisnya yang mendukung ramah lingkungan yang sedang in dan terus berkembang berkaitan dengan segala hal dari lini bisnis yang menghadirkan solusi lingkungan. Salah satunya mengurangi penggunaan energi tak terbarukan dengan energi terbarukan (Renewable Energy) dengan menghasilkan bisnis yang menghasilkan solusi penyuplai listrik dengan energi matahari, energi angin, geothermal. Namun jika ini sudah lazim untuk solusi dalam jumlah energi skalan besar (customer besar). Pada tahun 2017, solusi penyedian energi terbarukan ini menyasar pelanggan skala kecil (rumah tangga/perorangan) dengan model bisnis power grid untuk perumahan seperti terlihat pada video bawah ini.
– Mobil listrik dan Mobil Tanpa Pengemudi (Driverless Car)
Kalau pada dekade sebelumnya robot sebagai perangkat serba otomatis membantu dan juga ‘mengganti’ sumber daya manusia di beberapa jalur produksi industri manufaktur. Kemudian diikuti anjungan mandiri (tanpa awak) yang melayani konsumen seperti ATM, Anjungan Mandiri untuk menjual produk seperti minuman dalam kemasan (Vending Machine), kemudian pada tahun-tahun mendatang akan terus diramiakan kesiapan teknologi dan infrastruktur dari mobil listrik dan juga mobil tanpa pengemudi. Tesla mempelopori mobil listrik dan terus memimpin era mobil listrik, dimana sebelumya Toyota telah meluncurkan mobil hybrid sebagai jembatan menmuju ke transportasi masal berbasis energi listrik.
Google dan beberapa vendor mobil baik Tesla, Mercedes, Honda, Hyundai bahkan Aple, Uber dan Baidu pun turut serta menggarap mobil tanpa pengemudi yang terus diujicoba dan masih belum menunjukkan titik cerah sebagai solusi kendaraan masal masa depan. Namun setidaknya pengembangan kendaraan tanpa pengemudi massal ini tetap berrguna dalam pemanfaatan operasional pada medan yang khusus, berbahaya, jauh atau sulit dijangkau manusia serta seperti bandara, di daerah perang (penjinak ranjau, combat vehicle, alat pendeteksi dan penjinak ranjau), kenderaan misi di planet Mars dll. Berikut ini contoh gambaran uji coba mobil tanpa pengemudi dengan penjelasan proses kerjanya
Kembali melihat tren perkembangan teknologi yang membantu bisnis berikut peluang-peluangnya, kita juga harus melihat ada dua hal yang kadang tidak terlalu diperhatikan oleh pelaku bisnis baik provider dan consumernya seperti:
Pertama, perkembangan alat pembayaran dan yang tidak kalah pentingnya faktor security transaksi bisnis dalam arti yang lebih luas. Jika bicara bisnis tidak lepas dari alat pembayaran, dimana di saat perkembangan pesat teknologi problemnya solusi pembayaran tidak dalam satu protokol … alat pembayaran online terus dikembangkan ke dalam beragam opsi alat pembayaran online, mulainya agak lebih dalam satu platform yang diterima luas seperti PayPal, BitCoin namun kemudian ekositem eCommerce pun kembangkan alat pembayaran khusus yang menyatu dengan platform yang ada seperti Apple Pay, Ali Pay dll.
Kedua yang menjadi konsern adalah keamanan dalam bertransaksi. Dalam hal ini pertumbuhan transaksi bisnis pribadi akhir-akhir ini. Tidak pelak, perhatian ini berkaitan dengan keamanan bertransaksi beserta ekses yang dapat ditimbulkan pun bisa menjadi domain bisnis security yang sebelumnya menjadi domain klien enterprise untuk kemudian menawarkan peluang klien pribadi yang concern dengan keamanan dalam bertransaksi seperti figur publik dll, yang bisa menjadi peluang bisnis seperti bisnis konsultasi dan jasa dukungan sekuriti online.
Dengan melihat perkembangan teknologi di tahun 2017 dengan cermat diharapkan membantu dalam melihat potensi teknologi masa depan tersebut dalam kaitannya untuk menunjang bisnis atau bahkan memulai unit bisnis baru dengan opsi-opsi teknologi yang tepat.
*image credit: zirconicusso,freedigitalphotos.net
Tentang Penulis : JM Zacharias ( @jmzacharias ) saat ini berprofesi sebagai business strategist, berkarir profesional dalam bidang produk, sales dan marketing lebih dari satu dekade. Pengalaman karir profesionalannya di berbagai industri meliputi retail, consumer electronic, teknnologi informasi dan telekomunikasi baik Business to Customer (B2C) maupun Business to Business (B2B). Dengan beragam pengalaman di perusahaan multinasional, nasional serta startup pada bidang teknologi, sales marketing dan manajemen serta iklim kerja lintas budaya antar bangsa dalam portofolio karirnya di kawasan Asia Pasifik dan Asia Tenggara turut memperkaya wawasan dan melebarkan preperspektif untuk terus belajar dan berbagi. Mengkomunikasikan ide dan strategi bisnis dilakukannya dalam bentuk artikel, pelatihan dan kegiatan konsultasi. Informasi detail dapat di lihat pada JMZacharias.Com Strategi Bisnis & Teknologi . Anda dapat mengubungi melalui tautan kami.
Being a sort of convention, the beginning of September marked as such official event of Apple latest products . Talk about the event and Apple products,it can’t be separated from the figure of Steve Jobs. Both of Apple product innovations and also Jobs communication style that has wowed at every annual event MacWorld. All the movements of Jobs body language or objects used during has meaning as well as strengthening message. Still remember about how Steve Jobs how use a small pocket of his trousers (his blue jeans) to show iPod Nano (describing how small, handy and put even small and tight kantung celana).
“This the new iPod Nano. It’s breathtaking. You wouldn’t believe it, until you hold it in your hands!” Job said (2005).
And also use a large brown envelope while removing MacBook Air to show how thin the product. Not only the product innovation, good communication to convince people. But how Steve Jobs played his role to lead the whole process in good harmony and best delivery in that event.
“This is it! This is the new MacBook Air. And you get a feel how thin it is!” Jobs said. (MacWorld 2008)
After the death of Jobs, as Apple’s latest product announcement event in 2014 been held, my attention was directed to the company under Tim Cook’s leadership.
As Steve Jobs present at MacWorld with suprise, surprise and his mantara One More Thing. The event 2014 didn’t give memorable surprised eventhough relesead with Apple Watch and its feature. Not bad, the special credit at that event the first ever covered a fairly revolutionary at that time, Live Twitter!
While waiting for this big event in September 7th 2016 will be held in couple hours, I attach previous my article related the coverage Apple event (September 2014) and translated in english as below
The event held on Tuesday, September 9th 2014 Pacific Time, I wait for the update big event of Apple product launch via twitter, online media and occasionally through international cable tv network. While the update tweet by tweet including from twit Dick Costolo CEO Twitter informing live tweet. during this event
Around Flint Center Cupertino area since dawn some members of the media (journalist, tv crew ) have been ready. Then proceed with some tweet with photos of the attendees on venue and seats almost full. And this finger ready to hit the refresh button to see the latest update. While waiting, the phone leaned on couch, then looking forward the tv news update.
Phone screen display changes automatically show last tweet with blue dots marked in the top left corner complete with figures showing the number tweet who has not seen yet. Immediately, attention focused on the mobile screen, looks like being there (in Flint Center) keeping attention the presentation of Tim Cook and his team of presenters, and live tweet from one of attendee the BBC journalist Stephen Fry.
By this new breakthrough, anyone from anywhere connected to the internet can watching this event. Also new buzz is definitely a wow effect during the event, strengthen customer engagement and channelling of Apple products customer and else following Apple’s new product information and at the end enlarge possibility to hard-selling.
One year before this event, for iPhone 5S and iPhone 5C, I wrote article highlighted the iPhone 5C that predicted accessing to the youth segment by offering complete with colorful casing. The important question, whether the effectiveness of strategy to enter low cost market. It’s quite interesting to be observed from that Apple event, comparing what Steve Jobs’s done that always giving some sorts of product or innovation feature with wow effect each MacWorld event. This Apple event last year also has nothing special (no wow moment) so far just innovative approach of iPhone 5C’s casing colors that can be replaced offered by Apple right after Steve Jobs’s death.
Through the communication style definitely different comparing with Steve Jobs’s style, Tim Cook has to do more efforts to make keep the center of attention of tech product innovation still around Apple family products and him as CEO Apple. The challenges become stronger from his rivals such Jeff Bezos with his style stunningly announced Amazon Fire Phone or the ‘Apple of the East’ phone Xiaomi with its CEO Lei Jun’s who indeed an admirer of Steve Jobs and shown in style when presentationing.
Tim Cook and his staff released product not without great surprised [probably because of previous news mainly already covering the trend wearable] but revolutionary step on features and technology to give competitive leaps compared to other competitors.
It supported with Apple products positioning that optimizes flexibility in making a breakthrough with the premium iPhone price ceilings which are not many competitors focus only in this segment.
By putting advanced features, systems with high quality of the application and prime quality material as smartphone attributes leads to high prices included in the premium phone category.
In product features session, Tim Cook moved to the back stage and still exist via live tweet:
Beside product portfolio in smartphone (iPhone 6 and iPhone 6 Plus), Apple also entering new segment being as Internet transaction payment solutions provider with the launch of Apple Pay. Of course, it changing the landscape of online payment networks including Pay Pal transaction which has long been a partner of the Apple Store (iTunes, etc.)..
As we know about Steve Jobs’s communication style in stage,also wrapped with attendees feeling such curiosity. thing and waiting for other surprises, Tim Cook also closed the end of the presentation Apple Pay and iPhone series 6 with interrupted briefly before ending the presentation while saying this Steve Jobs’s mantra One More Thing
Making curious and keep upcoming product secrecy (high level of confidentiality*) as part of Jobs special expertise. That’s why people enthusiastically waiting and looking forward what next Apple product and annual event (MacWorld) and Steve Jobs as central figure. *Read a few stories of him in book: ‘Inside Apple: How America’s Most Admired— and Secretive—Company Really Works by Adam Lashinsky
Tim Cook who with strong background in the field of distribution, can managed to tackle problems/challenges and some doubts about the future of Apple after the death of a charismatic figure Steve Jobs. His actions such revitalization in the retail by recruiting former CEO of Burberry and watch designers signifies Apple’s entry in wearble technology that is clearly entry fashion industry. As ‘New Entrant’ on Porter Force where this new player (Apple Watch) challenging watch industries and forcing to get in on the era of the Internet connection (wearble technology).
New Apple products and services breakthrough such Apple’s Apple Watch, Apple Pay (see without ‘i’ in front of the product/brand name) and various size products iPhone and iPad also mark a new era after Jobs passed away, by welcoming a 7-inch tablet [iPad mini 7 inch].
During interesting session (product exposure ), another surprise: U2 on stage!
The Flint Center suddenly full beat-beat of U2 songs marked the release of U2’s new album “Song of Innocence”. As shown in the monitor Apple Live September, the new album is part of a promo Apple (iTunes store) and it claimed to have been downloaded exceeds half a billion consumers.
The U2 performing ended up by Tim Cook join on stage then invited attendees to visit the exhibition to try and feel the Apple products including giving chance for journalist taking some product shoots.
Apple Live Page finally signed off series of events of Apple product and solutions. The Apple Live through Twitter Live also becoming an Apple’s approach breakthrough to leveraging its social media channels, stay connected and maintain relationships with consumers.
*image: Apple Live September 2014
About the author: JM Zacharias (@jmzacharias) currently works as a business strategist, professional career in the fields of product, sales and marketing more than a decade. His professional career experience in various industries including retail, consumer electronics, information and telecommunications technology both Business to Customer (B2C) and Business to Business (B2B). Having diverse experience in national, multinational companies, and startup; in the areas of technology, marketing and sales management, cross-culture climate among nations in his career portfolio in the Asia Pacific region and Southeast Asia helped him enrich and widen preperspective to continue to learn and share. Communicating ideas and business strategy are some of his activities beside writing article,delivering training and consultancy activities. Detailed information can be viewed on JMZacharias.Com Business Strategy & Technology www.jmzacharias.com. You can also contact him through this link
Menarik menyaksikan tontonan film berkualitas [film bagus] karya anak bangsa dan mendapat sambutan luar biasa konsumen. Menyambung kutipan saya pada artikel sebelumnya (review film Rudy Habibie bahwa konsumen (user) dalam hubungannya dengan produk, dalam hal ini penonton dan film, yang tidak hanya baik dari sisi kualitas saja namun juga bagaimana aspek dalam menyentuh sisi user experience-nya. Sederhanannya film bagus dari sisi kualitas baik mulai dari dari kualitas produk (sebagai pencapaian dalam berkarya), yang bersentuhan dengan Quality of Experience dari penonton yang juga dipengaruhi faktor lain yang di luar kualitas film berhubungan dengan kegiatan bisnis. Karena kita berbicara film komersial, tentu tidak lepas dari strategi bisnis selain kualitas dari materi produk, dalam hal ini film. Dalam penulisan berkaitan dengan domain film nasional, pada artikel ini saya menggunakan salah satu film nasional yang pemutaran perdananya sejak 30 Juni lalu (Film Rudy Habibie), kegiatan2x promosinya yang juga saya ikuti dan amati di berbagai temapt dan media.
