Category Archive Sharing Session

Byjmzachariascom

Tren Teknologi Informasi dan Peluang Bisnis Tahun 2017

Perkembangan Teknologi Informasi penunjang bisnis sekaligus peluang bisnis di tahun 2017 sudah banyak dibahas di beberapa diskusi, forum atau pun artikel bisnis internasional dalam bulan terakhir sebelum berakhirnya tahun 2016. Memang tidak terlalu berbeda dengan dengan tren teknologi informasi di tahun 2016, mengingat tren teknologi baru tersebut masih dalam tahap awal implementasi (lihat artikel JM Zacharias 2016 ‘Tren Teknologi Informasi dan Peluang Bisnis Tahun 2016‘, namun yang menjadi penekanannya di tahun 2017 adanya waktu kesiapan infrastruktur yang dapat mengkolaborasikan beberapa tren tersebut yang dapat di-kustomisasi dalam menyelesaikan permasalahan sekaligus pencapaian tujuan (goal) bisnis. Memang dari beberapa tren teknologi yang sudah dimulai sebelumnya, namun ada penekanan pada tren 2017 pada Artificial Intellegence (AI), Analytics, Internet of Things (IoT) dan Big Data.

Dalam penulisan tren teknologi dan peluang bisnis tahun 2017, saya akan lebih menguraikan bagaimana tren-tren tersebut dapat dikolaborasikan berdasarkan value dari masing-masing teknologi dilengkapi dengan contoh penerapannya. Kita mulai dari sisi hulu sampai hilir, atau bisa dianologikan dibahas dalam bentuk tahapan-tahapan dari komputasi seperti I/O (InputProcessingOutPut) dalam skala besar. Untuk mempermudah, bisa diambil contoh implementasi dari tren-tren teknologi dalam skala yang besar agar mudah kita gunakan penerapannya dalam industri asuransi mobil. Penarapan dari teknologi di atas dapat membantu perusahaan asuransi mobil untuk dapat memantau dan memprediksi beberapa data yang diperoleh lewat alat pintar yang dipasang pada mobil (IoT). Data ini yang dibutuhkan dalam proses pengambilan keputusan untuk evaluasi pemberian asuransi ke depan. Mari kita break-down bagaimana tren-tren teknologi di atas dapat digunakan untuk membantu dalam lintas industri di masa mendatang, dimulai dari hilir ke hulu.

Internet of Things (IoT)

Alat-alat dalam kemasan kecil pun membuat IoT yang mempunyai kemampuan melakukan sensoring (menerima input), melakukan processing serta mengirimkan output merupakan perangkat yang ringkas sekaligus pintar mulai diimplementasikan dalam berbagai bidang baik dari sisi tracking (yang digunakan dalam tranportasi, alarm dan sensor (yang biasa digunakan untuk tujuan keamanan baik di perumahan, kantor atau kendaraan), measuring dan data statistik (untuk keperluan kesehatan, transportasi), remote machine (komunikasi untuk kendali dan monitor mesin, dan akses informasi dari jarak jauh yang bisa digunakan untuk monitor jaringan listrik, gas, rumah tangga dll dari jarak jauh, pelaporan stok vending machine seperti minuman secara real time. Seperti video berikut ini yang menunjukkan solusi komprehensif teknologi IoT mulai di rumah tangga, kendaraan dan kantor, tempat umum dll.

Big Data

Big Data merupakan teknologi yang memungkinkan mengumpulkan serta mengolah berbagai data dalam jumlah besar sekaligus. Kemampuannya menunjukkan perkembangan yang menggembirakan dalam mengumpulkan , memilah dan memilih (grouping dan filtering) sampai kehandalannya dalam memproses dan menyajikannya dalam sistem yang komprehensif dalam mendukung kegiatan operasional dan pengambilan keputusan secara cepat. Big Data yang dikirimkan dari alat-alat di lapangan termasuk dari perangkat IoT, merupakan data input, yang kemudian dipilah dan dipilih berdasarkan tujuan dari pengolahan data. Singkatnya Big Data menjadi teknologi terdepan dalam mengintegrasikan berbagai sumber data yang ada.

Masih terkait dengan implementasi teknologi Big Data ini seperti contoh pada industri asuransi, berbadai sumber data yang bisa diintegrasikan berkat teknologi Big Data seperti data kendaraan yang ada di database satuan lalu lintas , data kondisi kendaraan saat jalan (dimonitor dan dikirim via alat IoT yang dipasang di mobil), data diri pemegang polis asuransi yang ada di database perusahaan asuransi. Tentunya semakin lengkap data-data yang terkait dan dibutuhkan dalam pengambilan eputusan seperti evaluasi saat muncul klaim asuransi kecelakaan atau evaluasi perpanjangan asuransi. Parameter data yang penting yang bisa digunakan untuk evaluasi asuransi di masa mendatang seperti rekamanan pola berkendaraan, seperti kecepatan, percepatan/perlambatan (perubahan kecepatan mobil dalam satuan waktu (detik atau menit), termasuk dari data sensoring terhadap suhu mesin, data jarak antar mobil dalam kecepatan tinggi yg sangat beresiko sepert ini. Implementasi ini, selain sangat bermanfaat sebagaiamana contoh di atas untuk keperluan asuransi, tentu bisa diguna pada lingkup bisnis lain seperti pada industri perbankan kartu kredit dalam menganalisa transaksi dan rekam jejak transaksi serta pembayaran nasabah. Di sisi lain Big Data dapat diimplementasikan pada lintas industri seperti contoh video berikut ini Big Data pada industri retail yang meningkatkan tingkat customer experience (tingkat pengalaman pelanggan)

Analytics dan Artificial Intelligence (AI)

Setelah sisi input data dapat dibantu dengan teknologi IoT dan Big Data, tahapan penting berikutnya adalah teknologinya analytics-nya. Jika sebelumnya untuk analisa data, campur tangan manusia dalam analisa cukup besar. Namun seiring dengan digitalisasi di segala aspek, untuk analisa pun dapat dilakukan dengan aplikasi Analytics dengan keunggulan dalam analisa banyak data (dalam jumlah besar sekalipun) serta diproses dalam jangka waktu singkat, serta autonomous (bekerja otomotasi tanpa campur tangan manusia). Selain keunggulan analytics dari sisi analisa berdasarkan data yang ada, dilengkapi juga dengan teknologi Artificial Intelligence.

Artificial Intelligence, yang merupakan teknologi berbasis kecerdasan buatan yang dikembangkan mengadopsi metode kecerdasan otak manusia yang mampu melakukan prediksi untuk hal-hal yang kemungkinan terjadi. Kemampuan otak kita akan semakin meningkat seiring semakin banyak input baru yang masuk ke otak kemudian saling berkorelasi dengan input relevan sebelumnya. Semakin intensif otak bekerja, semakin kompleks hal yang bisa dipecahkan otak, semakin meningkat kemampuan otak. Hal ini juga berlaku pada Artificial Intelligence, apalagi teknologi IoT, Big Data, Analytics memberikan data input AI semakin maju dan komprehensif.Masih sehubungan contoh solusi pada industri asuransi, penerapan Artificial Intelligence dengan bantuan data input dari IoT, Analytics, Big Data sehingga memungkian Artificial Intelligence untuk memprediksi pola berkendara, pola klaim kecelakaan, transaksi pembayaran di mendatang.

Melihat perkembangannya Artificial Intelligence dan dampak yang ditimbulkannya, menarik mencermati adanya kekekhawatiran Artificial Intelligence mengambil porsi white chollar worker (pekerja krah putih) seperti berita yang cukup mengangetkan di awal 2017, ada lebih dari 30 karyawan sebuah perusahaan asuransi di Jepang di-PHK dan perannya digantikan oleh Artificial Inteligence analis keuangan dsb.

Pada dekade sebelumnya fungsi otomasi robot lah yang ‘menggantikan’ peran operator pabrik AI ambil alih porsi blue collar (pekerja’krah’biru) di pabrik dgn otomasi robot. Kembali pada kekhawatiran Artificial Intelligence mengambil alih peran kaum pekerja profesional (pekerja kantor) seperti analis dll juga contoh sebelumnya di atas. Bagi saya, kita perlu melihat dalam perspektif yang lebih luas yakni Artificial Intelligence dengan kemampuannya menyelesaikan masalah komplek dalam waktu lebih singkat, itu didukung dengan hal atau data teknis, dalam hal ini yg terkait dengan data-data yang diperlukan sebagai input saja, kemudian diproses, berprikir, memprediksi pola, gejala, tren yang bisa membantu dalam memberi pandangan masa depan (insight) terkait juga permasalahan-permasalahannya.

Namun penerapannya, tidak serta merta 100 persen bisa diterapkan dan menggantikan peran manusia (otak manusia). Terlebih jika kita melihat dalam penerapannya untuk mengikutsertakan intuisi yang berkaitan dengan hal yang sangat dipengaruhi oleh subyektifitas misal segala sesuatu berkaitan dengan pengalaman dan nilai-nilai kultur yang beragam berikut dengan latar belakang yang berbeda-beda, latar belakang pendidikan yg menjadi latar belakang pendekatan intuisinya. Misal dalam rekrutmen tidak melulu berkiatan teknis, namun aspek intuisi rekcuiter juga mainkan perannan penting. Intuisi makin diasah karena jam terbang/pengalaman seseorang hadapi atau memimpin berbagai latar belakang anak buah dsb. Dimana subyektifitas atau kadar bobot intuitas masing2x orang berbeda (tidak seragam, setiap manusia alias beragam lain hal nya dengan mesin atau robot).Berikut ini video contoh lain penerapan Artificial Inteligence pada gerai tanpa kasir Amazon Go

Teknologi Lain

Teknologi lain yang meski tidak benar-benar baru namun implementasinya terus berkembang untuk diadopsi terutama dalam bisnis di tahah air seperti:

Cloud Computing
Cloud Computing memberi opsi baru model bisnis dalam memanfaatkan aplikasi/perangkat lunak dalam bentuk penyewaan suatu layanan (service) tanpa harus memasukannya komponen biaya dalam struktur biaya modal (capex). Yang artinya kita tidak perlu memiliki peralatan atau aplikasi yang secara fisik harus tersedia di kantor, sepanjang dapat menggunakannya dalam bentuk menyewa layanan cloud computing dalam jaringan dengan penyedia jasa. Dengan kemajuan teknologi ini memungkinkan implementasinya mendukung berkembangknya model bisnis era Sharing Economy.

3D Printing
Khusus untuk cetak 3 dimensi ini, adopsi teknologi perangkat cetak 3 dimensi (portable 3D-printer) mulai masuk di Indonesia sejak tahun 2016. Jika mesin uap yang menjadi motor revolusi industri untuk menghasikan produk massal, saya mengilustrasikan peran Portable 3D Printer ini menjadi motor revolusi industri kustomisasi yang dapat dilaksanakan siapa saja dengan pemodalan tidak sebesar modal pabrik seperti pengadaan mesin. Dalam implementasinya bisa dalam bermacam tujauan, mulai dari menghasilkan produk dalam bentuk cetakan 3 D, serta juga telah menjadi solusi astronot diluar angkasa saat membutuhkan perkakas dengan printer di stasiun ruang angkasa dengan bantuan contoh model alat yang tersedia di bumi. Contoh lainnya desain kue (cake) dalam bentuk yang rumit sekalipun yang dihasikan tanpa batasan jumlah minimum dengan portable 3D printer. Hal ini lah yang membuka pintu berkembangnya bisnis kustomisasi cetak 3 dimensi ini dalam jumlah satu-an sekalipun. Sebuah lompatan besar, setelah satu abad kejayaan revolusi industri dengan keterbatasan kustomisasi serta jumlah produk pun harus diproduksi secara massal untuk mencapai efisiensi keekonomiaannya. Berikut contoh 3D Printing yang mampu mengerjakan prototipe replika manusia dalam bentuk icon figure

Augmented Reality
Teknologi Augmented Reality yang merupakan terobosan dibanding pendahulunya Virtual Reality, dimana tidak saja menghasilkan pandangan 3 Dimensi, namun juga menyediakan data visual yang lebih terintigrasikan. Adaopsi teknologi ini dapat dimanfaatkan seperti visual guide (tourism), visual training termasuk pada industri hiburan dsb seperti yang bisa kita lihat pada video di bawah ini

Biometric
Biometric telah lama dikenal sebagai indentitas yang unik dari manusia seperti retina mata, finger print, suara, bentuk wajah. Pemanfaatanya sebelumnya hanya untuk pencocokan indentitas pelaku kejahatan atau korban kecelakaan dengan identitas elektronik finger print yang tersimpan di basis data (database). Namun dalam perkembangannya implementasi dapat dimanfaatkan pada identifikasi wajah (face recognition) diantara kerumunan massa, dan juga indentifikasi customer saat masuk ke toko retail yang terhubung dengan database yang menampilkan preferensi belanja customer tersebut sehingga bisa cepat dibantu berkaitan preferensi belanjanya sebagaimana yang ditunjukan pada video di bawah ini

Konversi Energi
Isu lingkungan terus menjadi isu sentral ditengah bumi terus hadapai perusakan hutan, penggunaan energi tidak ramah lingkungan. Penggunaan daur ulang menjadi bahan produk merupakan solusi yang telah lama dan menjadi penggerak bisnis. Di lain pihak bisnis yang meletakan platform operasional bisnisnya yang mendukung ramah lingkungan yang sedang in dan terus berkembang berkaitan dengan segala hal dari lini bisnis yang menghadirkan solusi lingkungan. Salah satunya mengurangi penggunaan energi tak terbarukan dengan energi terbarukan (Renewable Energy) dengan menghasilkan bisnis yang menghasilkan solusi penyuplai listrik dengan energi matahari, energi angin, geothermal. Namun jika ini sudah lazim untuk solusi dalam jumlah energi skalan besar (customer besar). Pada tahun 2017, solusi penyedian energi terbarukan ini menyasar pelanggan skala kecil (rumah tangga/perorangan) dengan model bisnis power grid untuk perumahan seperti terlihat pada video bawah ini.

Mobil listrik dan Mobil Tanpa Pengemudi (Driverless Car)
Kalau pada dekade sebelumnya robot sebagai perangkat serba otomatis membantu dan juga ‘mengganti’ sumber daya manusia di beberapa jalur produksi industri manufaktur. Kemudian diikuti anjungan mandiri (tanpa awak) yang melayani konsumen seperti ATM, Anjungan Mandiri untuk menjual produk seperti minuman dalam kemasan (Vending Machine), kemudian pada tahun-tahun mendatang akan terus diramiakan kesiapan teknologi dan infrastruktur dari mobil listrik dan juga mobil tanpa pengemudi. Tesla mempelopori mobil listrik dan terus memimpin era mobil listrik, dimana sebelumya Toyota telah meluncurkan mobil hybrid sebagai jembatan menmuju ke transportasi masal berbasis energi listrik.

Google dan beberapa vendor mobil baik Tesla, Mercedes, Honda, Hyundai bahkan Aple, Uber dan Baidu pun turut serta menggarap mobil tanpa pengemudi yang terus diujicoba dan masih belum menunjukkan titik cerah sebagai solusi kendaraan masal masa depan. Namun setidaknya pengembangan kendaraan tanpa pengemudi massal ini tetap berrguna dalam pemanfaatan operasional pada medan yang khusus, berbahaya, jauh atau sulit dijangkau manusia serta seperti bandara, di daerah perang (penjinak ranjau, combat vehicle, alat pendeteksi dan penjinak ranjau), kenderaan misi di planet Mars dll. Berikut ini contoh gambaran uji coba mobil tanpa pengemudi dengan penjelasan proses kerjanya

Kembali melihat tren perkembangan teknologi yang membantu bisnis berikut peluang-peluangnya, kita juga harus melihat ada dua hal yang kadang tidak terlalu diperhatikan oleh pelaku bisnis baik provider dan consumernya seperti:

Pertama, perkembangan alat pembayaran dan yang tidak kalah pentingnya faktor security transaksi bisnis dalam arti yang lebih luas. Jika bicara bisnis tidak lepas dari alat pembayaran, dimana di saat perkembangan pesat teknologi problemnya solusi pembayaran tidak dalam satu protokol … alat pembayaran online terus dikembangkan ke dalam beragam opsi alat pembayaran online, mulainya agak lebih dalam satu platform yang diterima luas seperti PayPal, BitCoin namun kemudian ekositem eCommerce pun kembangkan alat pembayaran khusus yang menyatu dengan platform yang ada seperti Apple Pay, Ali Pay dll.

Kedua yang menjadi konsern adalah keamanan dalam bertransaksi. Dalam hal ini pertumbuhan transaksi bisnis pribadi akhir-akhir ini. Tidak pelak, perhatian ini berkaitan dengan keamanan bertransaksi beserta ekses yang dapat ditimbulkan pun bisa menjadi domain bisnis security yang sebelumnya menjadi domain klien enterprise untuk kemudian menawarkan peluang klien pribadi yang concern dengan keamanan dalam bertransaksi seperti figur publik dll, yang bisa menjadi peluang bisnis seperti bisnis konsultasi dan jasa dukungan sekuriti online.

Dengan melihat perkembangan teknologi di tahun 2017 dengan cermat diharapkan membantu dalam melihat potensi teknologi masa depan tersebut dalam kaitannya untuk menunjang bisnis atau bahkan memulai unit bisnis baru dengan opsi-opsi teknologi yang tepat.

*image credit: zirconicusso,freedigitalphotos.net

Tentang Penulis : JM Zacharias ( @jmzacharias ) saat ini berprofesi sebagai business strategist, berkarir profesional dalam bidang produk, sales dan marketing lebih dari satu dekade. Pengalaman karir profesionalannya di berbagai industri meliputi retail, consumer electronic, teknnologi informasi dan telekomunikasi baik Business to Customer (B2C) maupun Business to Business (B2B). Dengan beragam pengalaman di perusahaan multinasional, nasional serta startup pada bidang teknologi, sales marketing dan manajemen serta iklim kerja lintas budaya antar bangsa dalam portofolio karirnya di kawasan Asia Pasifik dan Asia Tenggara turut memperkaya wawasan dan melebarkan preperspektif untuk terus belajar dan berbagi. Mengkomunikasikan ide dan strategi bisnis dilakukannya dalam bentuk artikel, pelatihan dan kegiatan konsultasi. Informasi detail dapat di lihat pada JMZacharias.Com Strategi Bisnis & Teknologi . Anda dapat mengubungi melalui tautan kami.

Byjmzachariascom

One More Thing … MacWorld and Apple Live Event !

Being a sort of convention, the beginning of September marked as such official event of Apple latest products . Talk about the event and Apple products,it can’t be separated from the figure of Steve Jobs. Both of Apple product innovations and also Jobs communication style that has wowed at every annual event MacWorld. All the movements of Jobs body language or objects used during has meaning as well as strengthening message. Still remember about how Steve Jobs how use a small pocket of his trousers (his blue jeans) to show iPod Nano (describing how small, handy and put even small and tight kantung celana).


“This the new iPod Nano. It’s breathtaking. You wouldn’t believe it, until you hold it in your hands!” Job said (2005).

And also use a large brown envelope while removing MacBook Air to show how thin the product. Not only the product innovation, good communication to convince people. But how Steve Jobs played his role to lead the whole process in good harmony and best delivery in that event.


“This is it! This is the new MacBook Air. And you get a feel how thin it is!” Jobs said. (MacWorld 2008)

After the death of Jobs, as Apple’s latest product announcement event in 2014 been held, my attention was directed to the company under Tim Cook’s leadership.
As Steve Jobs present at MacWorld with suprise, surprise and his mantara One More Thing. The event 2014 didn’t give memorable surprised eventhough relesead with Apple Watch and its feature. Not bad, the special credit at that event the first ever covered a fairly revolutionary at that time, Live Twitter!
While waiting for this big event in September 7th 2016 will be held in couple hours, I attach previous my article related the coverage Apple event (September 2014) and translated in english as below

The event held on Tuesday, September 9th 2014 Pacific Time, I wait for the update big event of Apple product launch via twitter, online media and occasionally through international cable tv network. While the update tweet by tweet including from twit Dick Costolo CEO Twitter informing live tweet. during this event

TwitterCostolo_Apple_live

Around Flint Center Cupertino area since dawn some members of the media (journalist, tv crew ) have been ready. Then proceed with some tweet with photos of the attendees on venue and seats almost full. And this finger ready to hit the refresh button to see the latest update. While waiting, the phone leaned on couch, then looking forward the tv news update.

 906 934 Apple Live Sep9th 2014

Phone screen display changes automatically show last tweet with blue dots marked in the top left corner complete with figures showing the number tweet who has not seen yet. Immediately, attention focused on the mobile screen, looks like being there (in Flint Center) keeping attention the presentation of Tim Cook and his team of presenters, and live tweet from one of attendee the BBC journalist Stephen Fry.

1129 1134 Apple Live Sep9th 2014

1205 Apple Live Sep9th 2014

By this new breakthrough, anyone from anywhere connected to the internet can watching this event. Also new buzz is definitely a wow effect during the event, strengthen customer engagement and channelling of Apple products customer and else following Apple’s new product information and at the end enlarge possibility to hard-selling.

One year before this event, for iPhone 5S and iPhone 5C, I wrote article highlighted the iPhone 5C that predicted accessing to the youth segment by offering complete with colorful casing. The important question, whether the effectiveness of strategy to enter low cost market. It’s quite interesting to be observed from that Apple event, comparing what Steve Jobs’s done that always giving some sorts of product or innovation feature with wow effect each MacWorld event. This Apple event last year also has nothing special (no wow moment) so far just innovative approach of iPhone 5C’s casing colors that can be replaced offered by Apple right after Steve Jobs’s death.