Topik dari film ini yang masih merupakan kelanjutan dari dua artikel saya sebelumnya namun pada artikel ketiga ini lebih membahas strategi bisnis film nasional dimana dalam beberapa minggu terakhir saya mengikuti kegiatan promosi film Rudy Habibie. Boleh dikatakan ini versi terakhir dari edisi trilogi artikel saya, setelah sebelumnya (pada artikel ke dua) saya menulis tentang review film Rudy Habibie dan berkaitan dengan sosok di film tersebut artikel pertama (profil B.J. Habibie sendiri).
Pada artikel ini akan dibagi menjadi dalam dua bagian utama yang berkaitan I.Situasi dan II. Saran untuk Inovasi [Strategi Bisnis] ke Depan
I. Situasi dan Kondisi
Berkaitan situasi dan kondisi yang berhubungan dengan strategi yang harus diterapkan di lapangan terhitung saat pemutaran perdana film Rudy Habibie mulai 30 Juni 2016, saya meringkasnya dalam beberapa aspek sebagai berikut:
a. Rentang target market: Film Rudy Habibie ini menyasar rentang target market penonton yang lebar (hampir segala kalangan) mulai dari sisi usia (remaja s/d dewasa), jenis kelamin, pekerjaan dan lain sebagainya. Rentang usia target market yang lebar mulai dari remaja sampai dengan dewasa, diisi dengan penempatan pemeran (cast) yang juga merepresentasikan idola dari target market yang dituju termasuk penempatan cast Bastian yang cukup strategis, mencuri perhatian jangkau anak-anak/remaja juga serta lagu Mata Air yang dibawakan CJR, Original Soundtrack Film Rudy Habibie selain OST utama yg dinyanyikan Cakra Khan dan pemeran lain seperti Reza Rahadian, Chelsea Islan, Ernest Prakasa, Pandji, Boris Bokir dll.
b. Momentum. Momentum film Rudy Habibie berdekatan dengan rangkaian acara yang berhubungan perayaan Hari Ulang Tahun (HUT) ke 80 tahun Bapak. B.J. Habibie kemudian disambung dengan lebaran. Kedua event penting ini menarik perhatian media, netizen, menjadi panggung yang strategis dalam mempromosikan film sekaligus mengundang perhatiaan (awareness), dan ketertarikan (interest) untuk menonton film Rudy Habibie.
c. Distribusi. Jika menyasar momentum lebaran, tentu saja mempertimbangkan mobilitas target market yang mayoritas mudik ini menjadi kritikal, karena mobilitas orang mudik lebaran memakan waktu yang tidak sebentar (lebih dari tiga hari). Dengan mobilitas ini, distribusi film menjadi perhatian utama berikut jumlah layar serta frekuensi dan jadwal pemutaran tiap harinya serta penyebaran lokasi bioskop yang mempunyai karakteristik kepadatan jumlah penonton yang bervariasi dari suatu lokasi terhadap lokasi bioskop lainnya.
d. Kompetitor Event lebaran, khususnya mulai dari satu hari setelah lebaran (H+1) menjadi opsi mulai membanjirnya penonton bioskop. Untuk lebaran tahun 2016 ini, ada lima film nasional yang diputar selama lebaran. Lalu bagiamana peta distribusi penonton terhadap lima film nasional tersebut. Akan kah lima film tersebut akan saling ‘bertempur’ dalam memikat target marketnya? Mapping distribusi penonton bisa bermacam-macam dari satu lokasi bioskop ke lokasi lainnya. Bisa dipengaruhi demografi mulai daya beli (alokasi anggaran untuk menonton lebih dari satu kali baik untuk film yang sama atau film yang berbeda), sejauh mana perbedaan materi, set cerita dan genre berikut keberadaan pemeran utama pada masing-masing film. Hal tersebut merupakan parameter yang bisa disusun dalam melakukan pemetaan dari keunggulan komparatif dari lima film nasional tersebut. Dari situ akan lebih mudah untuk melakukan proyeksi distribusi target market pada lima film nasional termasuk mengetahui kompetitor film terdekat berikut penyesuaiannya untuk ‘mengamankan’ agar target jumlah penonton dari hari ke hari agar dapat dicapai. Dalam hal ini kegiatan dan strategi promosi film-film lain (kompetitor) dipandang dalam kaca mata positif sebagai ‘sparing-partner‘ dalam melihat kondisi (pendekatan strategi) baik ke sisi internal dan dari eksternal. Meski film Rudy Habibie tetap bertahan memasuki minggu ke tiga ini (sejak pemutaran perdana Kamis, 30 Juli 2016) dengan respon yang masih positif seperti informasi per tanggal 16 Juli 2016 (s/d hari ke 17 ) . Perhatian saya juga tertuju pada salah satu film nasional lainnya (Koala Kumal) yang pemutaran perdana sehari sebelum lebaran H-1 (Selasa, 5 Juli 2016), namun juga memperlihatkan grafik jumlah penonton yang menakjubkan berdasarkan data per 16 Juli 2016 (s/d hari ke 12 ). *Data tersebut hanya data perbandingan pada tanggal tersebut, jadi bukan data terkini
e. Peran Sosial Media
Di jaman digital, peran media sosial turut memberikan potensi saluran komunikasi sekaligus promosi dan menjalin engagement jauh-jauh hari. Selain melalui channel resmi akun media sosial, keberadaan sosok sentral dibalik layar pun beri kontribusi yang signifikan. Respon positif terhadap salah satu film nasional lainnya seperti Koala Kumal yang saya juga singgung di atas tidak lepas dari kegiatan menjaga komunikasi dengan target market yang kalau saya istilahkan sebagai investasi relasional (dalam marketing dikenal sebagai engagement) yang terbina sejak kesuksesan buku Koala Kumal, terus dijaga lewat kanal media sosial baik lewat twitter maupun Youtube bahkan aktifitas perhatian viewers meningkat saat Raditya Dika mulai men-share potongan suasana proses mulai dari pre-production seperti mencari set untuk lokasi syuting, kemudian masuk sisi di balik layar saat syuting, kemudian dilanjutkan potongan kegiatan post-production bahkan lanjut dengan kontak dengan penonton dan calon target market lewat live streaming youtube. Kebetulan peran penulis novel, sutradara, pemeran utama semua berada pada satu sosok Raditya Dika dan jangan lupa perannya juga sebagai influencer dalam dunia digital khususnya bagi target market usia remaja sangat besar dan strategis! Kombinasi tersebut yang dimanfaatkan dengan baik untuk mendukung film ini yang menyasar hanya fokus target market usia remaja. Bahkan saya yang jelas-jelas bukan target market dari film komedi untuk remaja ini, akhirnya memutuskan menonton film ini, tidak lepas dari pengaruh engagement yang dibangun saat saya melihat vlog Raditya Dika khususnya yang berkaitan dengan pre-production, production sampai post-production dari film ini yang sempat diukur aktivitas dan responya khusus untuk komunikasi #KoalaKumal di twitter. Fenomena sharing kegiatan pre-production suatu film yang akan diproduksi sebagai bagian dari strategi promosi dan mulai terlihat saat Film Keluarga Kartini awal Juli ini sudah mulai share kegiatan pre-production melalui media cetak, sosial media dan lainnya.
Kembali pada Film Rudy Habibie, peran strategis seperti di atas juga dilakukan dengan baik oleh produser Film Rudy Habibie yang cukup menonjol dalam urusan interaksi dengan target market, yakni Manoj Punjabi (produser film Rudy Habibie) yang total ‘turun gunung’ saat meet & greet dan nonton bareng di beberapa kota Indonesia serta sangat aktif dalam mengotimalkan peran kanal digital dalam hal ini media sosial termasuk melalui akun pribadinya yang gencar promosi dan merespon komentar penonton. Bahkan sang produser ini pun juga mulai share kegiatan pre-production film seperti tahap finalisasi skrip dari film berikutnya lainnya di media sosialnya.
II. Saran untuk Inovasi [Strategi Bisnis] ke Depan
1. Inovasi Strategi terhadap Elastisitas Target Market
Dengan target penonton yang rentangnya cukup lebar, selain melihat dari sisi kuantitas segmen usia mana yang paling banyak (proporsi yang paling besar/dominan) untuk kemudian menjadi prioritas dalam strategi promosi. Namun di sisi lain dengan rentang target market yang lebar, memungkinkan untuk penerapan perencananan strategi menjadi lebih dinamis karena terbuka ruang yang cukup elastis dalam penerapan strategi promosi yang adaptif dengan karakteristik target penonton tersebut. Dalam hal ini jika target penonton mulai dari usia remaja sampai dewasa. Penerapan strategi promosi pun tidak melulu terkonsentrasi pada usia remaja saja misalnya hanya dengan konsep Meet & Greet hanya segmen target market remaja saja dengan game, komunikasi dan berselfie dengan para pemeran film dll.
Namun bisa dilakukan untuk target market dewasa dalam bentuk kegiatan Special Meet & Greetnya juga dengan format agak berbeda, seperti bisa dalam bentuk 20 menit talk-show sebelum nonton bareng. Event ini bisa digunakan untuk menggali sejauh mana ekspektasi dan pertayaan sebelum menyaksikan film dan kemudian survey tingkat kepuasan dan komentar setelah menonton dari penonton yang sama (yang sebelum menonton mengungkapkan ekspetasi/pertanyaan). Elastisitas dalam penerapan strategi promosi inilah yang saya maksud.
Dengan target market yang cukup lebar seperti film ini (usia remaja s/d dewasa), kita juga harus lihat karakteristik dari masing-masing target market tersebut. Ambil contoh target market usia muda (remaja) lebih ‘militan’ urusan untuk menonton, dalam artian dengan segala daya upaya untuk menonton film idolanya dan ada keterbatasan dana untuk nonton berulang kali serta kemampuan untuk membiayai penonton-penonton lain. Dan dari penelusuran respon penonton film Rudy Habibie di twitter, saya temukan juga bahwa penonton remaja yang sudah menonton, kemudian merekomendasikan keluarganya untuk menonton film Rudy Habibie ini.
Untuk target market dewasa, biasanya tidak semilitan seperti yang muda. Meski suka dengan idola atau tertarik dengan rekomendasi film, namun kesibukan atau hal lain membuatnya tidak selalu bisa memprioritaskannya untuk menonton (ini yang saya sebut ‘militansi’ yang melekat pada penonton usia remaja/muda). Namun target market dewasa punya power untuk memfasilitasi/membawa sejumlah penonton untuk nonton bareng seperti mulai dari keluarga, organisasi atau perusahan. Ini letak sisi strategisnya dari target market penonton usia dewasa.
Dengan memetakan karakteristik masing-masing target market dengan dilanjutkan dengan kombinasi sekaligus fleksibilitas dalam penerapan strategi di lapangan, sangat mendukung pencapaian target pada akhirnya.
Satu lagi materi film Rudy Habibie ini selain target marketnya di Indonesia, bisa dioptimalkan pada masyarkat Indonesia dan diaspora yang berada (bekerja/sekolah) di luar negeri serta orang asing yang punya keterikatan batin dengan Indonesia dan yang tertarik dengan kisah B.J. Habibie seperti warga Jerman dimana Jerman menjadi tempat Habibie menempuh pendidikan dan bekerja pada industri aviasi sebelum kembali ke Indonesia. Dengan demikian untuk target market yang berada di luar negeri, bisa menggunakan momentum ini untuk mempromosikan dan mengadakan pemutaran film yang terpusat pada satu lokasi strategis di Eropa (untuk menghemat biaya) misal kota di Jerman selama 1-2 minggu, sehingga target market dari kota-kota di Eropa punya kesempatan untuk mengalokasikan waktunya untuk pergi menonton. Film Rudy Habibie pun juga menunjukkan spot-spot lokasi menarik Indonesia, sehingga bisa bekerja sama co-branding Wonderful Indonesia dengan Kementrian Pariwisata, dan badan dan kementrian terkait lainnya seperti Bandan Ekonomi Kreatif (Bekraf), Kementrian Kominfo dan Kementrian Luar Negeri.