Through the communication style definitely different comparing with Steve Jobs’s style, Tim Cook has to do more efforts to make keep the center of attention of tech product innovation still around Apple family products and him as CEO Apple. The challenges become stronger from his rivals such Jeff Bezos with his style stunningly announced Amazon Fire Phone or the ‘Apple of the East’ phone Xiaomi with its CEO Lei Jun’s who indeed an admirer of Steve Jobs and shown in style when presentationing.
Tim Cook and his staff released product not without great surprised [probably because of previous news mainly already covering the trend wearable] but revolutionary step on features and technology to give competitive leaps compared to other competitors.

1208 1210 Apple Live Sep9th 2014

It supported with Apple products positioning that optimizes flexibility in making a breakthrough with the premium iPhone price ceilings which are not many competitors focus only in this segment.

By putting advanced features, systems with high quality of the application and prime quality material as smartphone attributes leads to high prices included in the premium phone category.

In product features session, Tim Cook moved to the back stage and still exist via live tweet:

1237 Apple Live Sep9th 2014

Beside product portfolio in smartphone (iPhone 6 and iPhone 6 Plus), Apple also entering new segment being as Internet transaction payment solutions provider with the launch of Apple Pay. Of course, it changing the landscape of online payment networks including Pay Pal transaction which has long been a partner of the Apple Store (iTunes, etc.)..

1248 1248 Apple Live Sep9th 2014

As we know about Steve Jobs’s communication style in stage,also wrapped with attendees feeling such curiosity. thing and waiting for other surprises, Tim Cook also closed the end of the presentation Apple Pay and iPhone series 6 with interrupted briefly before ending the presentation while saying this Steve Jobs’s mantra One More Thing

1258 0100 Apple Live Sep9th 2014

0115 Apple Live Sep9th 2014

0131 0134 Apple Live Sep9th 2014

Making curious and keep upcoming product secrecy (high level of confidentiality*) as part of Jobs special expertise. That’s why people enthusiastically waiting and looking forward what next Apple product and annual event (MacWorld) and Steve Jobs as central figure. *Read a few stories of him in book: ‘Inside Apple: How America’s Most Admired— and Secretive—Company Really Works by Adam Lashinsky

Tim Cook who with strong background in the field of distribution, can managed to tackle problems/challenges and some doubts about the future of Apple after the death of a charismatic figure Steve Jobs. His actions such revitalization in the retail by recruiting former CEO of Burberry and watch designers signifies Apple’s entry in wearble technology that is clearly entry fashion industry. As ‘New Entrant’ on Porter Force where this new player (Apple Watch) challenging watch industries and forcing to get in on the era of the Internet connection (wearble technology).

New Apple products and services breakthrough such Apple’s Apple Watch, Apple Pay (see without ‘i’ in front of the product/brand name) and various size products iPhone and iPad also mark a new era after Jobs passed away, by welcoming a 7-inch tablet [iPad mini 7 inch].

During interesting session (product exposure ), another surprise: U2 on stage!

0148 0150 Apple Live Sep9th 2014

The Flint Center suddenly full beat-beat of U2 songs marked the release of U2’s new album “Song of Innocence”. As shown in the monitor Apple Live September, the new album is part of a promo Apple (iTunes store) and it claimed to have been downloaded exceeds half a billion consumers.

0152 0155 Apple Live Sep9th 2014

The U2 performing ended up by Tim Cook join on stage then invited attendees to visit the exhibition to try and feel the Apple products including giving chance for journalist taking some product shoots.

0201 0204 Apple Live Sep9th 2014

0247 0249 Apple Live Sep9th 2014

0249 0315 Apple Live Sep9th 2014

Apple Live Page finally signed off series of events of Apple product and solutions. The Apple Live through Twitter Live also becoming an Apple’s approach breakthrough to leveraging its social media channels, stay connected and maintain relationships with consumers.

*image: Apple Live September 2014

About the author: JM Zacharias (@jmzacharias) currently works as a business strategist, professional career in the fields of product, sales and marketing more than a decade. His professional career experience in various industries including retail, consumer electronics, information and telecommunications technology both Business to Customer (B2C) and Business to Business (B2B). Having diverse experience in national, multinational companies, and startup; in the areas of technology, marketing and sales management, cross-culture climate among nations in his career portfolio in the Asia Pacific region and Southeast Asia helped him enrich and widen preperspective to continue to learn and share. Communicating ideas and business strategy are some of his activities beside writing article,delivering training and consultancy activities. Detailed information can be viewed on JMZacharias.Com Business Strategy & Technology www.jmzacharias.com. You can also contact him through this link

Byjmzachariascom

[ Product Review ] Film Rudy Habibie (Habibie & Ainun 2)

Saya berkesempatan menonton pemutaran perdana film Rudy Habibie. Menulis review film ini bukannya tanpa alasan, selain satu minggu sebelumnya saya menulis artikel tentang Prof. Dr. Ing. B.J. Habibie serta kali ini berkaitan dengan film Rudy Habibie ini saya menulisnya dalam bingkai film review sebagai product review sehingga bisa hadir pada portal ini. Review film pada alenia berikutnya tidak membahas cerita dengan maksud menghindari spoiler, namun lebih pada unsur-unsur , teknik bagian-bagian dari film yg membuat cerita terinspirasi dari kisah (inspired by true story) ini menjadi hidup dan layak ditonton. Dan review ini dibuat dari sudut pandang pribadi sebagai penonton sebagaimana layaknya user dalam hubungannya dengan produk dalam hal ini film, yang tidak hanya baik dari sisi kualitas saja namun juga bagiamana aspek dalam menyentuh sisi user experience-nya.

Adegan dibuka langsung menaikan tensi ketegangan. Surprise! Seru! Menarik penonton untuk langsung fokus sejak menit pertama dan digarap dengan bagus diluar dugaan saya dan saya tidak bisa mengatakan pada setting apa adegan tersebut. Pengalaman saya (menyaksikan adegan pertama pembuka film) yang surprise ini mirip dengan pengalaman membaca buku The Astronout Wives Club kisah istri astonot yang juga pilot pesawat tempur, tensi ketegangan bahkan sudah muncul di halaman 1. Ini bukan hanya bicara tentang menaruh adegan menegangkan sebagai pembuka, namun yang lebih penting untuk dilihat bagaimana menggarapnya sekaligus mengkontruksikan alur naik turunnya emosi, ketegangan dll secara keseluruhan. Itu yang menarik dari film Rudy Habibie ini.

Kekuatan dari dari film Rudy Habibie ini, tidak terpaku pada kekuatan dialog saja, namun berpadu dengan ekspresi tanpa dialog yang didukung dengan rentetan adegan sebelumnya serta setting lokasi dan musik. Musik mengisi rongga saat suasana terbangun baik melalaui dialog, ekspresi dipadu dengan sudut pengambilan gambar yang bergerak dinamis yang memperkuat dari pesan yang ingin disampaikan pada penonton. Visual penonton dimanjakan komposisi set yang ada, juga tata gerak (koreografi) serta dengan fashion yang digunakan para pemeran dan yang menarik perhatian saya fashion mode eropa dari Illona, saya sampai mencatat kombinasi warna baret, syal, mantel dan blus untuk beberapa adegan. Selain setting lokasi, komposisi dan sudut pengambilan gambar, sisi properti pun mampu membawa suasana ke masa lampau dengan setting di Jerman. Keren! Apalagi saya baru tahu kemudian ada beberapa setting lokasi Jerman yang dibuat di Yogyakarta, Indonesia.
Film ini digarap detail sejak menit pertama dan berkesinambungan sampai pada menit terakhir. Mengapa saya katakan detail dan berkesinambungan, teknik kamera dalam mengambil fokus spot obyek khusus seperti kitab suci Al Qur’an, apel yang sudah digigit sedikit dll ini menjadi asosiasi sekaligus jembatan yang menghubungkan dengan adegan sebelumnya/berikutnya. Iya, tadi saya katakan obyek tersebut sebagai asosiasi karena penggambarannya visual tanpa dukungan dialog verbal namun mudah ‘nancep’ di benak penonton untuk menyambung (sebagai jembatan) untuk menjaga alur kesatuan pesan dari beberapa adegan lainnya. Saya sempat mengingat frekuensi spot khusus pada obyek buku dan Al Qur’an, apel yang sudah digigit sedikit masing-masing dua kali dalam waktu berbeda-beda. Bersumber dari cerita masa kecil dan masa muda Habibie yang ditulis pada buku Rudy Rudy-Kisah Masa Muda Sang Visioner, membuat film ini harus mampu untuk membawa keseruan dan pesan dari buku itu dalam sebuah panggung audi visual besar namun dengan kendala waktu. Alur cerita dibagi adegan-adegan yang berkorelasi meski tidak harus pada runtutan adegean yang berurutan. Di sisi inilah penulisan skenario ditulis dengan detail untuk menciptakan benang merah hubungan antar adegan yang tidak berurutan tersebut, seperti dua adegan pertemuan Rudy dengan Romo Mangun, beberapa adegan berkaitan dengan kopi serta batik yang ditampilkan secara smooth.
Teknik spot visual pada obyek khusus dan beberapa tokoh peran yang menemani alur cerita tidak bisa seratus persen dituangkan semua, namun kemunculannya pada adegan memberi tanda (marking) pada keseluruhan cerita dan sudah cukup membantu untuk mendapat konstruksi kisah dengan proporsional. Kalau mau mendapat gambaran secara lebih utuh, membaca buku Rudy-Kisah Masa Muda Sang Visioner menjadi opsi selanjutnya.

Kekuatan dialog pun terpancar dari pemilihan frasa kata dan ritme pengucapannya dalam beberapa kalimat yang bisa menjadi inspirasi, renungan yang sekaligus bisa mengaduk-aduk emosi baik sedih, gembira, kocak, takut, tegang, berpikir keras – semua jadi satu membantu peralihan dari satu adegan tegang, kocak, kemudian mejadi tegang dengan pola yang bervariasi. Menarik sekaligus membuat mengikuti film berdurasi 142 menit tanpa ada perasaan bosan. Perasaan semua campur aduk dalam suatu frame waktu tertentu, kalau diibaratkan seperti naik roller coaster seru semua jadi satu!
Bicara pada kekuatan dialog tidak lepas juga, ungkapan dan frasa spontan yang menjadi penanda kekuatan di masing-masing karakter. Sebagaimana film biasanya, setiap peran mempunyai karakternya masing-masing dan sudah pasti berbeda atau unik. Menariknya yang mendapat perhatian saya, ada satu peran dengan karakter yang lucu, namun pada adegan lainnya karakter tersebut bisa menjadi sangat serius dalam setting konflik. Ini menarik, dalam arti dinamika perubahan pembawaannya ada namun tidak sampai merusak potret karakternya.

Perpindahan adegan dengan setting lokasi yang berbeda-beda (setting lokasi saat masa kecil di Pare-Pare, Gorontalo, Bandung dan masa kuliah saat di Jerman), dilakukan smooth sehingga meski dalam waktu cepat penonton bisa dibawa terbang kembali melalui ‘terowongan waktu’menuju setting antar waktu tersebut, namun tidak memutuskan konteks cerita dari adegan utama pada waktu tersebut. Penonton dibawa ke adegan pada setting waktu lain untuk memperkuat pesan yang ingin diberikan pada adegan utama tertentu. Pada film ini selain seperti yang saya katakana sebelumnya disusun detail juga cermat dalam melihat pada adegan-adegan mana, penguatan frasa tertentu yang menjadi ispirasi utama dari kisah ini. Ilustrasi musik film ini bak layer/lapisan lembut namun kuat bingkai suasana happy, tegang, sedih dll.

Setting lokasi dan adegan pada film ini sungguh komplit mulai dari yang berbubungan dengan alam desa, perang, nilai dan suasana kekeluargaan dan sosial kemasyarakatan, serta pemandangan alam di negeri yang jauh, Jerman lengkap dengan geografisnya yang sangat berbeda (sub-tropis, salju), sosial kemasyarakatan, profesional kerja, perjuangan terhadap tantangan , kehidupan pendidikan, romantika, pergerakan pelajar di Eropa berikut kebhinekaan dalam bingkai nasionaliems sampai pada persinggungan toleransi bergama dalam konteks hormat menghormati dalam menjalankan ibadah. Berikut trailer Film Rudy Habibie (sumber: MD Pictures)


trailer Film Rudy Habibie (sumber: MD Pictures via youtube.com)

Kebetulan sebelum menonton film Rudy Habibie, saya sudah membaca buku Rudy-Kisah Masa Muda Sang Visioner juga sehingga saya tahu betul frame-frame utama yang menjadi platform cerita ini. Biasanya untuk film-film yang diangkat dari buku/novel,muncul keraguan akan kemungkinan cerita diangkat ke layar lebar gagal untuk menyamai kesuksesan (ekspetasi) pembaca buku/novel edisi cetaknya. Keraguan itu wajar karena keterbatasan waktu dan ruang dalam memfasilitasi semua stake holder (pemangku kepentingan) dalam memproduksi film. Khusus untuk Film Rudy Habibie berbeda dan unik. Fenomena membandingkan film dengan buku/novel yang menjadi sumber cerita, tidak berlaku dalam Film Rudy Habibie dan Buku Rudy-Kisah Masa Muda Sang Visioner. Mengapa? Karena film Rudi Habibie dan buku Rudy-Kisah Masa Muda Sang Visioner sama-sama punya keunggulannya masing-masing. Ke dua entitas ini (film dan buku) bisa saling melengkapi (komplementer). Itu relasi yang paling tepat menggambarkan film Rudy Habibie dan buku Rudy-Kisah Masa Muda Sang Visioner.
Sehingga dalam kondisi apapun ke dua hasil karya ini bisa dinikmati, baik sebagai karya yang berdiri sendiri maupun sebagai karya yang saling komplementer dan dapat dinikmati dengan urutan proses berbeda-beda. Bisa membaca versi bukunya dulu, baru menonton filmnya atau kebalikannya. Dengan demikian bagi yang belum membaca buku Rudy-Kisah Masa Muda Sang Visioner, bisa langsung nonton film Rudy Habibie. Kemudian kalau ada hal yang ingin diketahui lebih jauh bisa membaca buku Rudy-Kisah Masa Muda Sang Visioner. Bagi yang sudah baca buku Rudy-Kisah Masa Muda Sang Visioner, jika nonton film Habibie akan mendapat sesuatu yang baru dari kisah Rudy Habibie tersebut. Bahkan kalau belum ketemu, bisa kembali membaca bukunya atau menonton kembali filmnya. Itu yang saya sebut saling melengkapi (komplementer). Satu hal lain yang perlu digarisbawahi film Rudy Habibie ini merupakan ‘inspiredby true story’ dan buku Rudy-Kisah Masa Muda Sang Visioner based on true story. Lepas dari itu, salah satu indikator lain dari kesuksesan film, setelah selesai menonton masih meninggalkan rasa ingin tahu tentang suatu hal dari film itu dan itu bisa mendorong adanya diskusi atau percakapan yang nantinya menjadi Word-of-Mouth dan bila medianya internet sperti lewat blog dan media sosial membuat pembahasan berkaitan film ini menjadi viral.

Film Rudy Habibie ini kaya dan berdimensi luas, menceritakan kisah dengan inpirasinya. Tidak itu saja, film Rudy Habibie ini juga memberi nilai pelajaran sekaligus pengalaman yang bagi generasi muda. Satu lagi, untuk setiap film yang keren dan memberi kesan mendalam, saya selalu ingat pada adegan tertentu yang jadi ikon/signature dari film itu di benak saya seperti salah satunya adegan di stasiun itu.
Begitu film berakhir, khusus untuk karya film yang bagus, saya selalu duduk dan melihat siapa-siapa pendukung film sampai akhir sekaligus sebagai wujud apresiasi atas peran mereka (kru film). Di saat penonton sudah banyak meninggalkan theater, menariknya, setelah itu ada adegan pemeran utama berlari (durasi sekitar 60-90 detik), kontan ada 2 orang penonton bioskop yang sedang menuruni anak tangga theater berhenti di sebelah tepat dimana saya masih duduk! Jadi waktu itu tinggal 3 orang penonton yang masih setia mengamati apa yang ditampilkan setelah nama kru pendukung ditampilkan. Rupanya ada kejutan sedikit info tentang rencana ke depan. Seperti apa? Makanya nonton sampai habis ya 🙂

*image credit: foto saat menunggu sebelum masuk menonton Film Rudy Habibie

Tentang Penulis : JM Zacharias ( @jmzacharias ) saat ini berprofesi sebagai business strategist, berkarir profesional dalam bidang produk, sales dan marketing lebih dari satu dekade. Pengalaman karir profesionalannya di berbagai industri meliputi retail, consumer electronic, teknnologi informasi dan telekomunikasi baik Business to Customer (B2C) maupun Business to Business (B2B). Dengan beragam pengalaman di perusahaan multinasional, nasional serta startup pada bidang teknologi, sales marketing dan manajemen serta iklim kerja lintas budaya antar bangsa dalam portofolio karirnya di kawasan Asia Pasifik dan Asia Tenggara turut memperkaya wawasan dan melebarkan preperspektif untuk terus belajar dan berbagi. Mengkomunikasikan ide dan strategi bisnis dilakukannya dalam bentuk artikel, pelatihan dan kegiatan konsultasi. Informasi detail dapat di lihat pada JMZacharias.Com Strategi Bisnis & Teknologi . Anda dapat mengubungi melalui tautan kami.

Byjmzachariascom

StartUp dan Revolusi Industri Digital

Perubahan, kata yang pada artikel saya terakhir ( Perubahan, Adaptasi dan Action di era Sharing Economy ) saya gunakan sebagai kata kunci dari hingar bingarnya lanskap industri digital termasuk di Indonesia. Bahkan pada dua hari belakangan ini, saya mengukuti beberapa sharing session yang diisi oleh orang-orang yang berkompeten di bidangnya dan tentu beri pencerahan juga menyinggung tentang perubahan, perubahan pada lansekap bisnis akhir-akhir ini yang berkaitan dengan teknologi digital.
Tidak terpikir sebelumnya untuk kemudian muncul ide untuk mengelaborasi poin-poin pencerahan tersebut dalam artikel ini. Namun, karena setelah saya berpikir poin-poin penting empat tokoh tersebut meski dari sharing session yang berbeda, namun masih mempunyai benang merah yang sama dan dapat dielaborasi menjadi informasi yang bermanfaat. Tugas saya di sini hanyalah membuat aliran pemikiran dari empat tokoh di atas, dengan gaya bahasa bercerita disertai juga sedikit tambahan bahasan saya agar dapat menyambung simpul-simpul pemikiran ke empat tokoh tersebut agar rekaman pemikiran dalam artikel ini mengalir smooth dibaca, sebagaimana yang biasa saya lakukan dalam meringkas pemikiran pencerahan dari berbagai sharing session dalam bentuk artikel kompilasi sharing session tersebut.

2016-04-08_11.38.08


Perubahan
Handry Satriago (CEO General Electic Indonesia) membuka sesi Kuliah Umum Paramadina Graduate School (Kamis malam, 7 April 2016) dengan pemaparan tentang revolusi yang terjadi dunia bisnis. Paradigma bisnis pun berubah, seperti paradigma yang umum sebelum tahun 2000 seperti ‘don’t touch anything you can’t control‘ berubah drastis menjadi bisnis yang berubah cepat dengan ketidakpastian tinggi/tidak terkontrol (almost can’t be controlled). Parameternya salah satunya dapat dilihat The Fortune 500 (500 perusahaan rangking atas) dimana perusahaan digital Alphabet, Amazon, Apple dll secara signifikan ada pada The Fortune 500 saat ini jika dibandingkan dengan kurun waktu dekade silam.
Bicara the Fortune 500 ini, saya jadi ingat pemuda belasan tahun William ‘Bill’ Gates yang mengatakan dengan yakin pada teman sekolahnya (SMA) Paul Allen saat itu, bahwa dia yakin akan buat perusahaan kelak, yang akan masuk ke Fortune 500, sambil menunjukkan majalah langganan orang tuanya yang berisi daftar Fortune 500 kala itu (sumber: Buku Otobografi Paul Allen, Idea Man). Dan pada akhirnya beberapa tahun berlalu, tercapai sudah tekad dan salah satu cita-cita Bill Gates membawa startup nya Microsoft bersama cofounder Paul Allendan, Microsoft masuk Fortune 500.

Kembali pada pemaparan Handry Satriago, perubahan itu sudah terjadi sejak sebelum reveolusi industri sekalipun, dimana saat tenaga manusia digantikan dengan kendaraan dengan tenaga hewan dalam hal ini kuda. Perubahan ini membawa konsekuensi mengeliminasi tenaga non-skil (unskilled labor). Disusul perubahan paradigma saat revolusi industri Hendry Ford mendorong produksi massal sebagaimana yang kita kenal sebagai cikal bakal industri manufaktur saat ini, sampai terakhir era digital yang menawarkan efisiensi pada semua aspek termasuk model bisnis baru. Dan menurut saya, perubahan dengan adanya bisnis yang didorong dengan digitalisasi, membuat peran industri manufaktur yang dulu menjadi sentra dalam pengadaan produk, mulai mencari keseimbangan baru dengan hadirnya model bisnis kustomisasi produk, salah satu contoh dengan 3D Printing dengan 3D Printer yang terjangkau dengan kemampuan teknologi dalam presisi, ketersedian bahan sampai pada kekuatan bahan (saya coba tampilkan seperti apa penerapannya dalam demo Portable 3D Printing di bawah ini). Bahkan Handry Satriago menambahkan bahwa industri manufaktur juga sekarang giat dalam 3D Printing ini, salah satunya ambisi salah satu pabrikan ford untuk mencetak bodi mobil dengan teknologi 3D Printing.