2. Pendekatan Konteks.
Pendekataan strategi promosi biasanya lebih fokus pada konten tentang apa (tentang film, What?) dan siapa (sosok peran berikut pemerannya, Who?) yang dikomunikasikan dengan target market. It’s OK. Target market pun bisa beralih dari mulai perhatian terhadap film (Awareness)-> tertarik, mencari tahu lebih banyak (Interest)-> ingin, sudah punya rencara untuk menonton (Desire) -> Bertindak, memesan tiket pre-sale (Action) sehingga keseluruhan tahapan A–I–D–A dilalui. Mission’s accomplished! Namun untuk sekarang itu tidak cukup, kalau ingin sukses yang berkelanjutan di masa mendatang.
Relasi dengan target market yang sudah membeli tiket, tetap harus dipelihara termasuk selepas ‘transaksi’ (selesai menonton). Komunikasi lewat media sosial memungkinkan menjangkau penonton atau pun target market yang ingin dijangkau. Pendekatan target market bisa memanfaatkan fasilitas promosi yang disediakan penyedia media sosial (Advertorial yang disediakan platform media sosial seperti Twitter Ad., Facebook Ad.), yang memungkinkan menjangkau target market dengan lebih tepat berdasarkan profiling seperti usia, lokasi dan perilaku dalam komunikasi media sosial.
Kembali pada pendekatan Konteks yang lebih menekankan pada How-nya . Bagaiamana relasi penonton yang kemudian diharapkan menjadi penonton loyal (pelanggan) untuk tetap terjaga komunikasi (relasinya) dan kalau bisa membantu memberi rekomendasi pada teman-teman lainnya untuk menonton. Untuk itu perlu usaha kreatif di area How-nya; bagaiaman agar penonton tetap enggaged (tetap terjalin hubungannya) bisa dalam bentuk [i]Komunikasi timbal balik (merespon komunikasi penonton di media sosial sehingga komunikasi yang sebelumnya satu arah (one-way communication), menjadi dua arah (two-way communication) , bahkan jadi(multi-way communocation_ yang direspon oleh pengguna-pengguan medsos lainnya), [ii]me-manage dalam bentuk seperti usaha mendokumentasi respon pendapat, rekomendasi, pujian penonton yang bisa bantu dukung promosi film seperti contoh kompilasi respon twit penonton Film Rudy Habibie sekaligus sebagai dokumen (memorabilia) dari sebuah kesuksesan suatu film. Ini bisa beri impact bagus namun dengan syarat harus otentik. Tidak ada rekayasa! Dan tidak itu saja, jika pola komunikasi yang responsif terhadap masukan dari penonton, tidak hanya memperkuat engagement namun penonton bisa menjadi ‘ambassador’ dalam merekomendasi film bagus seperti obrolan ‘sudah nonton belum? bagus lho’.
3. Bundling dan Co-Branding
Saat memontum sedang ramai berkaitan dengan program promosi film. Bisa dikombinasikan dengan turunan produk lainnya. Turunan produk yang sama maksud berkaitan dengan produk yang relevan. Kalau dalam pendekatan strategi promosi biasanya sebagaimana yang kita kenal dengan Cross-Selling sekaligus Co-Branding seperti contoh promosi branding bersama yang telah dilakukan seperti single OST Rudy Habibie Mencari Cinta Sejati yang dinyanyikan Cakra Khan, coffee dan batik, , bersamaan dengan promosi film Rudy Habibie bulan Juli ini dan juga menjadi spot dalam adegan dalam film tersebut seiring dengan komitmen B.J. Habibie dalam membantu produksi dalam negeri. Namun kedepan pendekatan yang saya maksud dengan pendekatan promosi Co-Branding dan penjualan produk turunan yang saling mendukung seperti penjualan tiket film dengan bundling buku kisahnya yang biasanya juga diproduksi begitu juga sebaliknya di tempat pembelian buku bisa sekalian mendapat hadiah undian voucher tiket menonton.
4. Cross Channeling.
Kegiatan/program promosi biasanya baik melalui tv, radio, media sosial, media cetak dll. Namun yang biasa terjadi kegiatan promosi seperti contoh wawancara dengan pemeran (cast), sutradara serta produser di TV disiarkan melalui broadcast TV dan selesai begitu siaran program tv tersebut selesai. Dan untuk beberapa wawancara tv tersebut di-upload di akun Youtube stasiun tv yang bersangkutan seperti contoh-contoh berikut ini. Jika konten wawancara tv tersedia secara online pada akun resmi untuk publik. Strategi cross-channeling dari konten yang tersedia di akun Youtube resmi stasiun tv tersebut, dimana tautannya bisa di-share lewat pesan media sosial. Dengan demikian juga akan terjadi co-branding dari sisi perusahaan film dan stasiun tv. Begitu juga konten yang diupload pada suatu media sosial katakan Youtube yang info kontennya dapat dikomunikasikan lewat media sosial lainnya seperti Twitter/Facebook dll.
5. Loyalty Program
Loyalty program merupakan salah satu cara untuk mempertahankan sekaligus meningkatkan engagement konsumen. Loyalty program tidak saja menguntungkan konsumen semata, namun melalui loyalty program seperti membership, akan membatu dalam pemetaan (mapping) dan distribusi pola konsumsi produk konsumen. Misal membership card dibuat oleh perusahaan film yang sudah mapan dan terkenal kualitas produksinya, sehingga konsumen berminat mendaftarkan diri. Dengan membership card memungkinkan pemesanan cashless seperti via online untuk tiket pre-sale, termasuk fleksibilitas kerjasama dengan produk lain dalam sisi cross-selling, co-branding serta memungkinkan opsi pembelian tiket (penukaran tiket) dengan poin yang telah dikumpulkan sebelumnya. Opsi pembelian online pun dapat dilakukan dengan bekerjasama dengan bank menggunakan akun rekening dan layanan pembayaran bank tertentu. Dengan loyalty program seperti membership pengguna bisa menyimpan poin-poin yang didapat dari transaksi sebelumnya dan bisa ditukarkan untuk menyicil membeli tiket pada lebaran selanjutnya (tahun depan) sehingga dengan fasilitas/fitur ini mencicil lewat poin yang dikumpulkan ini memungkinkan konsumen menghemat alokasi anggaran tunai dalam membeli tiket menonton saat lebaran berikutnya serta juga memungkinkan untuk menonoton film nasional bermutu lainnya saat lebaran dengan anggaran yang telah disiapkan jauh-jauh hari dan bisa lebih dari satu kali. Jika konsep loyalty program membership ini diterapkan bersama-sama, memungkinkan penonton yang dulu hanya punya anggaran untuk nonton satu kali saja pada saat lebaran, akan mempunyai kesempatan untuk menonton beberapa film saat lebaran. Sehingga momen film nasional saat lebaran bukan untuk memperebutkan penonoton namun dari jauh hari proses engagement dengan konsumen telah dilakukan untuk menonton lebih banyak lagi film nasional.
6. Mendayagunakan adegan/frasa untuk jadi bagian dari tema program aktifasi.
Beberapa spot adegan tertentu dapat dijadikan petunjuk untuk menjawab sayembara/kuis tertentu yang dapat menarik partisipasi target market. Fungsi sayembara/kuis yang berhubungan dengan petunjuk pada adegan tertentu, bisa membuat penasaran dan dorongan untuk menuntaskan tantangan tertentu. Bicara tentang penasaran, bahkan pada artikel review film Rudi Habibie saya menulis kalau setelah credit nama kru dan pemeran kemudian dilanjutkan adegan pemeran utama berlari-lari dalam beberapa detik. Ternyata ada saja yang respon bertanya dan di beberapa twitter penasaran dengan hal tersebut, apakah kemudian menonton kembali saya tidak tahu namun ada yang kembali menonton untuk hal tersebut. Yang jelas sebagaimana hipotesa awal saya pada artikel review film Rudy Habibie, sebuah film bagus akan meninggalkan sesuatu topik yang jadi misteri yang mendorong untuk menggali info lebih detail dengan menonton kembali, ternyata memang ada juga yang menonton film Rudy Habibie sampai lima kali. Termasuk ada yang membahasnya pada spot adegan tertentu termasuk yang lainnya dari frame bahasan yang biasanya seperti ada yang membahas bagaimana pemeran utama mampu memanage memori dalam mengingat pesanan yang banyak tersebut berikut adegan berkesan lainnya.
7. Optimalisasi
Khusus untuk produk film berkelanjutan seperti trilogi. Optimalisasi yang saya maksudkan sebagai modal, seperti contoh jumlah follower akun media sosial yang sekarang ada untuk dimaanfaatkan lagi (dioptimalisasikan) pada kegiatan promosi untuk film selanjutnya yang masih berhubungan ini. Itu hanya contoh konsepnya, agar modal partisipasi konsumen/target market masih terus dipelihara dan dimanfaatkan secara optimal. Jadi tidak mulai dari nol lagi jumlah followernya untuk film selanjutnya, jika bisa masih dapat dioptimalkan. Atau paling tidak jika harus dibuat akun medsos yang baru untuk kegiatan promosi film, modal follower pada akun film sebelumnya bisa diarahkan untuk ‘transfer’ ke akun medsos film berikutnya.
Hal ini akan lebih mudah jika dikonsep jauh-jauh hari. Ambil contoh saja untuk akun twitter misalnya begitu dari awal sudah tahu/dikonsep film trilogi Contoh Ajaaaa , maka dibuatkan akunnya @ContohAjaaaa misal baru pada bagian nama (alias) bisa ditulis #JudulFilmKe saat film pertama dirilis (jadi kalau judul film pertama CiekSajo nampak penulisannya seperti #CiekSajo @ContohAjaaaa, begitu selanjutnya saat film ke dua dirilis (misal judulnya DuoLah) penulisannya nama alias saja yang diubah namun masih menggunakan akun yang sama @ContohAjaaaa seperti contoh #DuoLah @ContohAjaaaa, begitu juga saat pemutaran film terakhir dari triloginya, untuk judul ke tiga (misal judulnya TigoYa) standar penulisannya masih sama #TigoYa @ContohAjaaaa. Dengan demikian basis follower yang digunakan untuk ke tiga film tersebut sama dan terbuka kemungkinan malah terus bertambah untuk film berikutnya.
Bicara tentang optimalisasi pada strategi promosi di komunikasi media sosial, penggunaan tanda tagar (#) seperti pada twitter, hendaknya sebelum pemutaran film perdana sudah dikomunikasikan dengan baik. Sebelumnya saya sempat untuk twit pertama kali menggunakan tagar #FilmRudyHabibie karena belum ada konfirmasi/penggunaan tagar resmi untuk semua pesan tentang film ini dari akun resmi film ini, khususnya saat setelah peluncurannya. Kemudian baru mulai ramai digunakan tagar #RudyHabibie dan sejak itu untuk komunikasi twitter berhubungan dengan film ini, semua sudah seragam menggunakan tagar tersebut.
Dengan penkonsepan dan penggunaan tagar yang konsisten dari awal, sehingga saat penonton akan mengirim respon sudah bisa langsung menggunakan tanda pagar tersebut. Konsistensi penggunaan tanda pagar (tagar) yang sudah ditentukan, sangatlah bermanfaat membuat segala pesan yang masuk dapat dimonitor dengan lebih terpusat sebagaimana fungsi dari tagar (#) tersebut.
Penutup
Pada akhirnya kesuksesan film dalam arti secara keseluruhan, baik dari sisi mencapai ekspetasi penonton, sisi hiburan sekaligus media untuk mendidik masyarakat harus ditopang pada bisnis modelnya dan strategi bisnis yang menghasilkan manfaat bagi para stake holder-nya mulai dari pekerja seni (pemeran dan kru), produser, pengusaha bioskop di daerah, pemerintah dan pengusaha lainnya yang menjadi mitra bisnis serta entitas lain yang tidak berhubungan secara langsung. Dengan demikian ini akan bermuara pada pertumbuhan dari industri film nasional yang juga memperkokoh perananannya sebagai media seni karya anak bangsa yang mencerdaskan insan dan tunas bangsa. Kalau bukan kita yang memulai, siapa lagi? Jayalah Film Nasional.