Perubahan arah dan paradigma bisnis, menurut Handry Satriargo harus diikuti pada perubahan (penyesuaian) pada sisi leadership (manajemen kepemimpinan) dalam hal ini kepemipinan dalam organisasi, dimana perusahaan bisnis merupakan entitas organisasi. Handry Satriago menekankan aspek fleksibilitas dan adatif pada kepemimpinan dan manajemen organisasi termasuk struktur organisasi, merupakan kunci dalam menghadapi perubahan.
Shinta Dhanuwardoyo (CEO & founder bubu) pada lain kesempatan, sharing session CMOChat Binus Business School (Rabu, 6 April 2016), juga menyinggung bahwa pada perubahan yang begitu cepat, bahkan ada startup yang struktur organisasinya bersifat dinamis (dimaksudkan agar fleksibel mencari bentuk dan juga dalam menghadapi perubahan). Pembahasan di atas, singkatnya perubahan dalam lanskap bisnis, juga mempengaruhi perubahan pada aspek lain.


StartUp & Ketidakpastian
Kalau mengambil terminologi dari penggagas metoda Lean Startup, Eric Ries suatu perusahaan/organisasi yang masuk dalam klasifikasi startup jika perjalanan perusahaanya masih dalam tahap serba ketidakpastian. Startup ini bermula dan banyak bermunculan setelah itu berkat platform era digital komputerisasi/perangkat elektronik dan mendapat dorongan daya ungkit yang luar biasa saat era Internet. Saya coba merunut kembali pada sejarahnya, dimana perusahaan berbasis digital yang besar saat ini, awal mulanya juga meruapakan startup yang besar seperti contohnya dimulai dari generasi 1st wave duo Steve Jobs & Steve Wozniak (perangkat komputer Apple) , Bill Gates & Paul Allen (aplikasi perangkat lunak Microsoft), juga Andy Grove, Robert Noyce dan Gordon Moore (komponen prosesor Intel) generasi revolusioner personal computer). Generasi 2nd Wave ini pada tahun 1990-an yang didominasi kalangan Silicon Valey dirintis sejak tahun 50an, saat itu (tahun 1990an) Jerry Yang & David Filo (Yahoo, Search Egine), Evan Williams (pencipta Blog, Blogger.com sebelum diakusisi Google menjadi Blogspot dan juga cofounder microblog Twitter), Sergey Brin & Larry Page (Google, Search Engine), Jeff Bezos (Amazon, ecommerce) dll. Kemudian dilanjutkan dengan berbagai penyempurnaan dalam layanan yang sejenis maupun inovasi layanan serta model bisnis baru seperti munculnya jasa pembayaran online Pay Pal yang didirikan oleh 9 pendekar yg dikenal dgn ‘Paypal Mafia‘ yang setelah dibeli eBay alumninya menyebar dengan inovasi baru mereka lainnya seperti Ellon Musk (Tesla, SpaceX & Solar Cell?, Reid Hofman (LinkedIN, Venture Capital/VC), Jawed Karim (Youtube sebelum diakusisi Google) Pieter Thiel (VC/investor yg jg sbg pemodal FaceBook); inovasi layanan lain seperti Facebook (media sosial, Mark Zuckerberg), Jan Koum (WhatsApp, ), serta inovasi lainnya (crowdsourching berupa layanan sharing penginapan (AirBnB) & transportasi (Uber) yang sedang marak di sharing economy ini), SalesForce (layanan cloud) dan masih banyak lagi. (Sumber Artikel JM Zacharias Spirit Entrepreneur-StartUp dan Inovasi di Jaman Digital.


Bagaimana StartUp Indonesia Memandang Dirinya Sendiri
Sebelum kita bicara lebih jauh startup dengan pemangku kepentingan/stake holder lainnya. Ada baiknya kita menilik bagaimana startup Indonesia memandang dirinya sendiri. Dalam hal ini saya tidak mencoba mengeneralisasikan, namun menilik pada salah satu startup yang sedang naik daun dan saya pernah mengikuti sharing session CEO dan founder Tokopedia William Tanuwijaya pada CMOChat Binus Business School. Menarik melihat pemaparan William Tanuwijaya dalam memandang Tokopedia sebagai perusahaan internet (berbasis internet) bukan ecommerce! William Tanuwijaya memposisikan Internet sebagai platform bisnis Tokopedia. Saya mencoba menarik pandangan tersebut dengan kondisi Tokopedia saat ini dalam bentuk eCommerce, dan menurut saya berdasarkan pandangan sang CEO Tokopedia di atas, bisa saja dalam perkembangannya ke depan dalam bentuk/bidang lain selain ecommerce. Who knows?
Saya sangat setuju dengan pandangan tersebut, meski saat ini eCommerce, market place, media sosial sedang booming, namun kita jangan terjebak dari silaunya (gemerlapnya) layanan tersebut. Artinya saat ini atau ke depan jangan jadi Me Too atau bagian copy cat dari layanan booming itu saat ini. Kita perlu menggali peran Internet sebagi platform yang memberi daya ungkit bagi produktifitas, bisnis, pemberdayaan. Seperti saat ini, saya menulis draft artikel ini dengan ponsel saya yg terhubung internet di tengah macet lalu-lintas jam pulang kantor sekitar Slipi menuju Sudirman Jakarta.


Funding dan Pitching
Peran dan proses tumbuh kembangnya startup bukan menjadi perhatian entrepreneur saja, namun pemangku kepentingan lainnya seperti pemberi pinjaman (venture capital) serta juga pemerintah baik dari sisi insentif kebijakan maupun mendorong tumbuh kembangnya startup menjadi pilar eknomi bangsa, dalam hal ini dalam perannya sebagai penyedia lapangan kerja dan pada akhirnya kesuksesannya juga dalam bentuk partispasinya dalam menjadi pembayar pajak yang potensial.

Sandiaga Uno memaparkan pada session sharing CMOChat Bisnus Business School (Rabu, 6 April 2016) bahwa di kalangan pengusaha nasional pun menaruh perhatin UMKM dalam bentuk startup digital ini apalagi potensi digital di tanah air potensinya besar sekali (huge!). Pada kesempatan itu saya sempat menanyakan langsung pada Sandiaga Uno berkaitan banyaknya funding yang masuk dari venture capital luar negeri dan dalam negeri hanya mengarah pada startup sektor yang booming saat ini seperti e-commerce & layanan transportas berbasis aplikasi, yang semuanya terkonsentrasi di Pulau Jawa dalam hal ini sebagian besar di Ibukota Jakarta, bagaimana roadmap dari venture capital dalam negeri untuk membantu pemberdayaan startup di luar Jawa dengan menggali karekteritik dari keunggulan sosio dan demografinya. Sandiaga Uno pun menjawab meski belum banyak venture capital dalam negeri yang juga memfokuskan (memprioritaskan) pemberdayaan startup yang lebih merata meliputi kota-kota di Indonesia, namun sudah ada funding yang menyasar daerah-daerah tertentu di luar pulau Jawa.

Shinta Dhanuwardoyo yang juga punya pengalaman dalam peran venture capital, juga keliling Indonesia untuk melakukan mentorship (pembimbingan) bagi entrepreneur dan calon entreprenuer serta aktif dalam memberi funding dan juga sebagai jembatan komunikasi dan inisiasi dengan beberapa program inisiatif funding dengan luar negari. Ada beberapa perhatian yang penting bagi startup seperti dalam proses pitching pada angel investor (VC), Shinta Dhanuwardoyo menekankan founder startup tidak saja harus memaparkan strong product, namun juga strong team termasuk di dalamnya strong passsion dan juga being authentic, berikut siapa dan bagaimana profil partner founder seperti Chief Technology Officer, yang memegang peranan penting dibalik layar infrastruktur dan operasional bisnis digital. Pada kesempatan yang sama Sandiaga Uno menambahkan baginya setelah memperhatikan produk, model bisnis, strategi monetization-nya, mengevaluasi bagaimana startup tersebut dapat menunjukkan dampak posisitf (impact) dari bisnis mereka, itu sangat kritikal sebagai faktor dalam penentuan startup mendapatkan funding. Saya sertakan contoh video pitching di Inggris (contoh produk inovatif waterbuoy) yang dikemas dalam program tv Dragon’s Den BBC.

Salah contoh pitching di Inggris yang dikemas dalam program tv Dragon’s Den BBC.


Problema Entrepreneur
Selama pada tahap startup ketidakpastian dalam hal ini masalah menjadi bagian dari perjalanan dari startup, Sandiaga Uno mencatat ada tiga permasalahan yag kerap dihadapi startup [1]. Akses ke market. [2]. Akses ke Funding seperti Kredit Usaha Rakyat (KUR) dll. dan [3]. Akses pengembangan SDM seperti pelatihan dll.

Setelah membahas startup, entreprenuership (beserta stake holder lainnya) dan revolusi digital, pada akhirnya yang utama adalah man behind the gun. Faktor manusianya, kesiapan sumber daya manusianya. Saya mencatat pada sharing session tersebut (CMOChat Bisnus Business School, Rabu, 6 April 2016) ada penanya yang juga memaparkan bahwa institusi pendidikan juga telah melakukan pendidikan entrepreneurship, namun begitu lulus lulusan tersebut diterima di perusahaan besar, spirit untuk memulai entrepreneurship nya pun sirna. Shinta Dhanuwardoyo menjawab berdasarkan pengalamannya bahwa pelatihan entrepreneurship itu juga harus juga menyentuh pola pikir. Saya setuju sekali! Ya, karena saya juga mengalaminya. Masih ingat di benak saya, saat pertama kali mahasiswa baru (16 tahun lalu) mendapat briefing pertama kali oleh Prof. Soedjana Sapi’ie (Guru Besar Teknik Elektro ITB), beliau mengatakan bahwa program ini juga akan melatih dan mencetak entrepreneur setelah lulus. Setelah lulus mungkin tidak semua langsung jadi entrepreneur, namun berjalannya waktu kemudian ada juga yang terjun menjadi entrepreneur.

Pendidikan entrepreneur tidak serta merta mencetak entrepreneur dalam waktu singkat, butuh proses bergantung masing-masing individu. Pendidikan entrepreneur itu sampai kapan pun akan berguna (tidak sia-sia). Mengapa? Manuasia dianugrahi kemampuan beradaptasi pada perubahan, pada ketidakpastian dan pada saat itulah momentum manusia berjuang, dan pendidikan/pengalaman entrepreneurship menjadi modal yang sangat membantu pada waktunya. Percayalah!

*Jika Anda tertarik membaca artikel kompilasi pemikiran dari berbagai sharing session lainnya, silakan mengakses tautan artikel kompilasi sharing session .

image credit: zirconicusso-freedigitalphotos.net

Tentang Penulis : JM Zacharias ( @jmzacharias ) saat ini berprofesi sebagai business strategist, berkarir profesional dalam bidang produk, sales dan marketing lebih dari satu dekade. Pengalaman karir profesionalannya di berbagai industri meliputi retail, consumer electronic, teknnologi informasi dan telekomunikasi baik Business to Customer (B2C) maupun Business to Business (B2B). Dengan beragam pengalaman di perusahaan multinasional, nasional serta startup pada bidang teknologi, sales marketing dan manajemen serta iklim kerja lintas budaya antar bangsa dalam portofolio karirnya di kawasan Asia Pasifik dan Asia Tenggara turut memperkaya wawasan dan melebarkan preperspektif untuk terus belajar dan berbagi. Mengkomunikasikan ide dan strategi bisnis dilakukannya dalam bentuk artikel, pelatihan dan kegiatan konsultasi. Informasi detail dapat di lihat pada JMZacharias.Com Strategi Bisnis & Teknologi . Anda dapat mengubungi melalui tautan kami.

Byjmzachariascom

Menjadi Profesional Yang Tangguh [ Be Resilient Professional ]

Dalam menjalankan bisnis tidak lepas dari strategi bisnis untuk mencapai tujuan perusahaan atau bisnis tersebut. Di sisi lain strategi bisnis tidak hanya domain pembicaraan mengenai kompetior, keunggulan kompetitif, konsumen berikut market serta hal lainnya namun sisi manusianya. Iya, manusia (people) yang menggerakkan [driving] proses bisnis, yakni pekerja (karyawan, baca profesional). Keunggulan kompetitif (competitive advantage) merupakan jargon yang sering kita dengar, namun itu bukan hal itu poinnya. Poin utama yang perlu jadi perhatian adalah kondisi persaingan yang kian sengit apalagi saat ini kita memasuki Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA) di sisi perburuan kesempatan kerja (profesional) dan di sisi lain meski banyak kesempatan kerja namun perusahaan pemburu tenaga kerja (perusahaan) kesulitan untuk mendapat bibit unggul (talent). Hal ini juga yang menjadi benang merah sesi Akademi Berbagi Jakarta Januari 2016 pagi tadi, yang membahas lebih dalam pada sisi profesionalitas dalam hal ini to be resilient professional (profesional yang tangguh). Saya mencoba merangkai ulang sesi Akber Jakata edisi pertama untuk tahun 2016 ini dalam tulisan yang santai dan mengalir ala saya bercerita, namun tetap pada benang merah apa yang telah dipaparkan panelis tadi pagi.

Saat Yanti Nisro (Deputy Managing Director Deka Marketing Research) menceritakan keresahan manajemen terhadap sulitnya mencari kandidat talent untuk posisi tertentu di jajaran manajemen dari Indonesia (profesional dari Indonesia). Kondisi ini sontak mengingatkan saya 20 tahun silam, dimana waktu itu eksekutif dari perusahaan otomotif nasional juga mengeluhkan hal yang sama, singkat cerita talent yang memenuhi kualifikasi malah di dapat dari luar Indonesia. Yanti Nisro menambahkan [saat memperlihatkan slide presentasi dengan latar belakang foto beberapa bayi], menggarisbawahi bahwa kita manusia semua berasal dan dilahirkan dengan kondisi mula-mula, yang praktis sama. Yang membedakan ya proses, cara masing-masing individu berproses, bertumbuh dan berkembang. Dalam konteks ini problem/kondisi [sulitnya mendapatkan talent dari Indonesia untuk posisi tertentu], Yanti Nisro menekankan 5 hal penting bagi profesional muda untuk ‘tahan banting’ atau tangguh [lihat foto di bawah] di tengah pergulatan yang sangat kompetitif ini.

YN_AkberJan2016
Yanti Nisro memaparkan 5 hal penting bagi profesional tangguh [resilient professional]

Yanti Nisro menambahkan bahwa kalau berbicara tentang kandidat yang pintar (smart) di Indonesia tidak kalah dengan yang di luar sana, sudah banyak yang smart dalam arti level kepandaiannya tidak terlalu berbeda jauh. Namun dari sisi kepercayaan diri (confident), ini merupaka poin kunci yang harus ditingkatkan jika mau berdaya saing sama dengan talent lain dari luar seperti India misalnya. Saya setuju sekali dan coba menambahkan hal yang senada [entah tadi sempat disinggung Mbak Yanti atau tidak, saya lupa … soalnya tadi juga sibuk foto-foto untuk atribut pada artikel ini 🙂 ]. Ini yang menurut saya tentang mind-set (pola pikir) yang dibentuk dari kultur/lingkungan tertentu. Oh, ya lanjut lagi dengan pembahasan Yanti Nisro tentang obvervasi dari pengalamannya di lapangan bahwa profesional muda kita cenderung cepat/mudah menyerah, Be Persistent! Dengan tantangan yang harus dihadapi, di sisi lain perlu diisi juga dengan Have Fun, ini bicara tentang keseimbangan. Yanti menceritakan pengalaman traveling ke Selandia Baru, yang tidak terlepas dari tantangan di awal perjalan yang menuntutnya untuk Be Persistent tadi, untuk kemudian jalani liburan dan kembali ke Jakarta dengan setumpuk tugas yang menanti sebagai konsekuensi setelah have fun 🙂 .
Perluas pergaulan, nilai ini yang saya tangkap dari poin berikutnya Get Connected. Selain bekerja sebagai profesional Yanit Nisro juga aktif sebagai volunteer, hal ini menurutnya membantu membuka lagi horison pergaulannya selain yang didapat dari lingkungan kerjanya. Pada poin terkahir tentang Be Creative seperti yang tampak di atas, saya coba mengaitkan dengan poin sebelumnya Get Connected, bahwa memperluas pergaulan berkontribusi signifikan untuk kreatif, memberi ruang untuk melihat dari beberapa aspek pengalaman dan latar belakang dsb. Oh, saya barusan teringat lagi kalau Mbak Yanti sempat mengatakan [saya mencoba merangkumnya] bahwa lingkunganmu itu sesuatu yang mempengaruhimu, contoh sederhanannya kalau kita disekeliling orang/lingkungan yang tahan banting, kita menjadi terpacu untuk tahan tangguh, begitu juga dengan lingkungan yang kompetitif dan lainnya.Jadi belajarlah dan ambilah pengaruh yang baik dari lingkunganmu.
Be a resilient and world-class professional. Indonesia is waiting for you.” menjadi penutup sesi presentasi Yanti Nisro sekaligus harapannya untik professional muda.

AC_AkberJktJan16
Ainun Chomsun menjelaskan pentingnya sinergi 3 proses Belajar-Bekerja-Volunteer

Senada dengan bahasan di atas, panelis berikutnya Ainun Chomsun (Profesional, Aktivis/Volunteer & Founder Akademi Berbagi] memulai sesinya dengan menekankan tentang Komitmen dan Konsistensi. Dengan bahasa yang lugas dan buat suasana semakin cair, bahwa komitmen ini memang wajib dibutuhkan, bukan seperti ‘hubungan tanpa status [tanpa komitmen]’ he2x. Menurutnya di Indonesia frasa Punish-Reward ala ‘Carrot & Stick’ [arti kiasan kelinci dengan wortel untuk hadiah & tongkat untuk hukuman] masih relevan untuk menertibkan selama kita belum bisa diandalkan komitmennya.
Lantas bagaimana melatih dan hidup berkomitmen? Ainun Chomsun membagikan pengalamannya, ia belajar untuk berkomitmen lewat kegiatan volunteer, bagaimana menjaga komitmen dengan tanpa imbalan seperti lewat kerja.Sehingga Ainun Chomsun menekankan profesional muda, untuk aktif menjadi relawan di mana saja [lihat 3 kotak merah pada foto di atas.] Jika kita melihat 3 kotak merah di atas, itu terdiri dari 3 proses: Belajar, Bekerja dan Volunteer, dimana pada masing-masing kotak, ia menjabarkannya dengan singkat padat. Kalau tidak terlalu jelas seperti yang nampak pada foto di atas, berikut penjabarannya:
-BELAJAR (Proses, Waktu, Rendah Hati)
-BEKERJA (Goals, Sistem, Team Work, Reward-Punishment)
-Voluteer (Berbagi, Leadership, Motives, Organisasi, Networking)

Ainun Chomsun menekankan untuk belajar dari hal kecil [yang sering diremehkan] seperti disiplin waktu, ia memberi contoh pengalamannya bersentuhan dengan protokol kenegaraan dengan agenda protokol yang disusun dengan cermat sampai kegiatan per menit. Hal itu memberi dampak untuk disiplin berikut konsekuensinya kalau tidak disiplin waktu seperti berapa kerugian/membengkaknya biaya dampak dari keterlambatan. Bagi mahasiswa yang sebentar lagi lulus/lulusan baru, Ainun Chomsun berpesan untuk mencoba mendapat pengalaman lewat bekerja dulu di perusahaan/orgasasi yang punya sistem, belajar tentang team-work, leadership dan pangalaman lainnya. Ainun menutup sesinya untuk profesional muda untuk Take Action, bangun jejak karir baik di dunia kerja maupun sebagai volunteer.

ds_akberjan2016
Dian Siswarini membagi pengalaman dan tips menjadi profesional tangguh

Proses, iya tentang proses, saya coba mengaitkan relevansi proses dengan poin-poin sebelumnya, dengan struktur bangunan bahasan yang dibawakan oleh Ibu Dian Siswarini (CEO XL Axiata) yang memulai sesinya dengan pengalamannya yang penuh warna. Kalau dilihat dari latar belakang posisinya sebagai CEO wanita, mungkin termasuk langka ditinjau dari pemimpin korporat wanita saat ini. Meski sebelumnya pernah ada beberapa mantan CEO wanita seperti (Hermien R. Sarengat mantan CEO of GE Technology Indonesia, Betti Alisjahbana CEO of IBM Indonesia) dengan prestasi ini diharapkan mendorong semangat profesinal muda bahwa perempuan/wanita mampu menjapai cita-citanya setinggi langit dan punya kesempatan yang sama.

Dian Siswarini memulai sesi dengan sharing nilai-nilai yang menekankan bahwa apa yang dicapai selama 20 tahun karirnya bergabung dengan XL (1996), itu melawati beberapa proses. Apalagi bidang yang menjadi awal karirnya (engineering) termasuk bidang yang didominasi kaum pria seperti kegiatan naik-turun memanjat tower BTS (30, 60 bahkan 90 meter tingginya), test di lapangan (drive test mulai pukul 23.00-02.00 3 hari dalam seminggu), menjangkau daerah baru/pelosok (remote area) beserta tantangan untuk mengaksesnya. Itu membuatnya untuk cepat belajar beradaptasi dengan lingkunan sekaligus tantanganya (learning agility). Dan tidak itu saja, dari proses-proses yang harus dijalaninya itu juga timbul Coping Mechanism, frasa kata tersebut yang sering diucapkan Dian Siswarini [saya coba menterjemahkannya sebagai mekanisme untuk menyelesaikan masalah/tantangan]. Jadi setelah cepat belajar beradaptasi dengan lingkunan sekaligus tantanganya (learning agility) dibarengi dengan proses Coping Mechanism [setidaknya dua hal ini coba saya simpulkan/hubungkan dari paparan Ibu Dian sebelumnya].

Untuk jalani proses, termasuk proses jangka panjang pun kita harus punya goal, itu yang saya tangkap dari paparan pengalaman Ibu Dian bahkan saat interview pertama rekruitmennya di XL, mengatakan long-term goal-nya menjadi CEO dan sempat membuat pihak yang menginterviewnya tersenyum. Ibu Dian mengatakan itu jawaban yang spontan saat yang ditanya tentang cita-citanya [idem dengan saya juga pernah ditanya seorang CMO salah satu operator telko dan jawaban saya jg sama, bule itu tertawa ha2x]. Sepertinya tidak penting [tidak terlalu serius untuk dipikirkan], namun saya ingin menunjukan salah satu cuplik proses yang Ibu Dian sharingkan tadi, sometimes it works to guide us subconsciously (kadang-kadang efektif menuntun kita walau kadang kita tidak menyadari setidaknya bisa kita lihat dari contoh lain lagi yang senada, rekam jejak seorang lulusan terbaik pendidikan militer yang sejak awal lulus menetapkan target karir dengan goal akhir menjadi jenderal bintang empat yang akhirnya berhasil mencapai posisi tertinggi di kemiliteran.

Kepemimpinan wanita dalam perusahaan, menginggatkan saya akan tugas yang tidak mudah karena dengan tangung jawab dan beban kerja di kantor tidak serta merta menghilangkan tugas dan tanggung jawabnya sebagai ibu di rumah. Hal ini berbeda dengan kepemipinan pria, dengan kondisi yang ‘lebih menguntungkan’ karena beban kerja rumah tangga sudah ditangani oleh istri. Dian Siswarini membagi pengalamannya melewati proses dan tantangan itu, dan tidak singkat. Dukungan (support) suami beserta keluarga membantunya untuk melewati proses/tantangan tersebut. Ada satu poin penting yang saya dapat dan ini penting serta menjadi perhatian profesional muda wanita dalam meniti karir, dukungan terhadap karir Anda dari pasangan suami dan keluarga itu sangat penting, semakin awal dikomunikasikan semakin baik apalagi yang sudah atau akan menjalani kehidupan rumah tangga.

Dian Siswarini pun juga sharing tentang komitmen dan disiplin waktu sebagai hal yang menjadi modal penting untuk berhasil dengan apa yang kita lakukan. Ada kalimat bijak yang didapatnya selama berinteraksi dengan berbagai latar budaya seperti yang dibagikan pada kami sesi tadi “If we under commitment, who will?” Konteks arti yang saya tangkap, kalau kita kurang komitmen terhadap apa yang harus kita kerjakan, lalu siapa lagi yang harus melakukan komitmen kita. Benar! Memang kita lah yang harus bertanggung jawab terhadap komitmen kita, baik itu ada bos kita yang mengawasi atau tidak. Selama kita punya komitmen dan itu diandalkan, trust tumbuh dan no matter your boss around you or not, dalam hal ini jargon ‘pengawasan melekat terus menerus’ menjadi tidak relevan bagi orang yang punya komitmen, it’s not big deal!

QnAAkberJktJan16
Sesi akhir tanya jawab dengan seluruh panelis.

Sesi terakhir tanya jawab ini semakin menarik baik dengan interaksi peserta berikut pandangan komprehensif dari panelis, mulai dari pertanyaan berkaitan role model untuk profesional muda (millennials) seperti Mark Zuckerberg yang sukses namun kuliahnya tidak selesai, bagiamana tips bagi professional muda yang berlatar belakang pendidikan keteknikan atau engineering (fakultas teknik) saat akan memulai bisnis start-up untuk masuk ke pekerjaan dan urusan bidang manajemen, marketing dll serta pertanyaan yang berkaitan dengan wanita menjadi profesional tangguh. Pada sesi jawab, Ainun Chomsun menekankan bahwa secara statistik potensi/talenta spesial seperti Mark Zuckerber bak 1 dari berapa juta atau bahkan lebih, dengan kata lain contoh pengalaman seperti Mark Zuckerberg itu tidak bisa digeneralisasi bahwa untuk menjadi sukses tidak perlu lulus kuliah. Dian Siswarini yang berlatarbelakang pendidikan dan pekerja awalnya di bidang engineeing menambahkan, nasihat atasannya dahulu, jika ingin masuk ke bidang lain “unlearn what you learn in engineering” ini konteksnya ke beradaptasi dengan cara pandang dan bertindak dengan lingkungan yang berbeda/baru. Do Extra Mile, frasa untuk melakukan sesuatu yang melebihi (ekstra) dari yang diekspektasikan (tidak seperti rata2x kebanyakan atau dalam istilah asing disebut mediocre alias sedang-sedang saja), ini dipercaya Yanti Nisro sebagai tips untuk jadi profesional yang tangguh di tengah persaingan yang sengit. Komunikasi pun menjadi hal pokok, diamini oleh Yanti Nisron, dan Dian Siswarini menambahkan bagaimana menyampaikan pendapat efektif, mendengar dan menjual ide itu sangat fundamental. Berkaitan karir profesional dan peran sebagai wanita, Yanti Nisro menekankan iklim sosial masyarakat kita sangat kondusif, tidak seperti di dunia barat dimana segala sesuatu polanya lebih individual minded. Dian Sisworini menambahkan justru wanita bisa memanfaatkan contra intuitive terhadap pandangan bahwa wanita tidak bisa mengerjakan ini atau itu sebagai dorongan bahwa wanita bisa menjadi lebih baik. Ainun Chomsun pun punya pendapat lain stigma keraguan kepemimpinan wanita, baginya hal itu dibuktikannya mulai dari ruang lingkup lingkungan, dibesarkan dari ibu yang punya latar belakang kepemimpinan di bidang organisasi dan perusahaan, Ainun percaya bahwa wanita pun bisa jadi pemimpin.

*image credit: JM Zacharias

Tentang Penulis : JM Zacharias ( @jmzacharias ) saat ini berprofesi sebagai business strategist, berkarir profesional dalam bidang produk, sales dan marketing lebih dari satu dekade. Pengalaman karir profesionalannya di berbagai industri meliputi retail, consumer electronic, teknnologi informasi dan telekomunikasi baik Business to Customer (B2C) maupun Business to Business (B2B). Dengan beragam pengalaman di perusahaan multinasional, nasional serta startup pada bidang teknologi, sales marketing dan manajemen serta iklim kerja lintas budaya antar bangsa dalam portofolio karirnya di kawasan Asia Pasifik dan Asia Tenggara turut memperkaya wawasan dan melebarkan preperspektif untuk terus belajar dan berbagi. Mengkomunikasikan ide dan strategi bisnis dilakukannya dalam bentuk artikel, pelatihan dan kegiatan konsultasi. Informasi detail dapat di lihat pada JMZacharias.Com Strategi Bisnis & Teknologi . Anda dapat mengubungi melalui tautan kami.

Byjmzachariascom

Arwin Rasyid, kepemimpinan dalam tranformasi . 10 langkah strategis manajemen bisnis

Perkembangan perusahaan nasional beberapa tahun terakhir menunjukan tren positif tidak saja secara fundamental kiprahnya di pasar domestik namun juga kemampuan berekspansi di pasar internasional serta kemampuan bertahan dari dampak pelemahan ekonomi pasca krisis di Eropa dan AS sejak 2008. Jika membandingkannya dengan dampak krisis ekonomi 1998, perusahaan nasional berkembang mulai dari sisi peningkatan aset, market capitalization (nilai kapitalisasi), customer base, market size termasuk ekspansi ke pasar internasional dari sisi branding, bisnis dan aksi korporasi dalam bentuk kolaborasi (aliansi, merger dan akusisi) dengan perusahaan di negara lain.

Menarik untuk mencermati serta belajar merunut kembali perkembangannya terutama pada situasi yang sulit baik bagi seluruh stakeholder seperti dampak dari krisis ekonomi 1998 serta beberapa tantangan lain yang tidak kalah sengitnya dihadapi oleh seorang pemimpin dalam hal ini CEO dari sebuah organisasi besar seperti perusahaan. Ada beberapa sosok CEO yang bisa dijadikan rujukan untuk mengeksplorasi lebih jauh, salah satu diantarnya Arwin Rasyid dengan portfolio kepemimpinanannya di beberpa bank nasional dan multinasional (Bank Niaga, BPPN, Bank Danamon, Bank BNI, PT Telkom dan Bank CIMB Niaga), lembaga penyehatan bank bentukan pemerintah (BPPN) serta perusahaan di sektor riil seperti PT Telekomunikasi (PT Telkom).

Arwin Rasyid baik dalam suatu kesempatan (sesi Power Talk di Sekolah Bisnis IPMI Internasional, 30 Juli 2015) maupun dalam berbagai media massa termasuk dalam buku yang ditulisnya (180 derajat : Inside Story Transformasi Bank Danamon dan Telkom 3010 Inside Story Telkom Value Creation), membagi pembelajaran dan kisah sukses melewati masa sulit seperti dampak krisis moneter 1998 maupun tantangan dalam situasi lainnya seperti mengubah paradigma agar tidak terlena pada kondisi yang nyaman (comfort zone) sekaligus jadi momentum ‘wake-up call‘ untuk bangkit melakukan beberapa langkah-langkah strategis (adjustment) dalam usaha turn-around serta berinovasi mengikuti perubahan lansekap bisnis yang berubah cepat.

Saya tertarik untuk mengkompilasikannya dalam bahasa yang sederhana dan lugas dengan cara bertutur termasuk mengkombinasikan dengan informasi dari sumber lain yang tetap relevan tanpa mengurangi benang merah kiprah dan pemikiran kepemimpinan dari seorang Arwin Rasyid. Dalam artikel ini kisah dan lesson learned dari artikel ini ditulis tidak dalam format yang kaku berdasar runtutan peristiwa dari waktu ke waktu, namun langsung mengurainya secara sistematis dalam satu bingkai utama manajemen korporasi dan aktifitas bisnis termasuk strategi bisnisnya dalam 10 langkah strategis, disusun dalam alur utama sebagai berikut:

I. Kondisi korporat (perusahaan) saat Arwin Rasyid memulai dan selama memimpin perusahaan saat itu (2000-2003 & 2005-2006).
II. Sepuluh langkah strategis manajemen bisnis dan kepemimpinan dengan case-case terkait. Agar tidak tumpang tindih case study dan pengalaman dari berbagai perusahaan, pada bagian II penulisan tetang 10 langkah strategis, saya lebih fokus pada kiprah dan pengalaman Arwin melakukan transformasi di Telkom saat itu (2005-2006) saja.
III. Hasil dari proses kegiatan transformasi.
IV. Lesson learned dan wisdom dari kiprah kepemimpinan Arwin Rasyid.

I. Kondisi korporat saat Arwin Rasyid memulai dan selama memimpin perusahaan saat itu (2000-2003 & 2005-2006).

Bank Danamon (2000-2003)
Setelah bertugas di Badan Penyehatan Perbankan Nasional (terakhir sebagai Deputi Kepala BPPN), Arwin mendapat tantangan baru sebagai CEO Bank Danamon pada tahun 2003 untuk melakukan turn-around dari bank bermasalah dampak krisis moneter 1998 menjadi bank sehat. Semua bank terkena dampak krismon,yang berbeda pada level “kesehatannya”. Bank Danamon, beserta beberapa bank besar lainnya ditetapkan menjadi bank anchor bagi beberapa bank-bank kecil yang harus dilebur (merger) dalam satu koordinasi bank anchor.

Pengamatan saya, banyaknya bank-bank saat itu tidak lepas Paket Oktober (PakTo) 1988 dimana dibukanya keran [kesempatan yang seluas-luasnya] mendirikan bank baru. Dari restrukturisasi perbankan nasional pasca krismon 1998 ditandai dengan mengerucutnya jumlah bank secara signifikan menjadi separonya. Tidak saja pengaruh krismon secara makro dan mikro ekonomi yang menghantam bank nasional saat itu, disisi lain konsolidasi bank anchor (merger dengan bank-bank lain) memberi dampak internal perusahaan sebagaimana yang juga dihadapi Bank Danamon saat itu (2000-2003) seperti negative spread, liquidity problem, non-performing load (NPL), pemodalan seperta dampak bagi manajemen operasi korporasi seperti yang dapat dilihat pada Gambar 1. Selain itu sebagai bank anchor untuk bank-bank kecil lainnnya melebur ke Bank Danamon, masalah yang dihadapi Arwin sebagai sang CEO baru, selain kondisi dan permasalahan yang dihadapi Bank Danomon namun juga kondisi dan permasalahan masing-masing bank yang tergabung melalui merger tersebut. Arwin pun bergerak cepat menginventarisasi permasalahan berikut dampak yang harus dihadapi serta juga melakukan tindakan penting dalam program jangka pendek dalam rangka membantu membangkitkan moral karyawan akibat dampak krisis moneter pada perusahaan, selain tugas utama melakukan turn-around yang dibebankan pada Arwin sebagai CEO untuk melakukan restrukturisasi Bank Danamon.

DampakKrismon1998All

Gambar 1. Dampak krisis moneter 1998 bagi operasional korporasi (2000).

PT Telkom (2005-2006)
Selepas dari Bank Danamon, kemudian dilanjutkan portfolionya kepemimpinan di Bank BUMN (Bank BNI), Arwin mendapat kesempatan berkesempatan mengikuti seleksi (fit & proper test) untuk memimpin di Bank BUMN lainnya. Sebagaimana yang dituturkan pada Menteri BUMN saat itu dalam bukunya Telkom 3010 Inside Story Telkom Value Creation, jika diberi kesempatan Arwin mengutarakan keinginannya untuk mencoba tantangan baru memimpin di perusahaan non perbankan dalam hal ini yang bergerak di sektor riil. Setelah melewati berbagai proses seleksi dan penilaian oleh Tim Penilai Akhir yang dipimpin langsung oleh Presiden Soesilo Bambang Yudhoyono saat itu, akhirnya Arwin Rasyid ditunjuk sebagai Direktur Utama PT Telkom, pengangkatannya diputuskan melalui RUPS Telkom 2005. Target yang diberikan oleh pemerintah sebagai pemegang saham mayoritas PT Telkom adalah pencapaian nilai kapitalisasi pasar (market capitalization) 30 Miliar Dolar AS dalam waktu 5 tahun mendatang (2010). Arwin pun segera melakukan assessment untuk melihat gambaran korporasi saat itu, yang diperlukan untuk melakukan konsolidasi dalam usaha mencapai target yang dibebankan untuk Telkom selama 5 tahun ke depan (2010). Kesan pertama baginya, pada realita bahwa Telkom adalah perusahaan raksasa merupakan tantangan tersendiri apalagi dengan mandat mencapai nilai kapitalisasi pasar 30 miliar Dolar AS termasuk masuk Fortune Global 500 dalam kurun waktu 5 tahun.

Mandat20052010

Gambar 2. Nilai Market Capitalization Telkom di tahun 2005

Usaha pencapaian target 5 tahun, tidak lepas dengan tindakan transformasi pada situasi dan kondisi Telkom saat itu. Seperti apa situasi dan kondisi Telkom saat itu (2005-2006) dan bagaimana mengatasinya secara sistematis akan dijabarkan dalam bagian 10 langkah strategis di bawah ini:

II. Sepuluh langkah strategis manajemen bisnis dan kepemimpinan dalam transformasi:

1. Observasi
Observasi secara menyeluruh sangat diperlukan sebelum dan saat memulai jabatan baru, terlebih pada pemimpin yang masuk organisasi perusahaan baru. Tidak terkecuali Arwin Rasyid yang menerima tantangan memimpin perusahaan baru mulai dari Bank Danamon, Bank BNI dan PT Telkom. Masuk sebagai orang baru (eksternal) dengan tantangan baru serta lingkungan baru, Arwin membagikan pengalamannya seperti melakukan pra-orientasi, mempelajari dan memahami hal baru yang dibutuhkan apalagi khusus pada linkup bisnis dari industri yang sama sekali baru dari perusahaan yang akan dimasukinya. Serta mengindentifikasi stakeholder berikut sampai level siapa berikut perannya.

2. Konsolidasi
Melakukan pertemuan jajaran manajemen BoD sampai level menengah dengan bertujuan untuk membangun:
-keikutsertaan (involvement),
-komitmen,
-menyamakan persepsi,
dimana ke tiga hal di atas akan membantu tim menjadi solid. Keiikutsertaan (involvement) yang dimaksud selain pada eksekusi program/strategi namun juga dari awal seperti penyesuaian strategi inisiatif seperti yang dapat dilihat pada contoh gambar di bawah ini:

RoadmapTelkomGoal3010

Gambar 3. Roadmap TelkomGoal 3010

Langkah konsolidasi di Telkom saat itu diawali dengan meeting dengan direksi dan corporate secretary dengan agenda program 90 hari pertama serta poin ke dua yang tidak kalah penting, yakni tentang prinsip atau nilai yang akan dijalankan. Penjabaran lebih lanjut seperti arahan pembagian dan penekanan tugas sesuai target yang akan dicapai. Dimana Arwin sebagai Dirut, sesuai latar belakang pekerjaannya dan penunjukkannya oleh pemerintah, lebih mengelaborasi perannya yang terkait dengan pasar modal, investor dll. Wakil Direktur dengan latar belakangnya berasal dari Telkom perannya seperti Chief Operating Officer (COO) lebih ke sisi internal operasional perusahaan. Meski demikian Dirut tetap berkonsolidasi dengan semua unsur terkait dari perusahaan.

Kemudian pada tanggal 4 Agustus 2005 mengundang unsur internal untuk menyatukan langkah dan komitmen dalam acara Telkom Summit 1, yang menghasilkan inisiatif strategi PT Telkom yang tertuang dalam Roadmap TelkomGoal 3010 (Gambar 3) gambar lebih detail dapat dilihat pada buku Telkom3010 Inside Story Telkom Value Creation hal. 78, yang secara singkat dapat diringkas menjasi 4 inisiatif strategi:
revenue growth enhancement
cost & technology management
value creation synergy & partnership
paradigm shift
yang semuanya mengarah pada revenue (maximal), cost (efficient) dan capex (optimal).

3. Meletakkan Dasar yang Kuat (Value Creation)
Sebagai perusahaan publik dengan pertanggung jawaban ke publik dan operasionalnya berhubungan langsung dengan mekanisme pasar. Tidak heran, nilai kompetitif yang harus dibangun dan dimiliki oleh Telkom agar dapat terus menarik minat stakeholdernya. Dari buku Telkom 3010 Inside Story Telkom Value Creation yang saya baca, Value creation, menjadi kata kunci pada setiap langkah untuk selalu efisien dan menghasilkan nilai (value creation). Dasar dari sisi efiesi mulai dari pengelolaaan cash-flow, termasuk tentu saja efisensi pengelolaan biaya. Saat Arwin Rasyid pertama kali bergabung dengan Telkom, biaya karyawan Telkom sangat tinggi dan pada masa kepemimpinannya Arwin berhasil menekan biaya karyawan secara signifikan. Pengelolaan (peningkatan) value dapat diupakayan dari berbagai aktifitas kerja termasuk melalui pengelolaan aspek intangibles (kasat mata) seperti kepemimpinan (membangun kredibilitas, kualitas strategi, kualitas eksekusi, pelayanan, budaya perusahaan, perubahan paradigma dan kemampuan menarik SDM berkualitas).

Setelah melakukan observasi pada seluruh stakeholder dan organisasi perusahaan. Tahapan fundamental berikutnya adalah melihat visi ke depan dan menyusun/meredifinisi misi yang disesuaikan dengan tantangan jaman. Visi saat itu ‘to be a leading player in the region.‘, yang menjadi dasar dalam menyusus strategi dalam pencapaian target goal yang dibebankan kepada Telkom, pencapaian nilai kapitalisasi pasar (market capitalization) 30 Miliar Dolar AS dalam waktu 5 tahun mendatang (2010). Agar target dapat dicerna oleh seluruh karyawan Telkom saat itu (2005), jajaran manajemen meingkasnya pada frasa yang mudah diingat ‘TelkomGoal 3010’ yang memberi gambaran tentang Telkom Goal untuk mencapai nilai kapitalisasi pasar 30 miliar dolar AS pada tahun 2010. Innitiative Strategy (Gambar 3) pun dibuat sebagai implementasi strategi kegiatan kongkrit dalam usaha pencapaian TelkomGoal 3010. Selain itu, sebagai pemimpin puncak, fokus pada ‘program 90 hari pertama’ juga menjadi hal yang krusial. Program 90 hari pertama dapat dipandang juga sebagai peletak dasar dalam rangka mempersiapkan diri dan mengawal pelaksanaan berbagai aksi korperasi strategis berikut efektitasnya serta melewati masa kritis pada tahap awal.