*image credit: foto JM Zacharias
Tentang Penulis : JM Zacharias ( @jmzacharias ) saat ini berprofesi sebagai business strategist, berkarir profesional dalam bidang produk, sales dan marketing lebih dari satu dekade. Pengalaman karir profesionalannya di berbagai industri meliputi retail, consumer electronic, teknnologi informasi dan telekomunikasi baik Business to Customer (B2C) maupun Business to Business (B2B). Dengan beragam pengalaman di perusahaan multinasional, nasional serta startup pada bidang teknologi, sales marketing dan manajemen serta iklim kerja lintas budaya antar bangsa dalam portofolio karirnya di kawasan Asia Pasifik dan Asia Tenggara turut memperkaya wawasan dan melebarkan preperspektif untuk terus belajar dan berbagi. Mengkomunikasikan ide dan strategi bisnis dilakukannya dalam bentuk artikel, pelatihan dan kegiatan konsultasi. Informasi detail dapat di lihat pada JMZacharias.Com Strategi Bisnis & Teknologi . Anda dapat mengubungi melalui tautan kami.
Perhelatan Formula 1 memasuki pertengahan musim 2016, konsolidasi terus dilakukan oleh para pembalap setelah menjalani seri-seri awal tahun seperti penyesuaian mesin baru berikut strateginya. Tidak terkecuali pembalap debutan tanah air Rio Haryanto dan yang membedakan dengan pembalap lain, tim manajemen Rio terus berjuang sampai awal Juni ini melunasi komitmen sisa pembayaran separuh dari total 15 juta Euro. Dan jika sisa pembayaran tidak dilakukan maka Rio hanya menjalani separuh musim F1 2016. Tidak sedikit langkah tim manajemen mencari dukungan dan sponsor melalui pemerintah, masyarakat dan pelaku bisnis. Partisipasi dukungan yang diterima pun tidak sedikit, namun Formula 1 tetap lah Formula 1, olah raga mahal seantero jagat, namun memberi kontribusi yang sepadan. Berpartisipasi pada ajang lomba ini, tidak hanya bermodal kemampuan teknis saja, namun diperlukan komitmen mempertaruhkan banyak hal terutama saat perintisan keikutsertaannya. Sudah pasti keluar modal banyak untuk tampil dalam ajang balapan mobil elit ini sebelum menjadikannya model bisnis jangka panjang sang pembalap.
Lalu bagaimana sikap Manor Racing sejauh ini. Sejak pertengahan Mei Manor mulai mempublikasikan Alexander Rossi (reserve driver Manor Racing) pada lini masanya, saat pembalap 24 tahun tersebut memenangkan balapan Indianapolis 500 di Amerika akhir Mei lalu. Apakah ini juga merupakan sinyal tekanan berkaitan tenggat pembayaran komitmen ini?
Tantangan yang tidak ringan ini, bukan hanya tugas tim manajemen Rio. Kita pun terpanggil berpartisipasi, platform CrowdFunding KitaBisa.Com terus menggalang dana, penggalangan dana swadaya lainnya, peran pemerintah (kementerian terkait), BUMN seperti dukungan sponsor Pertamina, peran operator telekomuikasi tanah air juga efektif menggalang dana dalam bentuk sumbangan pulsa. Kita pun perlu belajar bagaimana pihak/negara lain pernah melakukan yang sama.
Rio Haryanto Makes F1 History For Indonesia [sumber: tautan youtube FORMULA 1 ]
Positioning dan Momentum
Melihat positioning dari kacamata bisnis, sosok Rio Haryanto sendiri tidak hanya ‘menjual’ buat market Indonesia, namun juga dapat dimaksimalkan lagi mengingat profil unik Rio Haryanto yang tidak hanya merepresentasikan Indonesia saja, namun Asia dan kawasan Timur Tengah. Profilnya pun representatif sebagai figur kawula muda Asia serta tidak dipungkiri Rio yang juga pembalap muslim pada ajang F1 ini, bisa menjadi magnet penggemar F1 dari Timur Tengah yang mayoritas penduduknya muslim dan negara lainnya. Positioning Rio di atas, berpotensi untuk ditindaklanjuti dalam bentuk kerjasama pelaku bisnis lintas negara ini dapat difasilitasi pemerintah kita lewat kantor perwakilan KBRI/KJRI terkait. Mengingat pada awal pemerintahan Jokowi pun telah menekankan pentingnya diplomat kita juga menjalankan tugas sebagai marketer untuk segala potensi Indonesia.
Keikutsertaan Rio Haryanto dalam Formula 1, membuat semakin banyak publik dalam negeri dan juga semakin intens mengikuti F1 dan Rio pun perlahan menuju figur publik international. Pada beberapa seri F1, fansnya yang tidak hanya dari Indonesia saja mengantri berfoto dan tanda tanganya. Dengan realitas seperti ini, kita harus melihat Rio sebagai sosok yang terus berproses secara proposional. Sama seperti pembalap lainnya, Rio sudah pada jalur yang tepat berproses untuk mencetak prestasi dan menjadi domain internasional yang tentu tidak lepas dari dukungan dari banyak pihak (sponsor). Pada konteks inilah, kita juga butuh dukungan dana sponsor luar negeri juga, momentum saat ini bisa dimanfaatkan dengan repositioning Rio yang juga sebagai Pembalap Asia diajang F1 ini. Pendekatan ini bukan mengaburkan identitas kebangsaannya. Toh melihat figur Rio, publik internasional tahu kalau Rio Haryanto merupakan pembalap pertama Indonesia menorehkan sejarah dalam keikutertaanya dalam Formula 1.
Dukungan sponsor dari manca negara dan dalam negeri bisa dalam bentuk branding berbagai produk. Khusus untuk pengusaha nasional, ini saatnya berkontribusi untuk manfaatkan momentum kesempatan keikutsertaan Rio sebagai duta bangsa di F1. Jika secara kalkulasi bisnis atau nilai anggaran ‘tidak masuk’. Coba lakukan inovasi kerjasama lintas asosiasi pengusaha nasional untuk penggalangan dukungan sponsor. Beberapa produk iklan telah aktif memanfaatkan profil Rio dalam kampanye marketingnya dan tentu juga itu sekalian berkontribusi penting bagi keikutsertaan di Formula1. Jika pihak sponsor lain belum berperan serta karena masih menunggu ‘buah prestasi’ Rio di F1. Perlu diingat, ini Formula 1, untuk masuk ke jajaran ke 23 pembalap F1 pun butuh prestasi dan proses panjang. Sisihkan pola pikir instan bahwa begitu memulai debut di F1 langsung menyodok prestasi di F1. Itu butuh proses, paling tidak beri dukungan agar Rio berkesempatan berkompetisi penuh satu musim F1 2016 ini. Kalau pun ada alasan lain berkaitan, kendala jarak dan waktu dalam rangka kampanye iklan, bukanlah peran serta teknologi akan membantu mengatasi problem tersebut. Simak saja bagaimana contoh pembuatan iklan tvc dengan setting lokasi berbagai negara yang harus dilakoni Lionel Messi yang berdomisili di Barcelona dan Didier Drogba di London pada behind the scene iklan tvc suatu maskapai penerbangan internasional Drogba vs. Messi #EpicFood: Behind the Scenes.
Lepas dari usaha dukungan sponsor di atas jika tidak bisa, setidaknya masih ada peran lain dari pengusaha nasional, yakni berpartisipasi dalam melakukan donasi secara personal dan jika itu dilakukan secara kolektif hasilnya pun akan signifikan.
Di sisi lain bagi pemerintah, momentum ini dapat digunakan untuk memanfaatkan potensi iklan F1 ini untuk kepentingan investasi dan pariwisata Indonesia yang merupakan langkah yang tidak saja strategis namun kritikal. Mengapa demikian? Karena akan lain cerita kalau potensi prestasi anak bangsa ini dimanfaatkan oleh negara lain untuk kepentingan marketing negera tersebut.
Akan kah langkah Rio Haryanto terhenti pada tengah musim F1 2016 ini atau menyelesaikan sampai akhir? Kembali pada partisapasi kita dalam membantu kiprah putra terbaik bangsa ini. Do the best but prepare for the worst. Ayo Kita Bisa. Semangat Rio!
*image credit: J.M. Zacharias
Tentang Penulis : JM Zacharias ( @jmzacharias ) saat ini berprofesi sebagai business strategist, berkarir profesional dalam bidang produk, sales dan marketing lebih dari satu dekade. Pengalaman karir profesionalannya di berbagai industri meliputi retail, consumer electronic, teknnologi informasi dan telekomunikasi baik Business to Customer (B2C) maupun Business to Business (B2B). Dengan beragam pengalaman di perusahaan multinasional, nasional serta startup pada bidang teknologi, sales marketing dan manajemen serta iklim kerja lintas budaya antar bangsa dalam portofolio karirnya di kawasan Asia Pasifik dan Asia Tenggara turut memperkaya wawasan dan melebarkan preperspektif untuk terus belajar dan berbagi. Mengkomunikasikan ide dan strategi bisnis dilakukannya dalam bentuk artikel, pelatihan dan kegiatan konsultasi. Informasi detail dapat di lihat pada JMZacharias.Com Strategi Bisnis & Teknologi . Anda dapat mengubungi melalui tautan kami.
Brand-brand kondang tidak asing di telinga kita. Namannya selalu muncul dalam benak kita (top of mind) jika berhungan dengan asosiasi kata, bunyi, aroma, bentuk fisik benda tertentu, itu tidak lepas dari brand equity-nya yang tinggi yang dirawat lewat program marketing dan pembuktian pengalaman dalam rentang waktu yang tidak singkat (penuh proses dan kerja keras). Melihat brand berikut nama perusahaan tidak lepas dari proses historisnya. Dimana pada awalnya sejak berdirinya perusahaan yang bergerak pada bidang dan usaha baru, nama perusahaan biasanya menjadi lokomotif promosi produk yang dihasilkan. Boleh dikatakan belum ada diversifikasi baik dari sisi fitur, segmen berikut brand-nya pada masa itu. Dengan single brand tersebut, pada awalnya nama brand produk pun biasanya diambil dari nama perusahaan. Sehingga brand tersebut bak melewati lorong waktu bagi pembuktiannya sebagai ‘jiwa’ dari suatu produk dan tinggal di benak konsumen. Berikut bagaimana cara, sejarahnya, proses terciptanya nama brand-brand terkenal, simak 9 tips ampuh menentukan nama brand dan perusahaan:
1. Nama pendirinya.
Telah disinggung sebelumnya mengapa pada proses historisnya brand besar memilik nama brand yang identik dengan nama perusahaannya. Nama perusahaan pun juga merupakan bagian dari kegiatan branding, yang perannya saling menguatkan dengan brand produk. Bill Hewlett dan Dave Packard (pendiri HP) pun bersepakat untuk menggunakan nama mereka sebagai nama perusahaan lewat mengundi koin untuk memutuskan nama perusahaan mereka Hewlett-Packard atau Packard-Hewlett. Fenomena memasukan unsur nama pendiri pada nama perusahaan juga dilakukan oleh perusahaan Jepang. Namun para pengusaha Jepang ini lebih jitu dalam meramu nama keluarga mereka yang cenderung sangat Jepang ke dalam formula nama perusahaan yang dapat diterima oleh konsumen di luar Jepang, seperti Bridgestone, Mazda, Toyota dll.
Bridgestone merupakan gabungan nama pendirinya Ishibashi. Dalam bahasa Jepang Ishi (Stone) & Hashi/Bashi (Bridge). Brand Mazda merupakan adaptasi dari nama pendirinya Matsuda sedangkan Toyota berasal dari nama keluarga pendirinya Toyoda. Pada produksi awal kendaraan yang diproduksi dengan brand TOYODA. Baru tahun 1936, perusahaan menggunakan logo dan brand baru yang dikenal Toyota. Transisi dari brand Toyoda ke Toyota, disebabkan pada sisi penulisan dalam aksara Jepang bunyi huruf tanpa konsonan lebih menarik dibandigkan bunyi dengan konsonan. serta merujuk pada konsep jikaku (penghitungan jumlah goresan pada penulisan aksara Jeppang untuk menentukan keberuntungan) dengan 8 gores dapat diasosikan kekayaan dan keberuntungan.