Pendirian PT Telkom Indonesia Internasional (Telin), menjadi tonggak untuk menyokong misi ‘to be a leading player in the region’, yang dalam perkembangan Telin telah berekspansi ke beberapa negara. Termasuk juga pendirian Metra Holding (sekarang disebut Telkom Metra Group), yang terus berkembang sampai saat ini yang mewadahi PT Finnet Indonesia (sebagai penyelenggaraan sistem transaksi keuangan elektronik), Telkomsigma, MetraPlasa (yang bermitra dengan eBay mengenmbangkan situs ecommerce blanja.com), telkomtelstra, metranet dsb.

4. Karakter (Leadership Character)
Arwin Rasyid menggarisbawahi kemampuan seorang leadership lebih pada kemampuan visi didukung leadershipnya (karakter) tidak semata-mata kemampuan teknis. Jenderal Norman Schwarzkopf pernah quote yang menekankan pentingnya karakter: “Leadership is a potent combination of strategy and character. But if you must be without one, be without strategy.

Saya mencoba mensarikan best practice dan pengalaman yang ada, seorang pemimpin haruslah:
– memiliki kepekaan tentang masa depan dan visi yang kuat kemana orgasnisasi berjalan,
– keberanian mengambil tindakan dengan tetap menjunjung tinggi norma (berintegritas),
– memliki rasa tanggung jawab terhadap apa yang ada dalam ruang lingkup organisasi yang dipimpin, termasuk keberlanjutan organisasi seperti kaderisasi dsb.
– memiki kemampuan beradaptasi pada suasana/lingkungan baru termasuk pada perubahan yang berlangsung cepat,
– memiliki kemampuan berinovasi.

5. Komunikasi (Open Communication)
Arwin Rasyid menyebut komukasi yang efektif secara singkat dalam kalimat berikut “Open communication based on trust and respect“. Tentang trust, saya pribadi ingat quote dari Rusia yang sempat diucapkan oleh Presiden AS ke 40 Ronald Reagan saat menerima koleganya pemimpin Uni Soviet Mikhail Gorbachev Trust but verify (Доверяй, но проверяй bila diucapkan dlm bahasa Rusia, Doveryai no proveryai). Dalam kesempatan lain Arwin mengatakan Jangan takut sama orang, namun hormat padanya. Termasuk untuk bebas mengekspresian diri seperti asertif (mengemukakan pendapat, pemikiran, kritikan). Tentang menghormati saya teringat tulisan saya tentang respect: ‘Whatever you do, respect comes first‘.

Dari hasil observasi Arwin waktu turun ke lapangan (ke anak perusahaan Telkom), perlu wahana komunikasi rutin antar CEO anak perusahaan, yang kemudian muncul gagasan CEO Forum, pertemuan rutin koordinasi jajaran CEO/direksi seluruh anak perusahaan setiap tiga bulan sekali, selain komunikasi periodik seperti salah satunya melalui CEO Message.

6. Leadership Management
Kepemimpinan yang dahulu efektif seperti kepemimpinan pengkultusan individu, tidak terlalu cocok bila diterapkan dalam korporasi yang saat ini tuntutannya pada semangat kolaborasi. Dengan semangat kolaborasi ini, tentunya kemampuan dalam leadership management sangat strategis, meliputi aspek-aspek yang berkontribusi dalam menggerakan roda perusahaan:

– Pembagian tugas. Pembagian tugas dilakukan mutlak dalam memimpin sebuah organisasi. Mulai dari kepemimpinan yang kolektif (jajaran direksi) sampai pelaksanaan dalam menjalankan roda organisasi perusahaan juga dalam semangat kolektifitas (team work) bersama seluruh karyawan. Pada hari pertama dari program 90 hari pertama (the first 90 days), Arwin melakukan meeting dengan jajaran direksi (BoD) dan Corporate Secretary, untuk memaparkan program 90 hari pertama berikut pembagian tugas.

– Pendelegasian. Salah satu tolak ukur keberhasilan pemimpin, dalam kemampuannya mendelegasikan tugas sesuai dengan porsi kewenangannnya masing-masing. Jenderal Ike (Einshower) memaparkan mapping tugas dalam ‘Eisenhower Box‘ seberapa jauh tugas berdasarkan urgensinya termasuk level tugas yang bisa didelegasikan ke pihak lain. Pendelegasian oleh pemimpin tidak hanya mencerminkan kemampuan seorang pemimpin namun juga kemauan pemimpin memberi kepercayaan (trust) kepada anak buah. Dalam beberapa kesan yang dituliskan karyawan Telkom pada buku Telkom 3010 Inside Story Telkom Value Creation, ada yang menyebutkan Arwin memberikan ruang dalam untuk berkreasi (ruang untuk berkreasi) namun tetap pada tatanan compliance yang menjadi nilai yang dijalankan perusahaan. Beberapa contoh pendelegasian tugas dan wewenang seperti optimilasasi kewenangan Plasa Telkom dalam peningkatan pemasaran dan pelayanan ke pelanggan.

– Struktur organisasi yang mendukung visi, seperti penempatan Corporate Communication langsung ke Dirut, penambahan direktorat risk management & legal compliance serta procurement untuk membantu untuk meningkatkan value creation dan compliance serta sentimen positif bagi pelaku pasar seperti fund manager, analis dan investor.

– Mengejawantahkan target yang diberikan ke dalam visi, goal, strategi sampai pada tujuannya penjabaran tujuan dalam kerangka lebih spesifik. Dengan target nilai kapitalisasi pasar 30 miliar dolar AS, dijabarkannya ke dalam visi yang dapat dipahami dan memberi pencerahan untuk kemana perusahaan akan dibawa. Seperti melakukan break-down dari goal utama pencapaian nilai kapitalisasi pasar 30 miliar dolar AS, yang jika di-breakdown menjadi target khusus untuk harga saham tahun 2010 (Rp 14.925/lembar), revenue thn 2010 (Rp 87,6 T), EBITDA thn 2010 (Rp 50,2 T). laba bersih (Rp 16,5 T) dan EBITA margin thn 2010 (59%). Target yang lebih khusus ini di-breakdown agar pencapaian ke goal utama dapat secara jelas dan detail dicapai melalui sasaran antara pencapaian target-target khusus ini.

Monitoring dan kontrol. Pengontrolan kinerja mulai dari aspek tangible sampai yang intangible seperti eksekusi produk dan layanan pendukung di lapangan, cash-flow management, CaPex Tracking, pertumbuhana bisnis dsb. Fungsi kontrol ini sangat strategis untuk keperhasilan pencapaian goal serta krusial untuk melakukan pivoting (alternatif perubahan) saat eksekusi di lapangan tidak sesuai dengan apa yang diharapkan.

7. Turn-Aroud Management
Misi melakukan turn-around management, berbalik dari situasi yang kritis merupakan tantangan tersendiri terutama terkait dengan penugasan baru seorang CEO pada sebuah perusahaan yang terkena krisis atau urgensi melakukan perubahan besar. Bahkan seorang CEO dengan latar belakang berbeda dengan core-business perusahaan baru yang akan dipimpinnya mempunyai kesempatan yang sama untuk sukses. Arwin menggarisbawahi kemampuan seorang leadership lebih pada kemampuan visi didukung leadershipnya tidak semata-mata hanya kemampuan teknis. Kisah sukses Lou Gerstner (mantan CEO Nabisco) dalam melakukan turn-around selama hampir sembilan tahun kepemimpinanya di IBM, seperti yang ditulis dalama buku Who Says Elephant Can’t Dance: Inside IBM’s Historic Turnaround termasuk pada awal kepemimpinanannya yang mendapat komentar sinis karena berasal dari latar belakang industri yang sama sekali berbeda. Suatu kali ada karyawannya bercanda bahwa Gerstnern yang berlatar belakang bukan praktisi IT masih bisa sukses memimpin raksasa komputer ini, asal bisa membedakan antara micro-chips dan chocolate-chips.

Pemimpin tidak hanya kemampuan dalam melakukan turn-around management, namun keberanian untuk melakukan gebrakan baru yang berkontribusi pada transformasi, seperti apa yang dilakukan Arwin seperti:
– melakukan cost to revenue ratio (delivery time serta kualitas teknologi, produk dan pelayanan)
– memonitor anggaran modal (capex tracking )
– menasionalisasi tender/tender terpusat (e-auction)
– melakukan cost efficiencing drive spt efisiensi link (jalur) internasional dengan peningkatan konten lokal, merumuskan blue print implentasi Next Generation Network (NGN)
– optimalisasi capital management melalui selective refinancing dan prepayment serta share buy-back
– sentralisasi pengadaan (procurement) seperti join procurement untuk pengadaan SIM CARD-RUIM (Telkomsel-Flexi)
– kontrol menyeluruh dari hulu ke hilir yang dikenal Product Owner-Delivery Channel (PO-DC) dimana integrasi dari setiap gugus memastikan setiap tahapan proses dapat memberikan kepuasan pelanggan.

8. Paradigm Shift
Salah satu faktor kritikal dalam perubahan adalah pola pikir, pola kerja (budaya kerja) yang sudah terpola dalam kurun waktu lama dan kadang menjadi penghambat dari proses perubahan yang dibutuhkan oleh perusahaan. Jumlah atau bentuk perubahan paradigma yang dilakukan tidak lah menjadi efektif, tanpa didukung sikap dan tindakan yang benar untuk siap berubah. Kegiatan sebagai bagian perubahan paradigma hanyalah media dimana manusia sebagai aset utama perusahaan siap untuk berubah. Perubahan paradigma juga lebih berdimensi kultural, menyentuh norma-norma dan mentalitas SDM.

Saat itu sebagai pemain terbesar, menurut pengamatan Arwin, Telkom tetap sulit dikalahkan pesaing. Namun sebagai yang terbesar, seringkali yang mnejadi musuh telkom adalah dirinya sendiri, yakni persoalan budaya dan paradigma yang telah berjalan lama di Telkom.

Perubahan paradigma menjadi item dari strategis inisiatif dalam Roadmap TelkomGoal 3010.
Implementasinya seperti:

– Transformasi dari perusahaan yang hanya berorientasi produk dan teknologi menuju perusahaan yang beriorientasi pelanggan juga (customer centric). Pada tahapan ini perusahaan harus mampu dan mau mengelola ekspektasi pelanggannya. Ada dua tujuan strategis di dalamnya yaitu sambil memperluas jenis produk dan layanan serta juga fokus pada memperluas basis pelanggan. Dengan demikian keberadaanya tidak hanya to win the market, namun juga shape the market.

– Perubahan struktur organisasi yang sesuai dengan perkembangan bisnis, seperti penambahan direktorat Risk Management & Legal Compliance, Procurement dan penempatan Corporate Communication langsung dibawah Dirut. Diikuti penyusunan road map manajemen agar pada tahun 2010 Telkom memiliki manajemen SDM yang berbasis kompetensi.

– Reorientasi bisnis yang hanya mengandalkan penghasilnya sebagai operator telko menjadi pemain dalam bisnis TIME (telecommunication, information, media dan edutainment).

– Menjadi perusahaan yang pro-pasar, karena Telkom listing (terdaftar di 3 bursa efek, beberapa diantaranya bursa efek internasional). Paradigma perusahaan untuk selalu mengedepankan semua strategi yang value creation yang meningkatkan sentimen positif dari pasar modal dan memenuhi asas kepatuhan (compliance).

– Terbuka untuk eksternal best pratice. Dalam rangka pelaksanaan strategi value creation, kebutuhan akan dukungan best-practice dari eksternal, merupakan suatu kesempatan untuk membantu akselerasi dan efektifitas kerja perusahaan. Perlu perubahan paradigma yang mendikotomi orang dalam dan orang luar (eksternal), namun lebih pada fokus akan peran/kontribusi dari keberadaan dari jasa konsutan eksternal maupun SDM (temporary) eksternal, selain mempercepat, membantu efektifitas kinerja, juga dapat menjadikannya sebagai media transfer knowledge, skill dan juga pengalamannya.

– Diversifikasi strategi bisnis. Masuknya Arwin Rasyid ke Telkom dengan program yang mengacu pada value creation memberi warna baru dari perusahaan yang awalnya hanya mengedepankan revenue dari produk dan layanannya, mengalami diversifikasi strategi bisnis berupa aksi korporasi akusisi, share buy-back (pembelian saham kembali), terbuka menerima masukan best practice dari ahli dan praktisi kelas dunia. Di sisi lain, pengalamannya di perbankan dan hubungannya dengan investor. Arwin memandang perlu agar korporasi mengedepankan asas kepatuhan (compliance) sebagai wujud pertangungan jawab perusahaan pada stakeholdernya termasuk di dalam pihak yang berhubungan dengan pasar modal seperti investor. Pijakan pertama dalam membangun korporasi (Telkom) yang mengedepankan asas kepatuhan (compliance) dengan rencana pendirian direktorat Risk Management dan Legal Compliance. Dimana saat itu, Telkom telah listed di New York Stock Exchange (NYSE) dimana perusahaan harus mengikuti aturan pasar modal di sana seperti Sarbanes-Oxley Act (SOA).

– Penyesuaian tarif. Saat mulai bertugas Arwin belum melihat adanya paradigma ‘to fit the price with customer needs and expectation‘ di Telkom. Lalu diusulkannya tariff reballancing sebagai usaha untuk lebih customer centric yang menyesuaikan tarif berdasarkan kebutuhan dan harapan customer. Gebrakan ini tentu menimbulkan tanda tanya dan pandangan skeptis, bagaimana bisa. Pada poin selanjutnya Strategic Approach, dapat dilihat bagaimana inovasi untuk menjalankan strategi ini.

9. Strategic Approach
Pendekatan yang strategis yang dimaksud, implementasi suatu strategi dengan cost tertentu namun menciptakan manfaat tidak saja pada satu aspek namun berdampak ke banyak aspek seperti:

-Strategi reposisi dari masing-masing departemen ke strategi kolektif seperti contoh program Corporate Social Responsibility (CSR) yang mulai terintegrasi dengan fungsi marketing, Public Relation (PR) dan strategi pertumbuhan perusahaan. Dengan demikian tidak saja program kerja menjadi lebih fokus (tidak tumpang tindih), di sisi lain integrasi program membuat anggaran yang yang dulu tersebar bisa mengalami penguatan dengan integrasi ini, seperti setelah program CSR lebih terintegrasi, anggaran CSR (Program Kemitraan dan Bina Lingkungan/PKBL) pun meningkat dari 1,5% menjadi dua kali lipat pada tahun 2006.

-Pengembangan strategi pemasaran Telkom Group melalui joint distribution channel (kerjasama jalur distribusi) dan synergy pricing (sinergi tarif) SMS Telkom Group dari Kartu AS ke Flexi serta pricing plan (penyusunan rencana) tarif SLI 007 maupun Telkom Global 017. Pemetaan strategi produk, ponsel dual on (GSM & CDMA) yang dapat menjadi ujung tombak strategi penetrasi kartu GSM SIM CARD Telkomsel dan RUIM CDMA dari Flexi. Serta masih banyak yang lain seperti join sentra layanan Plasa Telkom untuk customer service Telkom dan Telkomsel, join database supplier dan pricing reference sampai procurement bersama SIM-CARD (Telkomsel) dan RUIM (Flexi).

-Strategi menurunkan tarif agar lebih terjangkau (tariff rebalancing). Usulan upaya ini dilakukan dengan tujuan untuk meningkatkan usage yang pada akhirnya meningkatkan jumlah pelanggan. Tariff rebalancing ini mengikuti dari teori elastisitas, dimana secara prinsip pendapatan merupakan perkalian dari harga dengan penggunaan (usage). Saya jadi teringat tulisan saya sebelumnya tentang keberhasilan implemtasi strategi menurunkan tarif yang berkontribusi pada peningkatan usage (pemakaian ) ini yang sukses dilakukan oleh mantan CEO XL Axiata Hasnul Suhaimi pada kurun waktu 2007-2010. Pada sisi lain tariff rebalancing membantu manajemen untuk menyesuaikan tarif kompetitif produk-produk dari masing-masing anak perusahaannya. Ambil contoh saat itu, tarif SLJJ Telkom zona tertentu pada jam sibuk, masih lebih mahal [tidak kompetitif] dibanding Telkomsel, sehingga perlu tariff rebalancing. Di lain pihak pendekatan tariff rebalancing membuka segmentasi sehingga seperti yang quality oriented akan membayar harga mahal untuk kualitas dan kapasitas dan pengguna yang cost consciousness lebih memilih pada harga yang murah. Pada bisnis model segmentasi ini dapat menyasar segmen yang lebih beragam dengan layanan yang bervariasi, serta disisi lain proses subsidi silang dapat dilakukan pada piramida bawah pelanggan yang menginginkan tarif murah.

Di bawah kepemimpinannya di Telkom dengan TelkomGoal 3010 dalam 5 tahun, membuka kesempatan best practices seperti bagi SDM eksternal berikut keterlibatan konsultan eksternal untuk selain membantu melihat dari sisi lain (fresh thiniking & idea) dan membantu dari sisi best practice-nya, juga memberi sinyal positif bagi pelaku pasar bahwa emintennya terbuka berikut aksi korporasinya sama seperti aksi korporasi akusisi, share buy-back (pembelian saham kembali), perbaikan dan peningkatan mutu sistem procurement yang tidak saja baik bagi perusahaan namun juga memberi sentimen positif ke pasar. Arwin menyebutnya strategi sekali merengkuh dayung dua tiga pulau terlampaui.

10. Pengelolaan SDM
Arwin Rasyid memandang karyawan (people) sebagai aset penting perusuhaan, dalam hal ini people yang dimaksud adalah right people. Tugas pemimpin agar mengawal dan membina people tetap menjadi right people. Right people yang dimaksudkannya adalah karyawan yang in lined (cocok) dengan irama perusahaan, budaya perusahaan atau dengan kata lain dalam bahasa saya, orang yang senantiasa berkontribusi dan keberadaannya relevan dengan kebutuhan perusahaan dari waktu ke waktu, yang terus berkembang dan dinamis. Arwin dalam buku Telkom 3010 Inside Story Telkom Value Creation, menambahkan pandangan no bad soldier, but bad general perlu ditelaah lebih lanjut. Memang tugas pemimpin untuk membentuk dan membina anak buahnya, namun lanjutnya bila anak buah sudah tidak bisa diharapkan (mengganggu jalannya organisasi), maka kebijakan reward-punishment perlu dijalankan. Pada masa kepempinannya Arwin pernah mengusulkan salah satu bentuk reward (penghargaan) bagi karyawannya seperti program kepemilikian saham karyawan employee and managementstock option program (EMSOP) dan penguatan Dana Pensiun, selain program promosi jabatan.

III. Hasil transformasi

Pencapaian hasil transformasi di Bank Danamon (2000-2003)
Berikut hasil transformasi pada Bank Danamon saat kepemimpinan 2000-2003 saat itu meliputi peningkatan Laba Bersih (Rp Milyar) Pinjaman per sektor (%), Rasio Dana Murah thd DPK (%), indeks service excellece on top, harga saham dan kapitalisasi pasar Danamon. Pencapaian hasil termasuk membawa bank Danamon menjadi sehat sekaligus mapan sebagai bank retail dan UKM (SME) setelah melakukan transformasi sebagaimana yang dituturkan Arwin pada sesi Power Talk dapat dilihat pada gambar di bawah ini.

DanamonResult1_20002003

Gambar 4. Hasil transformasi di Bank Danamon (2000-2003)

Pencapaian hasil transformasi di PT Telkom (2005-2006)

Hasil transformasi Telkom dapat dilihat dari hasil implementasi ke empat inisiatif strategi dari roadmap TelkomGoal 3010, ditandai hasil pemasukan tahunan yang dapat dilihat di laman investor Telkom pada laporan keuangan Telkom. laporan keuangan Telkom 2005 dan 2006

serta hasil yang dapat dilihat pada Gambar 5.
HasilTelkom

Gambar 5. Hasil transformasi Telkom (2000-2003)

IV. Lesson Learned and Wisdom

Menjadi leader dalam hal ini CEO di usia muda saat ini dimungkinkan, namun menurut Arwin Rasyid untuk mendapat wisdom perlu “jam terbang”. Berikut ini beberapa wisdom dan lesson learned dari seorang Arwin Rasyid:

Learning Process. Proses pembelajaran merupakan kebiasaan positif untuk berkembang dan menjawab tantangan masa depan. Arwin yang berlatarbelakang dari perbankan, menerima tawaran yang cukup menantang sebagai CEO perusahaan telekomunikasi besar Telkom dari industri yang berbeda dengan latar belakang profesional sebelumnya. Tak kurang 2 jam setiap harinya digunakan Arwin untuk membaca beberapa diantaranya jurnal-jurnal tentang perusahaan telko internasional seperti Vodafone, British Telecom, Telstra, France Telecom dll. Belajar agar dengan cepat dapat menyesuaikan dengan lingkungan kerja yang baru. Bahkan setelah meninggalkan Telkom, Arwin pun tak henti untuk mengasah pengetahuan bisnisnya di sektor telekomunikasi dengan mengikuti program eksekutif di sekolah bisnis ternama INSEAD Perancis.