2. Singkatan dari beberapa unsur yang saling terkait.
Membuat nama perusahaan yang kemudian menjadi brand seperti contoh sebelumnya yakni menggunakan nama keluarga dengan maksud menanamkan identitas pendiri sebagai makna historis dibalik nama perusahaan dan brand tersebut. Beberapa unsur yang terkait dengan sejarah pendirian nama perusahaan/brand juga menjadi pilihan untuk merangkumnya dalam singkatan yang membentuk kata yang enak dilihat dan didengar. Ambil contoh IKEA, perusahaan furniture yang berdiri tahun 1926 ini, menggunakan inisial nama pendirinya (Ingvar Kamprad), huruf depan dari tempat ia dibesarkan sebuah peternakan (Elmtaryd) pada desa kecil (Agunnaryd).
Hal ini mirip dengan brand souvenir JOGER Bali. Brand Joger merupakan singkatan dari nama depan sang pemilik JOseph (Joseph ) dengan nama depan teman sekolahnya di Hotel Fachscule Jerman dulu, yang bernama GERhard Seeger yang menghadiahi kado pernikahan uang sebesar US $ 20.000 untuk mengembangkan ‘Art & Batik Shop Joger’.
3. Nama tempat atau ikon suatu tempat
Nama tempat atau ikon (landmark) juga dapat digunakan untuk asosiasi historis dimana suatu bisnis dimulai. Teknik adopsi nama terebut pada brand disesuiakan pertimbangan ergonomi, asosiasi emosional dalam bentuk pengucapan, konteks visual dan beberapa faktor lainnya. Seperti contoh nama perusahaan Adobe berasal dari nama sungai (Adobe creek) yang mengalir di belakang rumah pendiri Adobe John Warnock. Brand CISCO diadopsi dari nama San FranCISCO dan logonya (siluet rangka jembatan Golden Gate) didapat saat pendirinya mengemudi mobil menuju Sacramento untuk proses pendaftaran perusahaan, dimana saat itu jembatan Golden Gate terlihat yang disinari matahari.
4. Hal yang relevan dengan produk & layanannya.
Bagaimana produk itu dibuat serta dalam bidang apa perusahaan akan memfokuskan keunggulan komparatifnya juga mengilhami para pendiri perusahaan dalam memberi nama perusahaan. Semula pendiri Intel Bob Noyce dan Gordon Moore ingin memberi nama perusahaan mereka Moore Noyce namun nama tersebut telah dimiliki (terdaftar) oleh jaringan hotel dan terdengar sama dengan dengan penyebutan kata More Noise yang dalam istilah elektronik kata noise berkanotasi gangguan sinyal (bad interference), sehingga mereka mengantinya dengan akronim INTEL (INTegrated ELectronics).
Saat akan menandatangi kontrak lisensi pemograman BASIC dengan mitranya, Bill Gates dan Paul Allen tersadar bahwa mereka harus punya nama perusahaan. Mereka sempat mempertimbangkan Allen & Gates, namun terdengar seperti kantor pengacara. Lalu Paul Allen memiliki ide MICRO-SOFT yang merupakan gabungan kata MICROprocessor dan SOFTware, yang kemudian sesuai transisi penulisannya dari waktu ke waktu menjadi MicroSoft (dua kata tersebut disambung dengan dua huruf besar) dan kemudian menjadi Microsoft yang melebur menjadi satu kesatuan kata.
5. Rutinitas.
Kegiata dalam hal ini proses kreatif dalam penciptaan suatu produk juga menjadi ide pengingat ‘jembatan’ asosiasi yang tertanam dalam suatu brand yang diciptakan. Contohnya brand bahasa pemograman komputer JAVA ini semula disebut Oak oleh penciptanya James Gosling. Oak, sejenis pohon yang berdiri di luar jendelanya. Namun kemudian Kepala Tim programer harus mencari nama pengganti bahasa pemograman yang unik, Java dipilih berasal dari jenis kopi yang diminum programer. *Java Coffee merupakan signature coffee yang berasal dari Asia tepatnya Java Island (Pulau Jawa Indonesia!).
6. Visi
Proses berdirinya suatu perusahaan tidak bisa dilepaskan dengan seperti apa visi yang diinginkan , mengarahkan perusahaan tersebut untuk berkembang menyongsong masa depan. Brand Panasonic diciptakan pada tahun 1955, digunakan pertama kali sebagai brand audio speakers. PANASONIC merupakan kombinasi dari “PAN” dan “SONIC” yang mengandung arti membawa suara (SONIC) ciptaan perusahaan ke dunia. Sejak 2008, Panasonic digunakan sebagai brand korporasi yang merepresentasikan perusahaan, produk and service.
Volkswagen secara literal diasosiasikan sebagai terminologi ‘mobil rakyat’, suatu program yang dicetuskan oleh Adolf Hitler. Nama ìVolkswagenî berasal dari terjemahan bebas kata ìVolksî berarti ìrakyat/orang kebanyakanî dan ìwagenî diterjemahkan sebagai mobil Volkswagen mulai pada awal tahun 1930, saat Adolf Hitler bercita-cita mengembangkan mobil yang dapat terjangkau oleh sebagai besar penduduk Jerman. Pada tahun 1933, dengan banyak proyek dalam pengembangan atau pada tahap awal produksi, Adolf Hitler mendeklarasikan keinginananya untuk negara mensponsori program Volkswagen. Visi Hitler mobil rakyat ini berkemampuan standar sebagai kendaraan tranpor untuk dua orang dewasa dan tiga anak dengan kecepatan 100 km/jam (62 mil/jam).
7. Karakter dan fungsi produk
Perwujudan karakter tertentu yang merepresentasikan fungsi dan keunggulan suatu produk juga dapat digunakan sebagai ide dalam menyusun nama brand. Samsonite diadopsi dari nama tokoh Samson (Simson) yang melambangkan kekuatan. Nama perusahaan dan brand VODAFONE merupakan akronim dari kata VOice, DAta, TeleFONE yang dipilih perusahaan untuk merefleksikan ketersediaan layanan suara dan data melalui telepon.
SONY VAIO merupakan kepanjangan dari Visual Audio Intelligent Organizer
-[NTT Docomo] NTT Docomo operator telekomunikasi di Jepang, memakai kata DOCOMO yg mrp singkatan dari DO COmmunication MObile. Docomo dalam bahasa Jepang juga berarti dimana saja (mobile).
8. Filosofi dan Harapan
Filosofi erat kaitannya dengan nilai apa yang mendasari dalam perjalanan suatu perusahaan termasuk sesuatu yang menjadi spirit. Hal ini juga mengapa Nike digunakan sebagai nama perusahaan sekaligus brand produknya. Kata Nike (berarti Kemenangan dalam bahasa Yunani) didapat oleh seorang karyawannya saat terbangun di tengah malam.
Pendiri bisnis Brownies Amanda mempunyai harapan yang terbaik untuk perusahaan berikut bisnisnya. AMANDA merupakan singkatan Anak MANtu DAmai. Dan diharapkan pula harapan tersebut menjadi dasar/filosofinya untuk menjalankan bisnis & keluarga dengan harmoni (damai).
9. Momentum Peristiwa
Peristiwa besar yang terjadi saat itu yang menjadi nama brand bisa penanda tonggak berdirinya suatu usaha dan diharapkan spirit dari momentum peristiwa besar tersebut dapat berkontribusi positif bagi brand usaha tersebut.
Seperti halnya rumah makan Warung AMPERA, jaringan rumah makan yang berasal dari Bandung. Kata AMPERA diadopsi dari peristiwa Amanat Penderitaan Rakya (AMPERA tahun 1966), dimana ada nilai historisnya saat warung tersebut (di Bandung) pernah menjadi tempat makan mahasiswa yg demo saat itu.
Berdasarkan pengalaman-pengalaman latarbelakang terbentuknya suatu nama perusahaan atau nama brand di atas, proses penentuan (penciptaan) nama perusahaan/nama brand tidak serta merta hanya bicara pada subyektifitas selera semata, namun terkait dengan banyak faktor adakah nilai-nilai yang ingin menjadi bagian dari nama brand berikut unsur historis lainnya. Pertimbangan berikutnya, dengan menguji sejauh mana brand memberi persepsi positif atau setidaknya nama brand tersebut sejak awal mula tidak mempunyai muatan persepsi negatif. Persepsi negatif bisa terkait dengan sosial budaya masyarakat setempat, lokal. Semakin besar atau luas target market produk, patut dipertimbangkan aspek sosial budaya mulai dari lingkup kecil yang homogen sampai lingkup besar seperti negara yang multi kultural adat budayanya. Karena dengan perbedaaan kandungan budaya, menjadi beraneka ragam cara memandang (persepsi) suatu brand dalam contoh kasus suatu brand global, mulai dari cara penulisanan nama brand (khususnya pada negara yang aksara tulisan unik dengan suku kata berbeda (contoh tulisan mandarin, huruf kanji, hindi dll) berbeda dengan aksara latin seperti yang lazim di negara barat dan amerika), tidak itu saja dalam pengucapannya berikut aksennya pun bisa berbeda-beda. Meski William Shakespeare megatakan apa arti sebuah nama. Namun jika ada yang salah dengan nama brand Anda (persepsi dll), beban yang Anda tanggung sudah ada pada detik awal bisnis Anda dimulai.
*image credit: tigger11th-freedigitalphotos.net
Tentang Penulis : JM Zacharias ( @jmzacharias ) saat ini berprofesi sebagai business strategist, berkarir profesional dalam bidang produk, sales dan marketing lebih dari satu dekade. Pengalaman karir profesionalannya di berbagai industri meliputi retail, consumer electronic, teknnologi informasi dan telekomunikasi baik Business to Customer (B2C) maupun Business to Business (B2B). Dengan beragam pengalaman di perusahaan multinasional, nasional serta startup pada bidang teknologi, sales marketing dan manajemen serta iklim kerja lintas budaya antar bangsa dalam portofolio karirnya di kawasan Asia Pasifik dan Asia Tenggara turut memperkaya wawasan dan melebarkan preperspektif untuk terus belajar dan berbagi. Mengkomunikasikan ide dan strategi bisnis dilakukannya dalam bentuk artikel, pelatihan dan kegiatan konsultasi. Informasi detail dapat di lihat pada JMZacharias.Com Strategi Bisnis & Teknologi . Anda dapat mengubungi melalui tautan kami.
Tanggal 21 April biasanya dimeriahkan dengan penggunaan kebaya dimana-mana mulai dari anak sekolah, serta tidak terkecuali oleh karyawan pelayanan publik, layanan pelanggan sentra bisnis perusahaan swasta. Perayaan dengan berbagai kegiatan pun banyak dilakukan serta semakin bervariasi mengikuti tren dan juga membahas isu dan tantangan yang berhubungan dengan semangat Kartini dalam horison pandangan masa kini. Sebelum membahas seperti apa spirit Kartini dalam hal ini kerangka emansipasi wanita di letakkan untuk menjawab tantangan jaman, tidak ada salahnya kita menengok poin-poin penting dari Kartini yang bisa ditarik pada sumbu konteks kekinian.
Mungkin ada yang penasaran mengapa saya membahas spirit Kartini (emansipasi wanita) di portal strategi bisnis ini. Ya, tidak jauh dengan modal bisnis dalam hal ini human capital/ People (Sumber Daya Manusiannya, SDM) yang sangat strategis dalam pelaksanaan strategi bisnis. Termasuk saat seorang eksekutif baru (leader) masuk dalam struktur organisasi perusahaan, apa yang dilakukan sebelum menjalankan strategi bisnisnya biasanya dilakukan obvservasi dimulai dari melihat sisi SDM-nya, Proses/Sistem yang berjalan di organisasi kemudian merumuskan strategi. Dalam hal ini yang berhubungan dengan sisi SDM termasuk dalam hal mind set (pola pikir) dalam berkerja, berkomunikasi, berkolaborasi dll yang merupakan dari proses bisnis yang saling terkait. Hal ini tidak terlepas terhadap sejauh mana kesempatan dalam proses pemberdayaan, komunikasi dan proses strategis lainnya tanpa melihat perbeda-bedaan seperti yang berkaitan dengan SARA serta hal lain seperti mendapatkan perlakuaan yang sama tanpa memandang jenis kelamin (gender equality) dll.