Choose the right people. Pandangan Arwin Rasyid tentang rekrutmen/tim untuk bekerjasama lebih condong untuk memilih yang kandidat yang cocok (right) dengan kebutuhan dan lingkungan, visi dibandingkan kandidat yang mungkin terbaik (the best) yang belum tentu cocok dengan budaya kerja dan kebutuhan organisasi. Pengangkatan Arwin Rasyid sebagai Dirut Telkom pun juga merupakan contoh choose the right people, dimana saat itu pemerintah sebagai pemegang saham mayoritas Telkom menginginkan Telkom yang bertumbuh di pasar modal (pro pasar). Selain Arwin mempunyai relasi dengan ekosistem pasar modal, pengalamannya sebagai bankir dalam proses assessment pinjaman untuk berbagai karakter industri dan proses bisnis, menjadi suatu strong point baginya yang sesuai dengan apa yang diinginkan pemegang saham mayoritas pada sosok yang akan memimpin Telkom saat itu.
Menurut saya, pandangan ini senada dengan pendapat pebisnis terkenal lainnya seperti Jack Ma yg lebih memilih calon karyawannya yg ‘crazy’ (unik/nyleneh) dibanding the best one, serta jajaran manajemen Amazon yg dipimpin Jeff Bezzos dgn metoda seleksi calon karyawan selain cerdas namun harus Fun (bisa santai dan kreatif) atau Tonny Hsieh CEO Zappos yg sangat menekankan calon karyawan harus secara fundamental ‘click‘ dgn budaya kerja di Zappos. Hal ini dirasakan Tony Hsieh lantaran pelajaran mahal di perusahaan pertama yang didirikan sebelumnya yang gagal karena tidak dilandasi satu budaya kerja yang kuat).

Lebih Baik Tidur Nyenyak daripada Makan Enak. Mengejar rasa damai (tentram) dalam terlebih dahulu.

Spirit Egaliter. Mengutip dari quote favorit ayahanda Arwin Rasyid (Sutan Rasyid), janganlah menilai seseorang dari pangkat dan kekayaan, tetapi nilailah dari karakter dan kebesaran jiwanya. Saduran dari quote dalam bahasa Inggris “Don’t judge a person by how did she is, how important he is, judge a person by the strength of character and the size of the heart.

Kejar presestasi (Kontribusi), bukan kejar jabatan.
Mengejar prestasi dan berkontribusi, kerja sebaik-baiknya jabatan akan datang sendirinya. Mengejar prestasi rasanya tidak ada habis-habisnya, kalau kejar jabatan, Arwin menambahkan condong [salah-salah] bisa cari muka (asal bapak senang), jaim (jaga image), bahkan main sikut-sikut atau tusuk dari belakang.

Jadi pemimpin, harus bisa belajar sikap mau dipimpin. Masing-masing orang punya gaya (sytle) yang bisa berbeda satu sama lain, namun substansi (substance) pemimpin itu merupakan hal utama yang harus dimiliki oleh pemimpin. Bisa saja sang bos galak atau sentimentil, atau pintar atau anak buah lebih pintar. Sikap mau dipimpin (kepemimpinan dalam perspektif dan value positif) menjadikan semua menjadi kesempatan kita sebagai anak buah untuk berkembang). Arwin pada sesi Power Talk (Kamis, 30 Juli 2015 di Sekolah Bisnis IPMI Internasional) mengilustrasikan jika sang bos pintar, pakai kesempatan untuk anak buah untuk bisa belajar dari sang bos. Kalau sebagai anak buah berpikir jika sang bos tidak pintar atau becus memimpin, pakai kesempatan untuk bantu bos tersebut.
Arwin menambahkan, untuk menjadi pemimpin pun butuh proses. Arwin yang mengawali karir di Bank Niaga dari posisi entry-level di tengah karirnya banyak mendapat tawaran jadi direksi di bank-bank kecil. Tapi ditolaknya karena merasa belum kuat fondasinya. dan masih butuh waktu dan proses untuk membangun fondasi leadershipnya sambil menjadi team player yang mendukung pemimpinnya (diandalkan dan dapat bekerja sama). Setelah menempati posisi di jajaran direksi dengan posisi terakhir Wadirut, barulah Arwin membuka diri untuk mencari tantangan di perusahaan/industri lain.

Memegang teguh prinsip. Prinsip layaknya sebuah kompas memberikan arah dalam kehidupan, membantu menavigasi dalam mencari jalan keluar. Termasuk prinsip saat bekerja, meski pada saat itu Arwin telah membulatkan hatinya untuk mundur dari Telkom dan pemerintah memintanya untuk tetap menjalankan tugas. Namun sebagai profesional yang ingin menjalankan tugasnya agar berhasil, bila ada permohonan kepada pemerintah untuk adanya perubahan tidak sepenuhnya dipenuhi, Arwin memilih tetap pada prinsipnya dan mengembalikan mandat ke pemerintah.

Berani bersikap sekaligus hormat (respek) Seorang pemimpin harus tahu kapan harus untuk mengemukakan pendapat atau melakukan suatu pivoting (perubahan) pada kondisi tertentu dalam bentuk ancaman, gangguan atau hal yang menyebabkan tidak terjapainya tujuan. Pada saat menerima mandat sebagai CEO Telkom (2005), Arwin tidak mendapat ruang gerak untuk menentukan Board of Director. Dalam perjalanananya dengan beberapa tantangan & benturan kepentingan yang ada, Arwin merasa perlu untuk berani melangkah (speak-up) untuk minta adanya perubahan dikomunikasikannya kepada pemerintah sebagai pemegang saham mayoritas, namun perubahan tidak diperoleh sampai pada keputusannya untuk mengundurkan diri menyerahkan mandat kembali ke pemerintah.

Make friends. Dengan prinsip Arwin make friends ini, mendorongnya menjalin pertemanan seluas-luasnya. Tidak heran kalau kolega, anak buah memiliki kesan yang sama akan sosok Arwin yang hangat, mau menyapa dahulu dan berkenalan dengan orang baru.

Beberapa hal di atas yang bisa menjadi inspirasi dari pengalaman seorang Arwin Rasyid, serta juga sharingnya dalam berbagai kesempatan seperti pada program tv Kick Andy

Berkaca dari pengalaman Arwin Rasyid, saya mengambil kesimpulan salah satu legasi dari good leader salah satunya

Bahkan sebuah majalah menggambarkannya, a hybrid between leader and a banker. . Saya menambahkan sosoknya tidak hanya leader namun juga top marketer.

Dari beberapa pengalaman di atas bisa jadi lesson learned yang menginspirasi kita semua untuk menjadi pemimpin lebih baik, ada hal yang menjadi perhatian saya. Arwin memulai tugas sebagai Dirut Telkom (2005) tanpa mendapat ruang gerak memilih/manambah beberapa direksi yang ingin dipilihnya, mungkin berbeda dengan beberapa Dirut BUMN lain saat itu atau saat dirinya menjadi Dirut Bank Danamon (2000-2003) yang bisa memilih the winning team-nya. Namun itu tidak menyurutkan Arwin untuk berprestasi! Kepemimpinana Arwin di PT Telkom boleh dikatakan singkat (20 bulan) namun berkontribusi meletakan fundamental untuk perkembangan perusahaan in the long run (jangka panjang). Saya mencoba menganalogikan sebagai kepemipinan jangka pendek dengan sarat prestasi, dengan kesuksean kepemimpinan Presiden ke 3 B.J. Habibie yang begitu banyak kontribusi dalam mengantarkan Indonesia bangkit dari krisis, bertransformasi dengan tatatan fundamental yang kuat Indonesia untuk jangka panjang. Hal ini menunjukkan bahwa keberhasilan kepemimpinan untuk berkontribusi tidak serta merta bisa dipengaruhi oleh keterbatasan (keterbatasan waktu dan dukungan bukan menjadi penghalang utama), namun bergantung pada efektifitas dalam menjalankan peran kepemimpinan itu sendiri.

Pada bagian akhir tulisan ini, saya merungkumnya dalam kutipan saya tentang good leader: “Good leader left the legacy of
short-term & mid-term goal achievement and strong process platform to achieve long-term goal.

–the end–

catatan kaki:
Saya beruntung tidak saja bertemu langsung dengan Pak Arwin Rasyid yang hadir sebagi pembicara utama pada acara Power Talk akhir Juli 2015. Namun, baru saya sadar bahwa ada beberapa hal yang dipaparkannya termasuk melalui bukunya Telkom3010 Inside Story Telkom Value Creation, ada yang juga saya alami saat itu (jaman kepemimpinan beliau, 2005-2006) seperti saat saya sedang ada pengetesan produk komunikasi pada simulasi jaringan Telkom di kantor Risti Telkom, saya sempat melihat suatu ruangan tempat sentralisasi e-auction (lelang terpusat), kemudian pada tahun 2006 saat saya sempat ikut hadir dan sebagai partner (vendor) support peluncuran secara nasional layanan Speedy di 22 kota yang saat itu dilakukan pelataran di Jl. Asia Afrika dekat Plaza Senayan Jakarta. Dan terakhir Pak Arwin pada bukunya Telkom 3010 Inside Story Telkom Value Creation sempat menyinggung Next Generation Network (NGN) sebagai blue-print technology, yang juga dikenal dengan jargon (istilah) ‘Seamless Mobility‘ teknologi masa depan saat itu (2006). Kebutulan saat itu saya juga concern tentang NGN dan sempat menulis artikel relevan tentang teknologi ‘Seamless Mobility‘ yang mungkin perlu didukung banyak kerjasama dari berbagai penyedia layanan pada saat itu. Saat ini seperti yang saya lihat fiturnya di aplikasi mobile MyTelkomsel, seamless mobility (2015) ditawarkan antara flash (mobile) dengan Wi-Fi yang ditawarkan oleh Telkomsel.

*Keterangan foto artikel (featured image): foto diambil saat acara Power Talk 30 Juli 2015 di Kampus Sekolah Bisnis IPMI Internasional

Tentang Penulis : JM Zacharias ( @jmzacharias ) saat ini berprofesi sebagai business strategist, berkarir profesional dalam bidang produk, sales dan marketing lebih dari satu dekade. Pengalaman karir profesionalannya di berbagai industri meliputi retail, consumer electronic, teknnologi informasi dan telekomunikasi baik Business to Customer (B2C) maupun Business to Business (B2B). Dengan beragam pengalaman di perusahaan multinasional, nasional serta startup pada bidang teknologi, sales marketing dan manajemen serta iklim kerja lintas budaya antar bangsa dalam portofolio karirnya di kawasan Asia Pasifik dan Asia Tenggara turut memperkaya wawasan dan melebarkan preperspektif untuk terus belajar dan berbagi. Mengkomunikasikan ide dan strategi bisnis dilakukannya dalam bentuk artikel, pelatihan dan kegiatan konsultasi. Informasi detail dapat di lihat pada JMZacharias.Com Strategi Bisnis & Teknologi . Anda dapat mengubungi melalui tautan kami.

Byjmzachariascom

Skenario strategi mengurai ketidakpastian masa depan

Saat mengetahui ada informasi (undangan) sesi Power Talk dengan pembicara Darwin Silalahi , saya langsung konfirm untuk hadir bertemu dan mendengar pemikiran dan sharing dari praktisi strategi dengan kaya pengalaman di berbagai organisasi korporasi mulai dari perusahaan nasional, multinasional dan kementrian BUMN. Terlebih buku ‘LIFE STORY not Job Title’ yang ditulisnya memberi warna pencerahan begitu kental (lengkap dengan sharing pengalaman best practice dan wisdom selama karir profesionalnya) untuk membantu mendorong pembangunan karakter kepemimpinan anak muda Indonesia. Bertemu langsung penulis buku yang menginspirasi pembaca merupakan suatu pompaan semangat bagi pembacanya.

Book_LIFE STORYxyz

Darwin Silalahi yang saat ini menjabat sebagai Presiden Direktur & Country Chairman PT Shell Indonesia menjadi pembicara utama sesi Power Talk yang diselenggarakan IPMI Business School, hadir mengupas lebih dalam tentang Schenario Planning yang menjadi pendekatan legendaris Shell (salah satu International Oil Company) untuk mematakan skenario-skenario dalam menghadapi masa depan baik pada tingkat global, regional dan negara.

Pendekatan Scenario Planning
Pendekatan skenario (scenario approach), dimana skenario yang merupakan alat yang bisa membantu mengenali pergeseran-pergeseran struktural, dan menimbang interaksi yang mungkin antar-berbagai perspektif dan kemungkinan (Darwin Silalahi, kolom Opini Majalah Tempo,2 November 2009). Pada paparan pada sesi Power Talk (27 Mei 2015), Darwin menceritakan tentang Scenario Planning yang dilakukan oleh Shell. Scenario planning disusun oleh tim skenario bekerja sama lintas disiplin ilmu serta berinteraksi dengan fokus group dan ahli dari luar. Team skenario ini yang bertugas mendukung jajaran eksekutif senior dengan beberapa perannya seperti:
-membantu melakukan mapping skenario-skenario what-if sehubungan dengan masa depan dengan ketidakpastiannya (uncertain future),
-mendorong hal baru,
-memetakan tren (very strong and emerging trend),
-menyederhanakan kompleksitas,
-tanggap terhadap perubahan/pergeseran dalam masyarakat, demografi, politik dll,
-mendefinisikan ketidakpastian (define uncertainty).

Shell merilis skenario pada tahun 1971 berkaitan dengan pandangan harga minyak (oil price outlook). Dengan skenario tersebut, menunjukkan bagaimana cara Shell bertindak terhadap ketidakpastian pasca Perang Dunia II sampai dekade 60-an.
Scenario planning yang dikembangkan lebih dari sekedar prediksi (forcast) namun bagaimana menjawab tantangan akan ketidakpastian (mengurangi ketidakpastian). Hal yang perlu dipahami dari suatu skenario, bahwa banyak pandangan (more view) dibutuhkan dalam menyusun suatu skenario. Pada skenario memetakan kemungkinan-kemungkinan (what-if that happen) dan menyediakan landasan untuk eksplorasi. Ada penjelasan menarik dari buku ‘LIFE STORY not Job Title’ (hal. 164) yang ingin saya tambahkan melengkapi pemamparan Darwin Silalahi dalam acara sesi Power Talk, sebagai berikut: “Scenario planning dijabarkan lebih mendalam dalam artikel “Three Decades of Scenario Planning in Shell”,California Management Review Vol. 48, No. 1, Fall 2005. Skenario bukanlah proyeksi, prediksi, atau refrensi, melainkan cerita-cerita utuh dan kredibel tentang masa depan. Skenario ini dibuat untuk membantu perusahaan-perusahaan dalam menantang asumsi-asumsi mereka, mengembangkan strategi mereka, dan menguji rencana-rencana. Di Shell, skenario memainkan peranan penting untuk mengantisipasi perubahan-perubahan struktural dalam tatanan energi global. Dikombinasikan dengan perankat analisa strategis lain seperti market assessments dan competitive analysis, skenario tetap menjadi bagian tak terpisahkan dalam strategi Shell di semua level tingkat pengambilan keputusan.”

Transformative Scenario Planning
Saat berbicara tentang scenario planning, Darwin tidak lupa memberi contoh Transformative Scenario Planning yang dirintis oleh Adam Kahane. Adam Kahane sendiri memiliki pengalaman dan portfolio sebagai Strategic Planning di Shell dan terlibat dalam implementasi Scenario Planning Shell. Saya mencoba browsing tentang sosok Adam Kahane dan pemikirannya tentang Transformative Scenario Planning. Melalui referensi video (menit ke 8, detik ke 30) Adam mengatakan “tentang apa yang dapat terjadi sebagai cara berpikir tentang masa depan dan beradaptasi dengan masa depan yang kita tidak dapat prediksikan atau kontrol. Tidak tahu apa yang dapat terjadi namun memberi pengaruh dan mentransformasikan apa yang dapat terjadi yang disebutnya sebagai transformative scenario planning (bukan adaptive scenario planning).

*tambahan referensi lain” ttg Transformative Scenario Planning Adam Kahane, Perspectives: Transformative Scenario Planning A tool for systemic change.

Perjalanan 40 Tahun Skenario Shell (2012)
Perjalanan 40 Tahun Skenario Shell ditandai:
-awal tahun 70-an, kenaikan harga minyak seiring perkembangan ekonomi tahun 1970-an. Piere Wack meyakinkan tentang skenario pada jajaran pimpinan Shell, merilis skenario 1971;
-tahun 80-an perkembangan politik (integrasi Uni Eropa, runtuhnya Uni Soviet dan bangkitnya Tiongkok sebagai global economic powerhouse) dan menurunnya harga minyak dunia;
-tahun 90-an globalisasi dan perkembangan IT (transformasi dan disruptif teknologi);
-tahun 2000, kenaikan demand tidak diikuti pemenuhan supply, transisi ke dekade berikutnya yang kritikal serta transisi untuk keberlanjutan.

PT Shell Indonesia juga pernah merilis Shell Scenario di Indonesia pada tahun 1996, 2002 dan 2010. Transformative Scenario Planning di Indonesia sendiri yang dilakukan Shell beberapa kali (1996, 2002 dan terakhir 2010). Sebagaimana pembuatan scenario planning, proses dilakukan dengan berinteraksi dengan focus group dan ahli/praktisi (external expert) Indonesia dari berbagai disiplin ilmu. Scenario planning untuk Indonesia (2010) untuk memetakan ketidakpastian kritikal masa depan (future critical uncertainties) meliputi perkembangan pemimpin lokal (local leader), reformasi dll menuju nusantara melaju. Melengkapi pemaparan Darwin pada sesi Power Talk, saya kutip juga tentang “Skenario Indonesia 2025” dari buku karangannya’LIFE STORY not Job Title’ (hal. 164-165) , pada diskusi panel “Skenario Indonesia 2025” yang diselenggarakn bekerjasama dengan Kompas dengan beberapa pakar  di Indonesia pada pertengahan 2010 tersebut, memunculkan dua skenario untuk Indonesia hingga tahun 2025. Skenario pertama (“Alon-alon Asal Kelakon“), Indonesia tidak secara proaktif memulai dan mengeksekusi agenda perubahan, tetapi lebih bereaksi terhadap berbagai kejadian atau tekanan yang ada saat itu. Pada skenario ini, kebijkan yang diambil pemerintah lebih disetir oleh prioritas dan tekanan jangka pendek yang mendesak. Pada skenario ke dua, “Nusantara Melaju“, Indonesia melaju berkat keteguhannya dan terbosan dalam melaksanakan reformasi. Dua faktor yang memungkinkan terciptanya terobosan adalah tekanan domestik untuk terus melakukan perubahan dan munculnya peluang eksternal yang mendorong pertumbuhan Indonesia. Penjelasan lebih lanjut dapat dilihat pada halaman 165 ‘LIFE STORY not Job Title’.                             
Scenario Planning Schematic & Process
Dalam scenario planning, Darwin memaparkan pemetaan dimulai dari mendifiniskan dengan jelas fokus perhatian (fokal concern), kemudian dilanjutkan ekplorasi dan menentukan prioritas kekuatan pendorongnya (driving forces),kemudian melakukan sintesa (synthesize) melalui skenario-skenario (dalam bentuk scenario logic loop) yang pada akhirnya bermuara pada implikasi yang strategis.

Mountain & Ocean Scenario
Darwin pun lebih dalam berbicara tentang skenario pada dua kategori skenario Mountain Scenario dan Ocean Scenario.
Karakteristik yang membedakan satu sama lain, pendekatan Mountain Scenario cocok untuk karakteristik pendekatan game change driven. Orang yang berada pada top level dapat melihat permasalahan dengan horison yang luas dan langsung dapat melakukan action (drive game change). Contoh implementasinya seperti inisiatif Shell di AS (North America) Shell Gas revolution (teknologi pengolahan lapisan lumpur dasar laut untuk memisahkan dan mendapatkan minyak dan gas sehingga harga minyak yang didapat dapat lebih kompetitif dan terjangkau), inisiatif mendukung perusahaan kecil menengah (SME) dalam bentuk private equity (venture capital) dan pengembangan compact and efficient city.
Sedangkan Ocean Scenario berkaristik lebih datar (flat), lebih digerakkan pada aspirasi dalam hal ini publik (people power driven) dalam berbagai kontek termasuk konteks sosial politik dengan tantangannya.

Antara Keraguan dan Optimisme
Melihat pendekatan dalam melihat (meraba) masa depan Scenario Planning dari Shell ini, selain menjadi gebrakan pendekatan pemikiran yang bisa diterapkan dalam melihat masa depan dalam konteks pribadi atau organisasi. Di sisi lain, pendangan yang meragukan pendekatan ini untuk dapat melihat (meraba) masa depan dengan  sinisme apakah mungkin bisa melihat (meraba) masa depan, bagaimana kalau pada pelaksanaannya tidak jalan. Bagaimana kalau di tengah jalan ada yang berbeda dari skenario. Dan masih banyak tanda tanya.
Sesuatu yang pasti adalah perubahan itu sendiri, tidak terkecuali masa depan. Seberapa pun sulit untuk memprediksi apa lagi mengontrol masa depan, namun mempersipakan skenario dengan melihat tanda-tanda tren dari ke waktu membantu kita dalam menghadapi masa depan. Tidak hanya membantu menghadapi masa depan, namun bisa memberi makna, pengaruh transformatif (influence) untuk perubahan itu sendiri.

*Keterangan foto: foto saat acara Power Talk di IPMI Business School 27 Mei 2015

Tentang Penulis : JM Zacharias ( @jmzacharias ) saat ini berprofesi sebagai business strategist, berkarir profesional dalam bidang produk, sales dan marketing lebih dari satu dekade. Pengalaman karir profesionalannya di berbagai industri meliputi retail, consumer electronic, teknnologi informasi dan telekomunikasi baik Business to Customer (B2C) maupun Business to Business (B2B). Dengan beragam pengalaman di perusahaan multinasional, nasional serta startup pada bidang teknologi, sales marketing dan manajemen serta iklim kerja lintas budaya antar bangsa dalam portofolio karirnya di kawasan Asia Pasifik dan Asia Tenggara turut memperkaya wawasan dan melebarkan preperspektif untuk terus belajar dan berbagi. Mengkomunikasikan ide dan strategi bisnis dilakukannya dalam bentuk artikel, pelatihan dan kegiatan konsultasi. Informasi detail dapat di lihat pada JMZacharias.Com Strategi Bisnis & Teknologi . Anda dapat mengubungi melalui tautan kami.

Byjmzachariascom

Hasnul Suhaimi dan Perkembangan Industri Telekomunikasi Indonesia

Perkembangan industri telekomunikasi khususnya komunikasi bergerak, mulai bertumbuh signifikan sejak teknologi GSM masuk di Indonesia (1994) menggantikan teknologi AMPS dengan segala keunggulannnya mulai cakupannya, mobilitas roaming serta ukuran dan harga ponsel yang menjadi lebih terjangkau konsumen. Sejarah operator GSM dimulai dari Satelindo (1994), Telkomsel (1995) dan XL (1996) kala itu. Menarik melihat perkembangan telekomunikasi bergerak dalam kurun waktu lebih dari dua dasa warsa, saya pribadi mengklasifikasinya dalam periode tersebut sebagai berikut: fase adaptasi dan pertumbuhan (1994-2006), fase yield (2007-2010), konsolidasi operator (2011- ? ).

Pada masa awal saat adaptasi teknologi baru (GSM) diikuti pertumbuhan yang signifikan (masa keemasan) tentu menarik hadirnya operator baru lainnya seperti IM3 yang dimiliki Indosat (saat itu core business-nya di bidang SLI: Sambungan Langsung Internasional berikut layanan satelit) dan memiliki saham di Telkomsel. Setelah menjual seluruh sahamnya di Telkomsel, Indosat mengakusisi Satelindo dan melakukan merger dengan IM3 menjadi operator GSM Indosat. Sekitar 2005 hadir operator baru dengan teknologi alternatif lainnya (CDMA) seperti Mobile 8, Esia, Flexi (Telkom), Star One (Indosat), Ceria (Sampoerna Telekom, di sekitar Sumatera), kemudian dilanjutkan hadirnya Lippo Telekom (mulai dari Jawa Timur yang kemudian melebur jadi Natrindo Selular dan diakusisi oleh Maxis Malaysia dan Saudi Telekom, kemudian menjadi Axis dan pada 2013 diakusisi XL Axiata), Charoen Phokpand membeli lisensi 3G yang kemudian bermitra dengan Huthchinson (Three).

Mengiringi Perjalanan Tiga Operator Telekomunikasi
Dalam kurun waktu hampir 20 tahun banyak perubahan signifikan yang terjadi menandakan dinamika industri komunikasi bergerak di tanah air. Dan tentunya banyak pihak yang berperan dan memberi sumbangsih di dalamnya, rasanya terlalu banyak kalau disebutkan satu per satu. Menariknya ada sosok istimewa yang berkiprah pada perjalanan operator GSM tiga besar (Tellkomsel, Indosat dan XL Axiata). Sosok tersebut adalah Hasnul Suhaimi yang telah berkarir selama 33 tahun ini, tidak hanya bertangan dingin menghadapi tantangan dalam perjalanan memimpin ke tiga operator besar tersebut, namun juga ikut memberi pembelajaran pada publik baik dalam menjalankan good corporate governance termasuk di dalamnya transparansi informasi pada para stakeholder.
Berikut milestone perjalanan karir berikut portfolionya yang dapat menjadi pembelajaran dan inspirasi kita bersama:

Pengadaan Teknologi dan Investasi Besar
Pada akhir 90-an meski saat itu jumlah pemain masih sedikit, karakteristik pengguna ponsel GSM menunjukkan pola pergerakan dinamis termasuk roaming terutama saat perjalanan bisnis dan perjalanan antar kota. Saat itu XL (ProXL) bermain segmen premium dengan kampanye XL Bening-nya menawarkan free-roaming untuk penerima panggilan. Sedangkan Telkomsel(Simpati) yang coverage area saat itu hanya per provinsi, dimana saat itu jika pelanggannya melakukan perjalanan ke luar coverage area meski hanya menerima panggilan telepon akan terkena biaya roaming. Hal itu tidak jarang bagi konsumen Telkomsel bila saat berpergian keluar kota, jika menerima telepon akan menjawab singkat dan cepat sambil menekankan kalau sedang berada di luar kota agar terkena biaya roaming seminimal mungkin.

Menarik melihat korelasi pengalaman berkomunikasi saat itu dengan pengalaman seorang Hasnul Suhaimi yang sejak tahun 1998 ditugaskan menjadi Direktur Niaga Telkomsel, dimana pada tahun tersebut terjadi krisis moneter berdampak ke semua lini, tidak terkecuali daya beli serta demand juga yang menurun termasuk produk pasca bayar HALO (subscription fee per bulan Rp 65.000) meski tarif percakapan per menit 30% lebih murah dari produk kompetitor. Selain itu, problem daya saing produk prabayar andalan Telkomsel Simpati saat itu seperti roaming & coverage area sebagaimana sudah disinggung sebelumnya.

Hasnul pun memperjuangkan implementasi Inteligent Network yang berperan dalam pengaturan fitur-fitur layanan berikut dengan model pentarifannya secara dinamis. Telkomsel saat itu kemudian menawarkan free-roaming bagi penerima panggilan telepon meski berada di luar coverage areanya sepanjang masih di dalam negeri. Yang jelas keberadaan Inteligent Netwrok memberi fleksibilitas dalam pemberlakuan layanan fitur dengan berbagai model pentarifan berikut kompleksitasnya dengan sumber daya yang lebih efisien. Setelah keberhasilan mengembangkan dan meluncurkan Simpati Nusantara dan kartu HALO Keluarga yang mengdongkrak peningkatan (pertumbuhan) 10% dari pangsa pasar sebelumnya, kemudian masuk masa keemasannya sempat menyentuh dua per tiga pangsa pasar dengan Earnings Before Interest, Taxes, Depreciation, and Amortization (EBITDA) margin melebihi 70% seperti yang dituturkan Hasnul mengenang keberhasilan tersebut.
Paket HALO Kelurga ini merupakan inovasi dan solusi kartu HALO sebelumnya yang dikembangkan agar memungkinkan anggota keluarga menikmati layanan kartu HALO dengan konsep paket hemat keluarga saat itu dengan subscription fee per bulan untuk:
-Kartu Utama : Rp. 65.000,00
-Kartu Tambahan 1: Rp 45.000,00
-Kartu Tambabahan 2-5 : Rp 25.000,00

20150311_103123

Penguasaan Medan, Strategi dan Target

Dua tahun setelah ditugaskan di Telkomsel (2000) Hasnul diminta kembali ke Indosat, mendapat tugas untuk membidani operator baru IM3 yang direncanakan hadir pada tahun 2001. Pada saat itu (2000) pasar sudah didominasi oleh ke tiga pionir operator GSM besar yang masing-masing memiliki keunggulan komparatifnya masing-masing oleh tiga operator besar: Telkomsel (Coverage), Satelindo (Price) dan XL (Quality). IM3 yang akan hadir mau tidak mau harus punya keunggulan kompetitif, di satu sisi competitive adventage mapping, seperti coverage, price and quality sudah ada leadernya. Hasnul melihat niche market dari value added service yang masih bisa digarap. Target market yang disasar saat itu adalah anak muda. Totalitas menyasar target anak muda dilakukan Hasnul beserta timnya termasuk berkonsultasi pada tokoh yang tahu pasar anak muda saat itu, dengan membahas meliputi Segmen, Targeting, Positioning, Product Feature, Consumer Benefit, Place, Promo dan semuanya on the track. Rencana harga pun yang ditetapkan hanya 10% lebih rendah dari market leader saat itu (Telkomsel). Saat seminggu sebelum lauching, Hasnul mendapatkan masukkan dari berbagai sumber bahwa price setting 10% lebih rendah dari market leader tersebut, cukup sensitive bagi anak muda sebagaimana yang menjadi main target IM3. Begitu mendapati hal itu bisa menjadi persoalan serius, apalagi pricing yang salah saat launching dampaknya sangat kritikal. Saat itu dalam waktu seminggu sebelum launching Hasnul beserta tim diperhadapkan isu pricing lebih tepatnya penentuan harga untuk lebih rendah dari pricing semula (10% lebih murah dari market leader) sampai opsi free pricing. Koordinasi lintas departemen pun dilakukan sampai dicapainya pricing starter-kit sim-card yang berkisar Rp. 5.000,00.

Setelah berkonsolidasi serta mendengar masukan dari dealer dan pelaku industri yang tahu pasar anak muda, termasuk mengenai sisi pricing yang cukup sensitive terutama pada segmen anak muda. Dengan investasi awal, IM3 meluncurkan layanannya dengan program dan competitive advantage dan targetnya sebagai berikut
-Launching di 6 kota Batam, Semarang, Surabaya, Bandung, Jakarta dan Bali. Saat itu berkontribusi 60 % dari market nasional,
-menggunakan frekuensi GSM 1800 MHz, dengan pertimbangan meksi coverage lebih pendek namun kapasitasnya 4 kali lebih bayak dibanding GSM 900 MHz,
-target market 58% segmen anak muda di 6 kota.

Strategi akusisi pelanggan dilakukan dengan memberi free-call selama 3 bulan. Hasilnya dalam 3 bulan market share pelanggan mencapai 5%, trafik naik namun masih belum ada revenue, di sisi lain pelanggan happy dengan program tersebut. Setelah masa honey-moon 3 bulan gratis, saatnya pemberlakuan tarif. Atas beberapa masukan termasuk dari dealer di lapangan, prediksi dampak dari time to chage setelah 3 bulan gratis, akan ada penurunan sebanyak 50%. Suatu tantangan lain yang harus dihadapi, mengingat tidak mudah untuk mengubah kondisi (pra-kondisi kan) apa lagi transisi ke pola yang sama sekali berbeda dengan sebelumnya dalam hal ini mulai pemberlakuan tarif (berbayar). Kemudian pendekatan inovatif dilakukan, seminggu sebelum pemberlakuan tarif (berbayar) pelanggan dikirimi sms yang mengucapkan terima kasih atas kesetiaannya menggunakan layanan IM3 sambil diberi insentif pengiriman pulsa sebesar Rp 25.000 yang dapat digunakan saat pemberlakukan tarif. Bukan hanya itu saja, insentif lainnya tarif yang dikenakan pada bulan pertama hanya 50% dari tarif normal. Berkurangnya jumlah pelanggan pada masa transisi pun tidak dapat dihindarkan, kalkulasi sekitar 20%. Dari implementasinya, jumlah pelanggan berkurang hanya sekitar 5 % (tidak seperti kalkulasi awal 20 %).
Dalam 3 tahun target market tercapai. Pada tahun 2005 pelanggan IM3 mencapai 3 juta (8 % market share).

Babak Baru: Privatisasi, Stabilisasi dan Kompetisi
Saat Indosat menjual sahamnya di Telkomsel, yang hasilnya digunakan untuk mengakusisi Satelindo untuk kemudian di merger dengan IM3 dalam satu binsis induk operator GSM Indosat. Di tahun 2003 Hasnul diangkat menjadi salah satu direktur Indosat (Direktur Niaga), sebelum tiga tahun kemudian (2005) menjadi Direktur Utama Indosat. Babak baru dengan Indosat berserta tiga tantangan besar yang harus dihadapi saat itu:
1.Privatisasi Indosat, yang sebagian besar sahamnya dijual ke STT Singapura
2.Stabilisasi pasca akusisi Satelindo dan merger Satelindo-IM3
3.Kompetisi pasca Telkom diijinkan masuk pasar internasional dan Indosat masuk pasar domestik.

Merebut Pangsa Pasar: Menggeser Peringkat Dua
Setelah membidangi IM3 sejak 2000 yang menjadi cikal bakal operator GSM Indosat, meninggalkan Indosat (Juni 2006) Hasnul menerima tantangan baru untuk meningkatkan pertumbuhan dan pangsa pasar operator GSM lainnya XL.
Tantangan baru menahkodai XL adalah mendongkrak pertumbuhan XL sehingga merebut pangsa pasar sekaligus naik kelas menjadi peringkat dua pemimpin pasar. Pada masa itu XL memang berada di jajaran top three, dibawah Telkomsel (pemimpin pasar dan Indosat. Pada saat Hasnul masuk XL (September 2006) selisih market share XL dengan peringkat dua sekitar 10%. Target yang lebih realistis dibanding dengan pemimpin pasar saat itu dengan selisih market size lebih dari 50%. Meski XL mencapai performansi bagus pada tahun 2006, namun pada awal 2007 performansi pertumbuhan cenderung stagnan selama enam bulan. Berbagai program dan insentif seperti diskon, bonus bahkan dua kali menurunkan tarif tarif percakapan menjadi Rp 25 per detik (Rp 1.500 per menit, Februari 2007), kemudian pada kuartal ke 2 (April 2007) menjadi Rp 10 per detik (Rp 600 per menit) pun tidak cukup meningkatkan target penjualan (pertumbuhan). Di sisi lain berdasarkan pengamatannya kompetitor mampu bertumbuh rata-rata 25% y.o.y dengan kata lain market sedang bertumbuh (growing). Inilah yang mendorongnya untuk melakukan gebrakan dengan ide-ide yang out of the box.

20150311_101655

Kemudian dipelajari akar permasalahannya, value preposition XL saat itu serba nanggung (tidak premium … tidak juga low cost), menganggab paling murah diantara tiga pemain besar, namun tidak cukup untuk menggeser preferensi konsumen pada pemain nomor satu saat itu. Di sisi lain ada market di luar itu yang diisi operator-operator CDMA, namun value preposition XL khususnya sisi pricing yang masih dianggap masih lebih tinggi. Pada saat itu CDMA dipandang teknologi baru dan mampu menekan biaya, sehingga terjadi semacam dikotomi antara pasar GSM dengan harga mahal dengan coverage yang lebih luas dengan pasar untuk CDMA yang bertarif lebih murah dengan coverage terbatas.

Berkaitan dengan target yang dibebankan oleh induk perusahaan pada Hasnul untuk menaikan pertumbuhan XL sehingga bisa menduduki peringkat ke dua, Hasnul realistis melihat kondisi tersebut, pivoting dilakukan dalam bentuk perubahan strategi akusisi konsumen ke konsumen yang menjadi target market operator CDMA, cara yang ditempuh dengan kembali menurunkan harga namun di sisi lain harus tetap beri kontribusi keuntungan bagi perusahaan. Di sini lah tantangannya, apalagi kondisi keuangan perusahaan sudah ditekan dengan dua kali penurunan tarif, belum lagi tarif rata-rata percakapan CDMA saat itu sekitar Rp 60-70 per menit. Sedangkan tarif percakapan per menit yang terakhir sekitar Rp 600 per menit (Rp 1 per detik). Setelah berkoordinasi dengan tim Corporate Strategi-nya, langkah yang perlu ditempuh dengan penurun tarif per menit harus disertai penurunan pengeluaran lain seperti investasi dan biaya per menitnya sambil volume trafik nya dinaikan (harus besar). Hasnul kemudian berdiskusi dengan Direktur Keuangan dan Direktur Network Service saat itu, dengan wacana menurunkan tarif selevel dengan operator CDMA dengan kapasitas trafik yang 4 kali lebih banyak. Dari aspek jaringan dan biaya (keuangan) tidak ada masalah, wacana pun segera diaktualisasikan dengan tim kecil (Blue Thunder) yang dibentuk oleh Hasnul (Juli 2007) dengan tugas selama dua bulan untuk membuat rekomendasi perhitungan tarif selevel tarif CDMA beserta bagaimana implentasinya dan analisa dampaknya termasuk terhadap jaringan dan biaya lainnya. Tim yang terdiri yang beranggotakan 7 orang dengan latar belakang yang berbeda-beda seperti sales, marketing, keuangan dan teknik dengan beragam level manajerial dari junior manager, manager, general manager hingga vice president. Sebagai leader Hasnul terus memantau perkembangan kerja Blue Thunder dan sampai dua minggu menjelang tenggat, tim belum menghasilkan sesuatu yang signifikan. Dalam waktu tersisa untuk memacu kerja tim, Hasnul menantang mereka untuk berpacu dengan dirinya dalam menyelesaikan tugas tersebut. Agar lebih obyektif ditunjukkan direksi sebagai juri. Pada tenggat waktu yang ditentukan akhirnya Blue Thunder berhasil menyelesaikan tugasnya dan hasilnya lah yang dipilih untuk diimplementasikan. Hasnul pun segera membawa rencana tersebut untuk dilaporkan pada pemegang saham. Pemegang saham setuju dengan skema penurunan tarif XL yang baru saat itu dengan syarat minute of usage harus naik. Hal ini pun harus disertai empat langkah utama dalam eksekusinya:
1.Menurunkan tarif sebesar 90 %, dari Rp 600 per menit menjadi Rp 60 per menit (Rp 1 per detik).
2.Meningkatkan pelanggan sebanyak-banyaknya. Tantangannya opsinya hanya didukung dengan sumber daya yang sudah ada, bekerja lebih efisien dan produktif.
3.Menaikan trafik. Menaikan trafik 4 kali dengan penyesuaian perubahan trafik per pelanggan, jumlah pelanggan yang meningkat serta operasional dan penyediaan infrastrukturnya.
4.Menurunkan biaya, dengan cost cutting dan efiseinsi pada semua kegiatan perusahaan.
Langkah utama tersebut harus berkontribusi pada profit margin dan pertumbuhannya.

Menarik mencermati strategi insentif tarif (penuruan tarif 90%) pada langkah pertama, sekaligus berkontribusi meningkatkan pelanggan sebanyak-banyaknya (langkah ke dua) dan juga peningkatan trafik sebagaimana target peningkatan trafik 4 kali. Pada saat itu voice usage per user hanya 40 menit per bulan (1,3 menit per hari, sekitar 57 detik/panggilan telepon), jadi voice usage per user setiap kali telepon masih di bawah 1 menit. Agar berkontribusi pada peningkatan trafik dan profit margin, model perhitungan diskon 90% mulai setelah dua menit pertama. Dengan skema perhitungan ini, akan menarik konsumen untuk makin lama berkomunikasi dengan telepon seluler akan mendapat akumulasi pemberlakukan diskon 90% tarif percakapan. Hal inilah yang merubah kebiasaan dalam berkomunikasi, meningkatkan voice of usage per user per bulan (dari 40 menjadi 500 minute of usage per user per bulan) serta juga memberi opsi menarik untuk berkomunikasi dengan murah yang pada akhirnya menarik semakin banyak pelanggan (langkah ke dua).

Penurunan tarif (Rp 1/detik) mendapat perhatian konsumen, memaksa tidak hanya operator CDMA yang semula menjadi target kompetisi, namun pemain top three pun turun gunung untuk head-to-head dalam perang tarif. Hasnul beserta tim-nya harus putar otak untuk menemukan inovasi lainnya gratis telpon dan sms mulai 00.00-06.00. Hal ini berdasarkan hasil riset pada jam non-peak hour pada jam tidur jaringan pun menjadi tidak sibuk, dengan demikian promo telepon bebas mulai jam 00.00-06.00 menjadi gimmick untuk memikat konsumen yang pada keseharian tetap butuh berkomunikasi pada jam sibuk. Dalam menyiasati perkembangan iklim kompetisi, berbagai program dan paket yang dapat dipilih oleh konsumen secara fleksibel lewat *123#. Program-program baru selanjutnya tetap dapat memberi insentif konsumen yang sempat merasakan fasilitas dari program sebelumnya yang sudah habis, agar tetap bertahan (customer retention).