R.A. Kartini, Kontribusi dan Konteks Kekinian
Raden Ajeng Kartini hadir pada awal abad 19, tidak hanya dapat dilihat dalam semangat pemberdayaan perempuan semata saat itu, seperti mendidik remaja putri di beranda rumahnya. Namun lebih dari itu, dengan kemampuan berkomunikasi dan literasi dalam bahasa Belanda yang sangat baik. Kartini mampu menembus atmosfir pemikiran dan pergerakan feminisme yang sedang tumbuh di Eropa pada masanya. Kemampuan menjalin hubungan (networking) dengan penulis terkenal di Belanda dimulai dengan perkenalan dan hubungannya yang akrab dengan Marie Ovink-Soer seorang pengarang novel yang produktif dan terkenal di negeri kincir angin tersebut.
Kemudian Kartini berinisiatif menulis surat pada Johanna van Woude yang merupakan pengasuh Majalah De Hollandsche Lelie dan perempuan pertama anggota Masyarakat Sastra Belanda. Permintaan Kartini pada suratnya kepada Johanna van Woude, untuk menerbitkan iklan kecil majalah gaya hidup perempuan di negeri Belanda tersebut yang berbunyi: “Raden Ajeng Kartini, putri Bupati Jepara, … , ingin berkenalan dengan seorang ‘teman pena wanita’untuk saling surat-menyurat. Yang dicari ialah seorang gadis dari Belanda yang berumur sebaya dengannya dan mempunyai banyak perhatian terhadap zaman modern serta perubahan-perubahan demokrasi yang sedang berkembang di seluruh Eropa,” seperti yang di kutip Sitisoemandari Soeroto dalam Kartini Sebuah Biografi.
Pada tahun 1899 tersebut, dimana pada masa di lingkungannya yang masih terbelenggu dengan kolonialisme, feodalisme yang juga berimbas pada pengekakangan kebebasaan kaum perempuan seperti pingitan (dipingit), tidak punya hak bicara dan kawin atas pilihan orang tua termasuk pada calon suami yang berpoligami sekalipun yang pada saat itu merupakan sesuatu yang lazim.
Kartini pada saat itu berumur 20 tahun (baru sekitar 1 tahun bebas setelah dari 4 tahun jalani pingitan) namun pemikirannya sudah melakukan beberapa lompatan dari pemikiran gadis seusianya pada aspek perubahan-perubahan demokrasi yang sedang berkembang di seluruh Eropa kala itu. Termasuk liberté, égalité, fraternité semangat Revolusi Perancis (kemerdekaan, persamaan dan persaudaraan) tidak asing bagi Kartini lewat kebiasaannya yang semakin intens membaca dan menulis terutama saat 4 tahun dipingit.
Dari iklan tersebut membuka perkenalannya dengan banyak pihak di Belanda mulai dari Estelle “Stella” Zeehandelaar (aktifis feminis Belanda & anggota Sociaal-Democratische Arbeiders Partij yang disingkat SDAP), Henri Hubertus van Kol (tokoh partai SDAP yang juga anggota Parlemen Belanda), Nellie van Kol Porreij (editor Hollandsche Lelie), Jacques Henrij Abendanon (Direktur Pendidikan, Agama, dan Industri Hindia Belanda), Rosa Manuela Abendanon-Mandri, E.C. Abdendanon, Hendrik de Booy (ajudan Gubernur Jenderal Rooseboom), Hilda Gerarda de Booy-Boissevain, G.K. Anton (guru besar ilmu kenegaraan di Jena, Jerman). (sumber : Buku Gelap Terang Hidup Kartini, Seri buku Tempo: Perempuan-Perempuan Perkasa, hal 19).
Korespensinya dengan Estelle “Stella” Zeehandelaar pun membuka cakrawala pemikiran yang lebih luas, Kartini mengenal konsep adeldom verplicht, kebangsawanan menanggung kewajiban. Kartini meski keturunan darah biru menemukan perspektif baru dalam penentangannya pada feodalisme dengan konsep adeldom verplicht. Mungkin itu benang merah keberpihakannya pada rakyat seperti membuka sekolah perempuan Jawa (Juni 1903), mengembangkan usaha bisnis rakyat seperti perintisan bisnis ukiran Jepara, pemikirannya dalam tulisan tentang batik serta memperhatikan nasib pengrajin emas dan tenun. (sumber : Buku Gelap Terang Hidup Kartini, Seri buku Tempo: Perempuan-Perempuan Perkasa).
Dalam korespensinya dengan teman-temanya di Belanda seperti pada Stella, Kartini dengan lugas menceritakan perhatiannnya mulai dari tradisi perjodohan, poligami, monopoli manajemen opium oleh pemerintahan kolonial, nasib perempuan Jawa yang tertindas, kebijakan politik kolonial yang merugikan pribumi, pendidikan pada perempuan (sumber : Buku Gelap Terang Hidup Kartini, Seri buku Tempo: Perempuan-Perempuan Perkasa). Pemikirannya tentang pendidikan pada perempuan tidak saja pada pendidikan dasar sekolah, namun pada prinsip eksistensi perempuan (wanita) dalam rumah tangga. Kartini berpendapat pendidikan pada kaum perempuan juga menyentuh bagaimana perempuan mengatur keuangan dalam rumah tangga sebagai dasar untuk membangun fondasi ekonomi yang lebih besar lagi, yakni ekonomi masyarakat. Pemikiran Kartini jika dilihat pada konteks di jamannya, merupakan gebrakan terhadap nilai dan kondisi yang dianut pada masa itu. Mungkin dengan paradigma/pandangan yang lazim pada saat itu, pemikiran dan gerakan Kartini dapat dilihat sebagai sesuatu yang radikal ‘menentang kemampanan’ nilai feodal saat itu dimana hal itu juga dirasakan/diterima oleh ayah Kartini, Kartini dan adik2xnya berkaitan dengan respon dan penilaian dari keluarga kaum bangsawan. Tidak itu saja, sekaligus sebagai ancaman pada pemerintah kolonial saaat itu, sebagaimana terbaca saat dibatalkannya keberangkatan Kartini untuk sekolah di Belanda di kemudian hari.
Semangatnya dengan bekal pendidikannya (Sekolah Rendah Eropa, Europeeche Lagere School) untuk menyongsong diterimanya beasiswa bersekolah di negeri Belanda, kandas akibat politik internal pemerintah kolonial Hindia Belanda, yang lewat balasan sang Gubernur Jenderal mempertanyakan apakah putri-putri Bupati Jepara tersebut, hanya akan dididik atau diperkerjakan setelah selesai mengikuti pendidikan. Ayah Kartini pun menarik permohonan beasiswa setelah mengetahui sang Gubernur Jenderal mempertanyakan hal tersebut. (sumber : Buku Gelap Terang Hidup Kartini, Seri buku Tempo: Perempuan-Perempuan Perkasa, hal 82-83). Pada tahun berikutnya, ada harapan lain muncul untuk Kartini melanjutkan sekolahnya di Belanda, saat Henri Hubertus van Kol (anggota perlemen Belanda) datang ke Jepara, setelah mendengar keinginan Kartini dan kemudian memintanya untuk membuat proposal/permohonan studi di Belanda kepada Ratu Belanda lewat perantaraan van Kol. Lewat perjuangan van Kol, Menteri Seberang Lautan Belanda A.W.F Idenburg menyetujui beasiswa Kartini. Namun lagi-lagi harapan Kartini tersebut kembali mendapat tekanan dari politikus penentang Politik Etis dan feodal pribumi. Kandas lagi harapan untuk menuntut ilmu pada salah satu negara di kawasan Eropa tersebut.
Peran Ayah
Peran orang tua dalam tumbuh kembangnya anak adalah strategis, baik dari sisi ayah dan ibu. Namun pada saat nilai kemasyarakatan pada masa Kartini, yang kurang kondusif bagi kaum perempuan dalam hal ini hak kaum perempuan. Peran ayah Kartini menjadi sentral, menunjukkan peran sosok ayah yang progresif dalam memperjuangkan hak perempuan (anak perempuannya). Lihat saja bagaimana Raden Mas Adipati Ario Sosroningrat (ayah Kartini) memfasilitasi Kartini dengan bahan bacaan dari luar negeri, memberi kesempatan berkomunikasi dengan koleganya pejabat-pejabat Hindia Belanda (orang Belanda), berkorespondensi dan melakukan penelitian sosial beberapa tempat di Jepara berikut menuliskan artikel (salah satunya seperti Het Huwelijk bij de Kodja’s tentang upacara perkawinan suku Koja di Jepara yang dimuat dalam Bijdragen tot de Taal-land-en Volkenkunde van Ned-Indie, Jurnal Humaniora dan Ilmu Pengetahuan Sosial Asia Tenggara dan Oseania vol. 50 nomor 1 tahun 1898, hal. 695-702), menyudahi tradisi pingitan menginjak tahun ke 4, menyetujui Kartini menjadi guru pada sekolah percobaan yang dibukanya (sekolah perempuan Jawa), memperbolehkan Kartini melanjutkan sekolah di Belanda, serta tidak mendesaknya untuk segera menikah, dan kesemuanya itu merupakan andil sang ayah memberi ruang gerak dan dinamisasi pertumbuhan Kartini beserta adik-adiknya. Bahkan karena sang ayah segan meminta putrinya untuk lekas-lekas menikah sebagaiman tradisi pada saat itu. Hal itu lah yang mengundang cibiran di lingkungan sekitar dan juga mempengaruhi kondisi kesehatan sang ayah (jatuh sakit). Kartini pun mengalah, menikah pada usia 24 tahun dengan Bupati Rembang Djojoadiningrat. (sumber : Buku Gelap Terang Hidup Kartini, Seri buku Tempo: Perempuan-Perempuan Perkasa, hal 60, 106).
J.H. Abendanon (Direktur Departmen Pendidikan, Agama dan Industri Hindia Belanda), mengakui dan menyatakan pada ayah Kartini bahwa baru pertama kali menemui bupati yang terbuka, berpikiran maju, dengan menyekolahkan putri-putrinya. (sumber : Buku Gelap Terang Hidup Kartini, Seri buku Tempo: Perempuan-Perempuan Perkasa, hal 80).
Dalam pelbagai kesempatan Kartini diajak mengikuti perayaan umum seperti perayaan penobatan Ratu Wilhelmina di Semarang, mengikuti acara pentahbisan pendeta John Hubert yang berasal dari Rusia, serta memperebolehkan Kartini melihat kapal Belanda yang awak kapal-nya mayoritas laki-laki, bersandar di Jepara, yang mana kebebasan-kebebasan seperti itumerupakan hal sangat langka bagi kaum perempuan pada saat itu. Lihat saja bagaimana gembiranya Kartini menggambarkan susasana hatinya, saat mendapat kesempatan untuk bisa pergi lagi/keluar dari Jepara seperti ke Semarang bersama adiknya Roekmini dan Kardinah, sebagaimana yang dituliskan dalam suratnya 25 Mei 1899 kepada Estelle “Stella” Zeehandelaar yang disitir Sitisoemnadari Soeroto dalam bukunya , Kartini: Sebuah Biografi: “Sungguh, ini adalah kemenangan kami, kemenangan yang begitu kami dambakan. Adalah hal aneh bagi gadis-gadis sekelas kami muncul di keramaian, orang-orang mulai menggosip dan memperbincangkannya, ‘dunia’ menjadi terheran-heran. Hei bersulanglah untuk kami. Dunia serasa menjadi milik kami“. (sumber : Buku Gelap Terang Hidup Kartini, Seri buku Tempo: Perempuan-Perempuan Perkasa, hal. 44).
Kalau ditarik secara universal peran ayah Kartini dalam memberi keleluasan untuk tumbuh kembangnya putrinya, pada jaman ini kita bisa melihat gambaran yang mirip bagaimana sikap dan perlakuan sayang ayah Malala. Malala Yousafzay remaja putri Pakistan (Peraih Nobel Perdamiaan 2014 menjadi korban serangan Taliban, karena ikut aktif memperjuangkan hak mendapatkan pendidikan yang sama bagi kaum perempuan. Sebagaimana yang diceritakan dalam buku dan film dokumenter I’m Malala. Malala menjawab pada sesi tanya jawab film dokumenter tersebut, jika tidak ada peran serta orang tuanya dalam hal ini sang ayah, maka saat ini dia sudah menggendongkan 2 anak sebagaimana perempuan sebayanya yang berusia belasan tahun yang sudah harus dinikahkan oleh orang tua mereka.
Kita bisa mengikuti benang merah bagaimana seorang ayah memberi kesempatan bagi putrinya ruang gerak anak perempuannya untuk tumbuh, khususnya pada kondisi tradisi masyarakat yang mengekang persamaan hak bagi kaum perempuan, sebagaimana yang diceritakan dalam forum TED di Kanada dalam video dibawah ini. Transkrip interaktifnya dapat diunduh pada pada situs TED
Peran Kakak Laki-Laki
Ada dua sosok-sosok laki-laki yang mendukung dan sekaligus dikagumi Kartini. Salah satunya sudah pasti ayah tercinta, dan yang satunya lagi kakak laki-lakinya Raden Mas Panji Sosrokartono yang akrab dipanggil Kartono. Kartono sosok cerdas, lulusan cum laude Universitas Leiden Belanda yang juga poligot (menguasai banyak bahasa asing), yang memulai karirnya sebagai wartawan perang Perang Dunia I, kemudian menjadi Kepala Penerjemah Liga Bangsa-Bangsa (cikal bakal PBB) yang saat itu berkedudukan di Jenewa Swis ini sebelum kembali ke tanah air untuk berjuang ini, sangat menyayangi adiknya yang mulai gemar membaca buku. Sang kakak pun menjadi pelindung dan teman dalam pingitan yang sunyi. (sumber : Buku Gelap Terang Hidup Kartini, Seri buku Tempo: Perempuan-Perempuan Perkasa, hal. 61). Kartono membawakan bacaan untuk Kartini yang membuka cakrawala pemikiran adiknya itu untuk mendukung bakat menulis Kartini. Dari bacaan yang dibawakan oleh sang kakak, Kartini melahap pengetahuan, informasi dan isu-isu terhangat mulai dari emansipasi sampai Revolusi Prancis.
Perjuangan Kartini Masa Kini
Perjuangan Kartini pada masanya secara umum dapat disimpulkan sebagai perjuangan melawan streotip yang dibebankan pada perempuan saat itu atas nama feodalisme sekaligus kolonialisme. Maka Kartini bangkit dan berjuang untuk mematahkan streotip tersebut dengan keberaniannya untuk tampil sekaligus dengan gerakan pembaharuannya. Jaman terus berubah, tantangan yang dihadapi Kartini berbeda dengan tantangan yang dihadapi perempuan/wanita masa kini. Namun benang merahnya masih sama, melawan streotip yang dibebankan pada perempuan/wanita. Ambil contoh saat ini, masih ada pandangan [tidak semua] yang memandang perempuan/wanita indentik dengan lemah, penakut, tidak berani untuk bertindak dll. Begini saya beri contoh, jika Anda pernah mendengar/melihat ada demo yang memprotes dan mengirim pesan pada suatu institusi/pejabat/perorangan (laki-laki) bagi yang didemo dengan ‘dihadiahi’ atau ditunjukan [maaf] pakaian dalam wanita sebagai simbol. Tentu Anda bisa menangkap maksud si pendemo sekaligus ini bukti pelecehan yang dikomunikasikan tidak secara verbal melainkan jelas secara visual. Untuk melihat konteks fenomena universal ini sekaligus pemberdayaan bagi perempuan/wanita, mari simak tiga video di bawah ini:
Video Always #LikeAGirl yang berkaitan dengan mind-set.
Video Always #LikeAGirl – tentang bagaimana tantangan sekitar yang membatasi perempuan dan bagaimana seharusnya mereka bersikap.
Video bagaimana sejak kecil partner perempuan (laki-laki) tahu bagaimana memperlakukan perempuan dengan respek.
Dan tentu saja Perjuangan Kartini Masa Kini tidak hanya sebagaimana yang kita lihat dan kita bahas sebelumnya tadi. Dibutuhkan kepedulian, kepekaan untuk merasakan permasalahan dan tantangan baru lainnya di masyarakat, serta keberanian untuk mengemukakan pendapat (asertif) dan bertindak (pro aktif). Pada suatu kesempatan (sharing session) bulan April ini dengan pembicara wanita yang juga pelopor bisnis IT di Indonesia Shinta Dhanuwardoyo yang akrab dikenal Shinta Bubu (CEO & Founder Bubu), saya menanyakan apakah masih ada isu tentang gender equality yang dihadapinya sampai saat ini. Mengapa saya menanyakan hal itu, karena pada beberapa tahun silam sekitar tahun 90an di awal kebangkitan Teknologi Infomrasi (IT) dimana pelaku industri IT saat itu laki-laki sehingga bila ada CEO IT wanita mereka tidak percaya/kaget, sedikit meragukannya hal ini juga seperti yang dialami CEO Wanita Ping Fu saat itu (CEO Geomagic) yang diceritakan pada bukunya ‘Bend, Not Break: A Life in Two Worlds‘. Hal yang sama pernah dialami Shinta Bubu, namun pada awal-awal saja, selanjutnya perkembangannya yang cukup menggembirakan. Mengingat di beberapa negara lain kepemimpinan wanita (kesempatannya) di bisnis belum menunjukkan prospek yang cerah. Kita berbangga dengan capaian tersebut, namun terus berjuang, peduli dan peka pada ‘ketimpangan’, permasalahan baru yang terjadi. Omong-omong, saya baru mendapat data persentase enteprener wanita Indonesia dan ini bisa menjadi tantangan kita bersama, sebagaiamana yang dirilis
World Economic Forum seperti pada data grafis berikut ini:
Tantangan tidak lepas dari hidup, namun ada jalan. Bank Dunia pun melalui Presiden Bank Dunia bulan April ini baru saja meluncurkan dana bantuan pendidikan bagi perempuan. Ini merupakan salah satu cara untuk memberdayakan perempuan.
I am pleased to announce that we will invest $2.5B in education for girls. | #LetGirlsLearn https://t.co/3FY8qlV4wI pic.twitter.com/y9D9yns3DK
— Jim Yong Kim (@JimKim_WBG) April 13, 2016
Penutup
Emansipasiwanita tidak saja domain wanita, namun butuh peran serta pria entah itu sebagai mitra kerja, teman sekolah/kuliah, ayah/calon ayah atau suami/calon suami, yang berhubungan dengan perempuan/wanita. Kalau dulu jaman Kartini berjuang menghadapi tantangan pada masanya masing-masing, berjuaag melawan streotip pada masanya, Anda para wanita … juga menjadi Kartini Kartini Jaman Digital yang mempunyai peran yang tidak kalah strategisnya. Dulu Kartini maju didukung oleh Kartono sang kakak tercinta, maka pemuda kaum pria saat ini juga bisa menjadi Kartono Kartono Jaman Digital yang berbagi peran dalam kolaborasi bersama Kartini Kartini Jaman Digital.
Selamat Hari Kartini. Happy Kartini’s 137th Birthday
-End-
*Catatan Pinggir:
Kartini tidak saja dengan kemampuan pemikiran yang progresif, kritis dan lugas dalam menyingkapi ketidakadilan/persamaan hak dalam konteks emansipasi, lewat tulisannya yang dikumpulkan dari surat korespondesi dengan Rosa Abendanon dan Stella seperti yang bisa di baca pada buku Door Duisternis Tot Licht, yang dalan bahasa Indonesia terbitan edisi Armyn Pane (Penerbit Balai Pustaka) dan penerbit lainnya, Penerbit Narasi, terlihat bakat yang besar dalam literasi dari seorang Kartini, kalimatnya tidak saja indah, lugas serta sarat makna. Tidak heran Kartini juga ingin menjadi penulis yang diperhitungkan dalam dunia sastra sebagaimana yang diceritakan Kartini dalam surat pada Stella 11 Oktober 1901 (sumber : Buku Gelap Terang Hidup Kartini, Seri buku Tempo: Perempuan-Perempuan Perkasa, hal. 48). Selain itu, Kartini sebagaimana yang sudah dibahas sebelumnya diawal tulisan ini, kehidupan, talenta, kiprah dan kontribusi Kartini secara ringkas juga dapat dilihat lewat video (Trailler Documentary of KARTINI “Inspiring Woman” by Stefanus Andhika ) berikut:
*image credit: Google doodles kartini day 2016
Tentang Penulis : JM Zacharias ( @jmzacharias ) saat ini berprofesi sebagai business strategist, berkarir profesional dalam bidang produk, sales dan marketing lebih dari satu dekade. Pengalaman karir profesionalannya di berbagai industri meliputi retail, consumer electronic, teknnologi informasi dan telekomunikasi baik Business to Customer (B2C) maupun Business to Business (B2B). Dengan beragam pengalaman di perusahaan multinasional, nasional serta startup pada bidang teknologi, sales marketing dan manajemen serta iklim kerja lintas budaya antar bangsa dalam portofolio karirnya di kawasan Asia Pasifik dan Asia Tenggara turut memperkaya wawasan dan melebarkan preperspektif untuk terus belajar dan berbagi. Mengkomunikasikan ide dan strategi bisnis dilakukannya dalam bentuk artikel, pelatihan dan kegiatan konsultasi. Informasi detail dapat di lihat pada JMZacharias.Com Strategi Bisnis & Teknologi . Anda dapat mengubungi melalui tautan kami.
Perubahan, kata yang pada artikel saya terakhir ( Perubahan, Adaptasi dan Action di era Sharing Economy ) saya gunakan sebagai kata kunci dari hingar bingarnya lanskap industri digital termasuk di Indonesia. Bahkan pada dua hari belakangan ini, saya mengukuti beberapa sharing session yang diisi oleh orang-orang yang berkompeten di bidangnya dan tentu beri pencerahan juga menyinggung tentang perubahan, perubahan pada lansekap bisnis akhir-akhir ini yang berkaitan dengan teknologi digital.
Tidak terpikir sebelumnya untuk kemudian muncul ide untuk mengelaborasi poin-poin pencerahan tersebut dalam artikel ini. Namun, karena setelah saya berpikir poin-poin penting empat tokoh tersebut meski dari sharing session yang berbeda, namun masih mempunyai benang merah yang sama dan dapat dielaborasi menjadi informasi yang bermanfaat. Tugas saya di sini hanyalah membuat aliran pemikiran dari empat tokoh di atas, dengan gaya bahasa bercerita disertai juga sedikit tambahan bahasan saya agar dapat menyambung simpul-simpul pemikiran ke empat tokoh tersebut agar rekaman pemikiran dalam artikel ini mengalir smooth dibaca, sebagaimana yang biasa saya lakukan dalam meringkas pemikiran pencerahan dari berbagai sharing session dalam bentuk artikel kompilasi sharing session tersebut.
Perubahan
Handry Satriago (CEO General Electic Indonesia) membuka sesi Kuliah Umum Paramadina Graduate School (Kamis malam, 7 April 2016) dengan pemaparan tentang revolusi yang terjadi dunia bisnis. Paradigma bisnis pun berubah, seperti paradigma yang umum sebelum tahun 2000 seperti ‘don’t touch anything you can’t control‘ berubah drastis menjadi bisnis yang berubah cepat dengan ketidakpastian tinggi/tidak terkontrol (almost can’t be controlled). Parameternya salah satunya dapat dilihat The Fortune 500 (500 perusahaan rangking atas) dimana perusahaan digital Alphabet, Amazon, Apple dll secara signifikan ada pada The Fortune 500 saat ini jika dibandingkan dengan kurun waktu dekade silam.
Bicara the Fortune 500 ini, saya jadi ingat pemuda belasan tahun William ‘Bill’ Gates yang mengatakan dengan yakin pada teman sekolahnya (SMA) Paul Allen saat itu, bahwa dia yakin akan buat perusahaan kelak, yang akan masuk ke Fortune 500, sambil menunjukkan majalah langganan orang tuanya yang berisi daftar Fortune 500 kala itu (sumber: Buku Otobografi Paul Allen, Idea Man). Dan pada akhirnya beberapa tahun berlalu, tercapai sudah tekad dan salah satu cita-cita Bill Gates membawa startup nya Microsoft bersama cofounder Paul Allendan, Microsoft masuk Fortune 500.
Kembali pada pemaparan Handry Satriago, perubahan itu sudah terjadi sejak sebelum reveolusi industri sekalipun, dimana saat tenaga manusia digantikan dengan kendaraan dengan tenaga hewan dalam hal ini kuda. Perubahan ini membawa konsekuensi mengeliminasi tenaga non-skil (unskilled labor). Disusul perubahan paradigma saat revolusi industri Hendry Ford mendorong produksi massal sebagaimana yang kita kenal sebagai cikal bakal industri manufaktur saat ini, sampai terakhir era digital yang menawarkan efisiensi pada semua aspek termasuk model bisnis baru. Dan menurut saya, perubahan dengan adanya bisnis yang didorong dengan digitalisasi, membuat peran industri manufaktur yang dulu menjadi sentra dalam pengadaan produk, mulai mencari keseimbangan baru dengan hadirnya model bisnis kustomisasi produk, salah satu contoh dengan 3D Printing dengan 3D Printer yang terjangkau dengan kemampuan teknologi dalam presisi, ketersedian bahan sampai pada kekuatan bahan (saya coba tampilkan seperti apa penerapannya dalam demo Portable 3D Printing di bawah ini). Bahkan Handry Satriago menambahkan bahwa industri manufaktur juga sekarang giat dalam 3D Printing ini, salah satunya ambisi salah satu pabrikan ford untuk mencetak bodi mobil dengan teknologi 3D Printing.
8of15 Portable 3D Printer, memungkinkan siapapun yg punya kemampuan mendesain 3 Dimensi serta mencetak produk 3D:https://t.co/jINjP4wplY
— JM Zacharias BizStra (@jmzacharias) December 31, 2015
Perubahan arah dan paradigma bisnis, menurut Handry Satriargo harus diikuti pada perubahan (penyesuaian) pada sisi leadership (manajemen kepemimpinan) dalam hal ini kepemipinan dalam organisasi, dimana perusahaan bisnis merupakan entitas organisasi. Handry Satriago menekankan aspek fleksibilitas dan adatif pada kepemimpinan dan manajemen organisasi termasuk struktur organisasi, merupakan kunci dalam menghadapi perubahan.
Shinta Dhanuwardoyo (CEO & founder bubu) pada lain kesempatan, sharing session CMOChat Binus Business School (Rabu, 6 April 2016), juga menyinggung bahwa pada perubahan yang begitu cepat, bahkan ada startup yang struktur organisasinya bersifat dinamis (dimaksudkan agar fleksibel mencari bentuk dan juga dalam menghadapi perubahan). Pembahasan di atas, singkatnya perubahan dalam lanskap bisnis, juga mempengaruhi perubahan pada aspek lain.
StartUp & Ketidakpastian
Kalau mengambil terminologi dari penggagas metoda Lean Startup, Eric Ries suatu perusahaan/organisasi yang masuk dalam klasifikasi startup jika perjalanan perusahaanya masih dalam tahap serba ketidakpastian. Startup ini bermula dan banyak bermunculan setelah itu berkat platform era digital komputerisasi/perangkat elektronik dan mendapat dorongan daya ungkit yang luar biasa saat era Internet. Saya coba merunut kembali pada sejarahnya, dimana perusahaan berbasis digital yang besar saat ini, awal mulanya juga meruapakan startup yang besar seperti contohnya dimulai dari generasi 1st wave duo Steve Jobs & Steve Wozniak (perangkat komputer Apple) , Bill Gates & Paul Allen (aplikasi perangkat lunak Microsoft), juga Andy Grove, Robert Noyce dan Gordon Moore (komponen prosesor Intel) generasi revolusioner personal computer). Generasi 2nd Wave ini pada tahun 1990-an yang didominasi kalangan Silicon Valey dirintis sejak tahun 50an, saat itu (tahun 1990an) Jerry Yang & David Filo (Yahoo, Search Egine), Evan Williams (pencipta Blog, Blogger.com sebelum diakusisi Google menjadi Blogspot dan juga cofounder microblog Twitter), Sergey Brin & Larry Page (Google, Search Engine), Jeff Bezos (Amazon, ecommerce) dll. Kemudian dilanjutkan dengan berbagai penyempurnaan dalam layanan yang sejenis maupun inovasi layanan serta model bisnis baru seperti munculnya jasa pembayaran online Pay Pal yang didirikan oleh 9 pendekar yg dikenal dgn ‘Paypal Mafia‘ yang setelah dibeli eBay alumninya menyebar dengan inovasi baru mereka lainnya seperti Ellon Musk (Tesla, SpaceX & Solar Cell?, Reid Hofman (LinkedIN, Venture Capital/VC), Jawed Karim (Youtube sebelum diakusisi Google) Pieter Thiel (VC/investor yg jg sbg pemodal FaceBook); inovasi layanan lain seperti Facebook (media sosial, Mark Zuckerberg), Jan Koum (WhatsApp, ), serta inovasi lainnya (crowdsourching berupa layanan sharing penginapan (AirBnB) & transportasi (Uber) yang sedang marak di sharing economy ini), SalesForce (layanan cloud) dan masih banyak lagi. (Sumber Artikel JM Zacharias Spirit Entrepreneur-StartUp dan Inovasi di Jaman Digital.
Bagaimana StartUp Indonesia Memandang Dirinya Sendiri
Sebelum kita bicara lebih jauh startup dengan pemangku kepentingan/stake holder lainnya. Ada baiknya kita menilik bagaimana startup Indonesia memandang dirinya sendiri. Dalam hal ini saya tidak mencoba mengeneralisasikan, namun menilik pada salah satu startup yang sedang naik daun dan saya pernah mengikuti sharing session CEO dan founder Tokopedia William Tanuwijaya pada CMOChat Binus Business School. Menarik melihat pemaparan William Tanuwijaya dalam memandang Tokopedia sebagai perusahaan internet (berbasis internet) bukan ecommerce! William Tanuwijaya memposisikan Internet sebagai platform bisnis Tokopedia. Saya mencoba menarik pandangan tersebut dengan kondisi Tokopedia saat ini dalam bentuk eCommerce, dan menurut saya berdasarkan pandangan sang CEO Tokopedia di atas, bisa saja dalam perkembangannya ke depan dalam bentuk/bidang lain selain ecommerce. Who knows?
Saya sangat setuju dengan pandangan tersebut, meski saat ini eCommerce, market place, media sosial sedang booming, namun kita jangan terjebak dari silaunya (gemerlapnya) layanan tersebut. Artinya saat ini atau ke depan jangan jadi Me Too atau bagian copy cat dari layanan booming itu saat ini. Kita perlu menggali peran Internet sebagi platform yang memberi daya ungkit bagi produktifitas, bisnis, pemberdayaan. Seperti saat ini, saya menulis draft artikel ini dengan ponsel saya yg terhubung internet di tengah macet lalu-lintas jam pulang kantor sekitar Slipi menuju Sudirman Jakarta.
Funding dan Pitching
Peran dan proses tumbuh kembangnya startup bukan menjadi perhatian entrepreneur saja, namun pemangku kepentingan lainnya seperti pemberi pinjaman (venture capital) serta juga pemerintah baik dari sisi insentif kebijakan maupun mendorong tumbuh kembangnya startup menjadi pilar eknomi bangsa, dalam hal ini dalam perannya sebagai penyedia lapangan kerja dan pada akhirnya kesuksesannya juga dalam bentuk partispasinya dalam menjadi pembayar pajak yang potensial.
Sandiaga Uno memaparkan pada session sharing CMOChat Bisnus Business School (Rabu, 6 April 2016) bahwa di kalangan pengusaha nasional pun menaruh perhatin UMKM dalam bentuk startup digital ini apalagi potensi digital di tanah air potensinya besar sekali (huge!). Pada kesempatan itu saya sempat menanyakan langsung pada Sandiaga Uno berkaitan banyaknya funding yang masuk dari venture capital luar negeri dan dalam negeri hanya mengarah pada startup sektor yang booming saat ini seperti e-commerce & layanan transportas berbasis aplikasi, yang semuanya terkonsentrasi di Pulau Jawa dalam hal ini sebagian besar di Ibukota Jakarta, bagaimana roadmap dari venture capital dalam negeri untuk membantu pemberdayaan startup di luar Jawa dengan menggali karekteritik dari keunggulan sosio dan demografinya. Sandiaga Uno pun menjawab meski belum banyak venture capital dalam negeri yang juga memfokuskan (memprioritaskan) pemberdayaan startup yang lebih merata meliputi kota-kota di Indonesia, namun sudah ada funding yang menyasar daerah-daerah tertentu di luar pulau Jawa.
Shinta Dhanuwardoyo yang juga punya pengalaman dalam peran venture capital, juga keliling Indonesia untuk melakukan mentorship (pembimbingan) bagi entrepreneur dan calon entreprenuer serta aktif dalam memberi funding dan juga sebagai jembatan komunikasi dan inisiasi dengan beberapa program inisiatif funding dengan luar negari. Ada beberapa perhatian yang penting bagi startup seperti dalam proses pitching pada angel investor (VC), Shinta Dhanuwardoyo menekankan founder startup tidak saja harus memaparkan strong product, namun juga strong team termasuk di dalamnya strong passsion dan juga being authentic, berikut siapa dan bagaimana profil partner founder seperti Chief Technology Officer, yang memegang peranan penting dibalik layar infrastruktur dan operasional bisnis digital. Pada kesempatan yang sama Sandiaga Uno menambahkan baginya setelah memperhatikan produk, model bisnis, strategi monetization-nya, mengevaluasi bagaimana startup tersebut dapat menunjukkan dampak posisitf (impact) dari bisnis mereka, itu sangat kritikal sebagai faktor dalam penentuan startup mendapatkan funding. Saya sertakan contoh video pitching di Inggris (contoh produk inovatif waterbuoy) yang dikemas dalam program tv Dragon’s Den BBC.
Salah contoh pitching di Inggris yang dikemas dalam program tv Dragon’s Den BBC.
Problema Entrepreneur
Selama pada tahap startup ketidakpastian dalam hal ini masalah menjadi bagian dari perjalanan dari startup, Sandiaga Uno mencatat ada tiga permasalahan yag kerap dihadapi startup [1]. Akses ke market. [2]. Akses ke Funding seperti Kredit Usaha Rakyat (KUR) dll. dan [3]. Akses pengembangan SDM seperti pelatihan dll.
Setelah membahas startup, entreprenuership (beserta stake holder lainnya) dan revolusi digital, pada akhirnya yang utama adalah man behind the gun. Faktor manusianya, kesiapan sumber daya manusianya. Saya mencatat pada sharing session tersebut (CMOChat Bisnus Business School, Rabu, 6 April 2016) ada penanya yang juga memaparkan bahwa institusi pendidikan juga telah melakukan pendidikan entrepreneurship, namun begitu lulus lulusan tersebut diterima di perusahaan besar, spirit untuk memulai entrepreneurship nya pun sirna. Shinta Dhanuwardoyo menjawab berdasarkan pengalamannya bahwa pelatihan entrepreneurship itu juga harus juga menyentuh pola pikir. Saya setuju sekali! Ya, karena saya juga mengalaminya. Masih ingat di benak saya, saat pertama kali mahasiswa baru (16 tahun lalu) mendapat briefing pertama kali oleh Prof. Soedjana Sapi’ie (Guru Besar Teknik Elektro ITB), beliau mengatakan bahwa program ini juga akan melatih dan mencetak entrepreneur setelah lulus. Setelah lulus mungkin tidak semua langsung jadi entrepreneur, namun berjalannya waktu kemudian ada juga yang terjun menjadi entrepreneur.
Pendidikan entrepreneur tidak serta merta mencetak entrepreneur dalam waktu singkat, butuh proses bergantung masing-masing individu. Pendidikan entrepreneur itu sampai kapan pun akan berguna (tidak sia-sia). Mengapa? Manuasia dianugrahi kemampuan beradaptasi pada perubahan, pada ketidakpastian dan pada saat itulah momentum manusia berjuang, dan pendidikan/pengalaman entrepreneurship menjadi modal yang sangat membantu pada waktunya. Percayalah!
*Jika Anda tertarik membaca artikel kompilasi pemikiran dari berbagai sharing session lainnya, silakan mengakses tautan artikel kompilasi sharing session .
image credit: zirconicusso-freedigitalphotos.net
Tentang Penulis : JM Zacharias ( @jmzacharias ) saat ini berprofesi sebagai business strategist, berkarir profesional dalam bidang produk, sales dan marketing lebih dari satu dekade. Pengalaman karir profesionalannya di berbagai industri meliputi retail, consumer electronic, teknnologi informasi dan telekomunikasi baik Business to Customer (B2C) maupun Business to Business (B2B). Dengan beragam pengalaman di perusahaan multinasional, nasional serta startup pada bidang teknologi, sales marketing dan manajemen serta iklim kerja lintas budaya antar bangsa dalam portofolio karirnya di kawasan Asia Pasifik dan Asia Tenggara turut memperkaya wawasan dan melebarkan preperspektif untuk terus belajar dan berbagi. Mengkomunikasikan ide dan strategi bisnis dilakukannya dalam bentuk artikel, pelatihan dan kegiatan konsultasi. Informasi detail dapat di lihat pada JMZacharias.Com Strategi Bisnis & Teknologi . Anda dapat mengubungi melalui tautan kami.