20150311_102638

Akhirnya dalam tahun ke empat (2010, mundur setahun dari visi awal 123) XL berhasil menduduki peringkat ke dua, dengan membukukan pendapatan naik 3x lipat, durasi percakapan per user 400-500 menit per bulan (naik 4x lipat, sebelumnya cuma 40 menit per bulan)

HSinClass20072010result

Pada kompetisi yang ketat ini, mulai tahun 2007 tidak hanya pada perang harga serta juga perang iklan. Saya pun menjadi saksi kerasnya perang iklan serta sempat mendokumentasikan artikel yang dimuat pada Majalah Selular (November 2007). Melihat gejala perang harga yang begitu sengit, sampai Menteri Kominfo saat itu turun tangan menentukan tarif batas bawah. Pada akhir tahun 2010 Hasnul mencanangkan XL tidak menarget pertumbuhan yang terlalu agresif, perlunya seluruh stakeholder (pemangku kepentingan) ikut menjaga industri telekomunikasi seluler, menghentikan perang harga yang telah berlangsung berlarut-larut (Koran Jawa Pos, Selasa 13 Maret 2012, halaman 3). Hasnul beralasan karena harga sudah hampir sama rendahnya (equalibrium sudah terbentuk) dan tidak ada ruang untuk elastisitas harga. Termasuk dengan jumlah operator sebanyak 10 operator pada 2010 [jumlah operator terbanyak pada tahun 2009, 11 operator: Telkomsel, Indosat,XL, Esia, Flexi, Mobile 8, Starone, Ceria, Three, Smart dan Axis] dengan kondisi market yang jenuh, berikut pangsa pasar didominasi pemain tiga besar, tantangan besar yang harus dihadapi pemain lain mendorong perlunya konsilidasi, sebagaimana yang dikatakan dalam sebuah wawancara dengan New Wave Marketing Marketeers April 2011. Tentang perlunya konsolidasi akhirnya ramai diwacanakan kembali pada tahun 2013/2014 (Referensi Selular Indonesia 2014). Saya melihat konsteks tantangan yang ada tidak hanya makin padat dan kecilnya market size yang bisa diperebutkan, namun juga konsolidasi teknologi dalam jangka panjang seperti pada teknologi CDMA untuk pindah ke lompatan teknologi lain LTE agar untuk bertahan, serta dalam konteks secara makro, konsolidasi lebih ke arah aksi korporasi dalam bentuk akusisi/merger. Dan terlihat beberapa konsolidasi yang terjadi, Mobile 8 dan Smart (SmartFren), XL Axiata mengakusisi Axis, migrasi Flexi dari fixed wireless access ke gsm (apakah akan dilebur menjadi Kartu AS Telkomsel, belum ada pemberitahuan lebih lanjut), berikut beberapa penjajakan merger beberapa pemain lain yang tidak berakhir dengan kesepakatan.

Pemimpin Ikon Perusahaan dan Berperan Mencerdaskan Publik
Saya mengikuti banyak informasi publik dari seorang Hasnul Suhaimi baik melalui wawancara dengan media, seminar, kuliah, blog, sosial media serta buku mengenai dirinya baik yang ditulis orang lain (‘The CEO Way’, penulis Rizagana, Tristar Publishing) maupun buku ditulisnya sendiri (‘Everyone can Lead’, Hasnul Suhaimi, penerbit B first) . Dalam buku karangannya Everyone can Lead, Hasnul menyadari perannya sebagai pemimpin suatu perusahaan yang mengedepankan good corporate governance, bersentuhan dengan publik sehingga perlu membina hubungan intens dengan stakeholder seperti pelanggan (masyarakat umum), regulator, institusi akademis, media massa. Sosok Hasnul ini cukup menonjol sebagai CEO yang rajin memberi informasi, membagi pemikirannya untuk perkembangan ekonomi serta kesiapan putra bangsa untuk berkiprah di industri tanah air serta mempunyai daya saing global.

Beberapa pokok pikiran Hasnul Suhaimi seperti:
-Sejak awal mengingatkan adanya peralihan tren konsumsi layanan voice dan sms ke layanan data (sejak tahun 2008) termasuk perlunya penyediaan layanan komunikasi data dan derivatifnya termasuk aplikasi dan konten layanan digital.
-Saat market sudah masuk fase ekuilibrium dimana elastistas harga sudah tidak berkontribusi signifikasn, perang tarif hendaknya dihentikan (akhir 2010).
-Sesuai dengan market yang sudah saturated mulai 2010 perlunya konsolidasi ke 10 operator yang dipandang tidak efisien dalam hal pembiayaan dibanding dengan prosentasi pendapatan (market size) yang tengah diperebutkan (dikuasai dengan beberapa operator besar).
-Perlunya menyelamatkan market dan industri telekomunikasi dengan Coopetition. Bekerjasama (cooperation) dalam membangun ekosistem telekomunikasi dengan kompetisi yang sehat. Seperti penggunaan Tower BTS bersama, kode RBT seragam serta layanan e-money bekerjasama antar operator dengan perbankan,otoritas keuangan dan entitas lainnya.
-Termasuk berbagai pengalaman keberhasilan seperti yang dibahas sebelumnya serta sharing pengalaman sebagai pelajaran mahal (menaikan tarif pada tahun 2008 dan preactivating starter-kit (akhir 2006).
-Perlunya komponen pendukung operasional yang didukung komponen dan industri nasional sehingga dapat menyeimbangan capex infrastruktur yang didominasi oleh barang impor yang memberi dampak pada penyerapan (penguatan mata uang dolar AS/pelemahan rupiah) yang digunakan dalam belanja infrastruktur.
-Memberdayakan masyarakat dengan program seperti ’XL Young Talent’, ’XL Future Leaders’dll.

Tidak heran dengan gebrakan dan kepemimpinannya berbagai penghargaan diterimanya seperti ’The Best CEO’ versi majalah SWA (2009, 2010), ’CEO Idaman’ versi majalah Warta Ekonomni (2009, 2013), ’Telecom CEO of the Year’ versi Telecom Asia Awards (2011), ’CEO of the Year’ versi Frost & Sulivan Asia Pasific ICT Awards (2011), ’Best CEO of the Year’ versi majalah Selular (2011, 2012, dan 2013).

Kesuksesan Peralihan Karyawan ke Manage Service
Sebagaimana tren yang berlangsung di negara lain, efisiensi menjadi keharusan bagi operator untuk bertahan. Tidak terkecuali dalam pemanfaatan sumber daya. Efisiesi dalam bidang SDM lebih condong pada fokus pada core business operator dengan mentransfer departemen infrastruktur ke unit bisnis manage service yang biasa dikelola oleh vendor jaringan. Vodafone Australia pun juga pernah melakukan transfer karyawannya ke manage service yang dikelola oleh Nokia Australia. XL pun melakukan hal yang tidak jauh berbeda,pada bulan Januari 2012 dengan mentransfer 1200 karyawan ke unit bisnis manage service yang dikelola Huawaei dengan konsensi kerjasama selama 7 tahun (Referensi Selular Indonesia 2013). Menurut pengamatan saya waktu itu proses transfer berlangsung smooth nyaris tidak terdengar gejolak penolakan yang terjadi.

Pada akhir masa kerjanya, performa aksi kegiatan XL Axiata mendatang tidak lepas dari tantangan demi tantangan baru lainnya mulai dari layanan OTT dari (Google, Facebook, Youtube dkk) yang menjadi perhatian (dikeluhkan) banyak operator telko dunia, interstitial ads. dan offdeck ads. yang menjadi keluhan ekosistem internet lain seperti internet publisher (media online) serta toko online yang sumber pendapatan dari iklan online, berikut perubahan landscape telekomunikasi untuk masuk ke layanan digital seperti M-Commerce (XL Elevenia), M-Money, M-Payment, M-Ads, layanan M2M (PoS, Meter Reading, Mobile Surveillance/Tracking and Vending Machine), Internet of Things (IoT), layanan Cloud (Xcloud untuk Usahawan 1.0) memberi energi pada penerus kepemimpinanan pasca Hasnul Suhaimi untuk berlari lebih kencang dan tangkas dalam menghadapi tantangan jaman.

*catatan tambahan:
Mungkin tidak banyak yang tahu, dalam karirnya selama 33 tahun di lapangan (bidang telekomunikasi) sejak teknologi GSM masuk ke Indonesia. Hasnul Suhaimi sempat berkiprah dan berkontribusi (1995) pada bisnis layanan komunikasi internasional (SLI 001), yang saat itu menghadapi kompetisi sengit melawan pendatang baru SLI 008 Satelindo yang berhasil merebut pasar pada tahun pertama kehadirannya.
Keberhasilan kampanye Tactical Ad-nya (SLI 001) yang mungkin masih top of mind sampai sekarang seperti iklan ikan hias dalam kolam, atau asap jet tempur dalam formasi angka 001 serta jinglenya yang juga berhasil mendapatkan penghargaan Citra Pariwara Award serta berhasil menahan laju 008 dengan kerja keras lebih dari 2 tahun.

Keterangan foto: foto saat acara Power Talk di IPMI Business School 11 Maret 2015

Tentang Penulis : JM Zacharias ( @jmzacharias ) saat ini berprofesi sebagai business strategist, berkarir profesional dalam bidang produk, sales dan marketing lebih dari satu dekade. Pengalaman karir profesionalannya di berbagai industri meliputi retail, consumer electronic, teknnologi informasi dan telekomunikasi baik Business to Customer (B2C) maupun Business to Business (B2B). Dengan beragam pengalaman di perusahaan multinasional, nasional serta startup pada bidang teknologi, sales marketing dan manajemen serta iklim kerja lintas budaya antar bangsa dalam portofolio karirnya di kawasan Asia Pasifik dan Asia Tenggara turut memperkaya wawasan dan melebarkan preperspektif untuk terus belajar dan berbagi. Mengkomunikasikan ide dan strategi bisnis dilakukannya dalam bentuk artikel, pelatihan dan kegiatan konsultasi. Informasi detail dapat di lihat pada JMZacharias.Com Strategi Bisnis & Teknologi . Anda dapat mengubungi melalui tautan kami.

Byjmzachariascom

Crowdsourcing and Start-Up in Crowd Economy Era

Crowsourcing … crowdfunding  seem  familiar for us as our daily activity close to internet, news, social media and other channel. Quite common  event can muster the crowd empowered by internet. Yes, it is the crowd, but still long shoot to be classified as crowdsourcing. Ehm, starting spark some headache? I hope not, just follow me get deeper through the  sharing I’ve got in  CSW Summit 2015 in Jakarta  last week and mixed with  some references  from internet.

Crowdsourcing, Crowdfunding and Crowd Economy.

Epi Ludvik Nekaj, the founder of CrowdSourcing Week asserts crowd sourcing is about participation. Crowd sourcing is more than marketing approach, it changes business model and shift paradigm such from banking to crowdfunding platform and  the growth of customization product (co-creation process) supported on crowdsourcing project beside common business model such mass production.

Dennis List, Co-Founder of Rocki also emphasizes crowdfunding more than finance. Crowdfunding campaign need crowd and also  good product. He also adds that in crowdsourcing the value proposition is Win Win (‘WE Mentality’, ‘Think WE’).

Crowdsourcing empowering people to participate in particular mission, including  participation to raise money (crowdfunding) that the whole process called crowd economy. This crowd economy started for reason to cope the impact of global recession since 2008. At that time, that crisis has spread in  every sector affected no job offering,  loan program etc. Then raised crowdsourcing platform such increasing freelance job offering (Elance), crowdfunding platform (Lending Club, Kickstarter) etc to fill in that gap.

Crowdsourcing  vs Social Network.

Crowdsourcing and social network are about crowd. People sometimes think if having huge number of social media follower means getting the crowd. Does it can classify as crowd sourcing? In term of number, it’s crowd but not guarantee in  productivity matter. I put productivity issue here, still relate with what Epi’s thought in his session  (you can see from his slideshare also slide # 27)  about new social currency crowdsourcing=social productivity. He also put good analogy between srowdsourcing and social media.

– Crowdsourcing spawns  innovation

– Social network  spawns connection

Epi states crowdsourcing also is about passion and talent, for people who have passion to be part of  something innovative.

Crowsourcing and Crowd Role

In Crowdsourcing, its  platform muster the crowd participation  to support company/seeker as Dr. Michael Gebert  called it  in his presentation as Conceptual Risk Framework. The crowdsourcing platform can support the mission relate to Crowdfunding, Open Innovation, Social Productivity, Sharing Economy. Based on mission and goal, it could be different form one to another project such raising funding, co-creation, life improvement and others. Epi gives  crowdsourcing platform example like crowdfunding (KickStarter,LendingClub), Open Innovation (LocalMotors), Social Productivity (Xprize, Open Garden) and Sharing Economy  (Uber, Airbnb).

 5P Crowd Economy

The 5 Pillars of Crowd Economy consist of people, purpose, participation, productivity and platform. Regarding implementation of 5P Crowd Economy Epi emphasizes  some points to remind, below:

People.The start-up not only give their priority on  platform first, but starting from people, what the start-up doing  and goal, must answer  people problem, human centric embedded to empowering people and help communities better live.

Purpose.In the long run to create meaningful experience, start-up must be face many valleys, not just expecting jumping on the peak of the mountain. I like Epi’s phrase “Fail & Fast”, don’t  go first or only ready for success, shoot the failures, fast learn from that. He give an example when starting internet service, starting to maintain with reasonable target user (not expect huge number first), learn from that and gradually increasing target. It doesn’t just go directly  to reach high traffic   to impress the angle investor but missed the fundamental thing.

Participation.Beside supporting to get funding through the project, the crowd participation emphasizes on co-creation and shared value during the process and  product value.

Productivity.The productivity along this process must be deliver better, faster, cheaper and more efficient process. And those outcomes fully supported especially in this digital world.

Platform.As  mentioned before not just relying only platform in the first beginning. The platform itself will elaborate with the others as medium to interact  and drive the results. Technolgy fully supporting the platform starting from mobile network, mobile application,  big data, cloud computing, real-time processing, internet of things and many more.

Epi defines crowd economy from those five pillars as a dynamic ecosystem of productive people who participate through a platform with a purpose to achieve mutually beneficial goals.

Crowdsourcing and Crowdfunding Success Story: Rocki

One crowdfunding platform, Kickstater enable the start-up create the market before even launching. To know how it works, refer to crowdsourcing and crowdfunding success story: Rocki which I collected from some sources and got  from Dennis itself. Nick NM Yap and Dennis List (the Rocki founder) started Rocki in conceptual of Project RHM (Revolutionize Home Music) in February 2013. As Dennis told during his interview with blogcritics.org, they focus on develop music and technology especially audio streaming instead of video streaming that was the others focus on at that time. Started in crowdsourcing approach, mustered people with extensive experience in media streaming hardware and software in project team, doing co-creation and developing ROCKI plug-in would enable all speaker to have Wifi audio streaming feature.


Rocki’s proof of concept video during the kickstarter campaign.

Rocki is one  good example of running a successful kickstarter campaign got  initial target $50K in first day (November 25th 2013) and  raising over $220K in 20 days  campaign (December 20th 2013). Dennis also share during that campaign, everything has to do with crowdsourcing such using social media,  press coverage   to reach people (supplier, potential buyer) to involve in and also well prepare for next step including production phase and shipping. Even after getting funding their initial target on 1st day, Dennis tell me, as soon as possible they reserved production line. Beside got more than initial target, they successfully managed product shipping on time within 3 months of the kickstarter funding  and also keep participating crowdsourcing global event. They keep raising the bar through innovation.


Rocki’s product teaser on Youtube during the kickstarter campaign.

If you see the remark on that video teaser during their  kickstarter campaign above, you will notice  the crowdsource supported the video production. The video itself fundamental necessity to successfully pitch  a crowdfunding project. The good one KickStarter provides how to create product video teaser complete with studio that will facilitate  the crowd.


KickStarter’s video making guidance & studio facilities.

At the end of the session Dennis who also secured $1 M funding  for another project (Omate Smartwatch)  gives closing statement, reminding start-up not just focus on the funding part of  crowdfunding,  but need to build the crowd because no one can do all that on their own. So … CROWD it!

*imagre credit: taken while session been held

 

About the author: JM Zacharias (@jmzacharias) currently works as a business strategist, professional career in the fields of product, sales and marketing more than a decade. His professional career experience in various industries including retail, consumer electronics, information and telecommunications technology both Business to Customer (B2C) and Business to Business (B2B). Having diverse experience in national, multinational companies, and startup; in the areas of technology, marketing and sales management, cross-culture climate among nations in his career portfolio in the Asia Pacific region and Southeast Asia helped him enrich and widen preperspective to continue to learn and share. Communicating ideas and business strategy are some of his activities beside writing article,delivering training and consultancy activities. Detailed information can be viewed on JMZacharias.Com Business Strategy & Technology www.jmzacharias.com. You can also contact him through this link

Byjmzachariascom

Is 2015 the Year of Content Marketing in Indonesia?

    Is 2015 the Year of Content Marketing in Indonesia? This question refer to the Content Marketing existence along the past years and now this year 2015, that used also as the topic discussion of the Jakarta Content Marketing meetup session this month. Content Marketing in several years growing tremendous approach and  its contribution too (Content Marketing Innitiative for Online Shop, Indonesia market 2013). Does Content Marketing still reliable to cope the challenge in 2015? Let’s take a look  the discussion  through this compilation article below.

    Content Marketing-Native Ad
    Content Marketing itself means about to drive action as Patrick Searle (cofounder GetCRAFT) point out in early session. It’s about owning paradigm, investing on it and get the returns. The Native Ad also the hot issue to be addressed in term of its contribution to get read rate times and ROI target, comparing with digital marketing main stream like  display ads has been decreased significantly.  Native Ad plays promising role to give the good impact to its stakeholder and give adaptive approach and more friendly user experience (UX) to consumer, compare to not quite good experieces/pro-contra last year related with intrusive ad that pop-up without giving option to consumer get rid from bothering  their user experiences and raised dispute among digital publisher.
    Brand professional Jasmina Dewi Nashya (E-Commerce Marketing Head at MAP) added that content marketing should has brand perspective adjusted to brand and company strategy and also has relevance with target viewer desire and in line with what consumer care about. From brand  people (client) perspective, she added it’s paramount to keep the brand presence in every Consumer Decision Journey (CDJ), that also must be applied on content marketing approach.

    Sponsored Content and its position from publisher point of view.
    The terminology of content marketing spreads from one industry to another industry. Publisher like online newspaper use Sponsored Content  to refer it. Beside the news as their commodity, empowering content article that get sponsor called Sponsored Content.  David Alexander ( Business Development at Kompas) from his point of view as publisher professional classify Sponsored Content as intersection area of Venn Diagram between Content Marketing and Native Ad. Sponsored Content applied by different approach, it could be beyond branding (not spoken about brand) but their initiative campaign, for example BP within move the next mile campaign. Or also something that provoking interest of subject, that giving awareness, guidance to empowering  for example cashless society (sponsored by one larger bank).
    Those approaches aren’t hard selling focus content but still attached with sponsored brand/company logo. Also important for Sponsored Content stakeholder to keep content transparency and relevance (avoid pretending) so make no room consumer getting trap on the content that consumer really doesn’t want to, eventually could ruin their credibility and business.

    Content Marketing, hard selling and measurement.
    In line with hard selling content, some important lesson-learned shared by Jasmina that too many focus hard selling approach on content gave bad impact from consumer. So need to create content that can steal consumer heart which with minimum hard selling content.
    On the other hand, from top management point of view that sometime push a lot hard selling approach because every program should giving the return with common indicator such as number of conversions and revenue. It’s quite complicated and also challenging to set up good content marketing that attract consumer’s attention but less hard selling. According to her best practice, by using KPI as currency to convince top management to  go through that approach. The KPI might covers unique visitors from where they access (geography), comply the trend (mobile readership trend) and engagement measurement (bounce rate/time spent, page view and sentiment & social engagement). KPI itself not be separated from measurement, Daniel Van Leeuwen (Research & Development Advisor at XM Gravity) also emphasized measuring activity as part of the main triangle to support implementation of content marketing. It’ s such cycle starting from Learning, Building and Measuring phase. Measurement also part of three main factor related with Content Marketing as Haswar Hafid (Client Partner at Facebook) mentioned beside medium and format.

    Content Marketing Strategy.
    Content marketing strategy should be user centric, Daniel explained that content format should be as interface between business goal and user goal/needs. Based his digital agency background, he gives example how NetFlix using the data to determine next program to offer. Another example of user centric case when Mortal Combat Director Kevin Tancharoen making a initial pitch film. Kevin put the Mortal Combat thriller online and got much good responses from consumer. Then led him to develop the feature film version and got distribution supporting from Warner Bros.
    According to the inspiring story above, Daniel also broke down and emphasized   some phases that could be the secret sauce of that success story, the phase starts from do pilot, validation, build/refine and expand.

    From branding (client) perspective, the brand  need fully support from the content to be part of conversation among consumer, and Jasmine added on other side the content stakeholder need to think the impact also beforehand.

    Banner Blindness Fact and Ux matter.
    Daniel also mentioned banner blindness and some facts related such low click through rate (CTR) that show less number who clicked the banner. Still related to Banner Blindness in US, Matthew Green (UX Consultant) highlighted from User Experience (UX) design perspective, with case the lack of Ux design such the editorial box looks like banner that consumer think it as banner that keep it quite far from the CTR target. To many and messy banner layout also cause banner blindness, consumer feels dizzy to go to the content he/she want. UX with good lay-out that ergonomic and provide good/easy navigation to follow is the paramount. Mattew also added in specific that important to keep in mind such visual consistency with design of the page, readable text, simple imagery, be relevant and engagement.

    Is 2015 the Year of Content Marketing in Indonesia?
    Sunil Kumar (Digital Director at Starcom) talking from Media Agency perspective, shared key takeways from 2014 that something called Native Ads get spoken and 2015 will be the year of Native Ads that continually need another year to market and mature. LTE launching make possibility the content marketing booming in term of media format and capacity (size) applied successfully at consumer mobile/gadget platform.

    Jasmina pretty optimistic that content marketing well growing in 2015 also underlined video marketing is the next hot babe and whole strategy approach (online and offline) integrated to omni channel as one strategy she would apply.
    Haswar also believed 2015 is a content marketing year. Since media crossover in the term of time spent started from radio era, tv, digital and now mobile era. Mobile is the most personal and engaging medium ever. Mobile at scale and content marketing get more room for expansion and customization. He resumed it in one brief sentence “Marry the right format with the right device.”

    So back to important question. Is 2015 the Year of Content Marketing in Indonesia? Some might say yes and believe it! Some might wait and see. Some say depending on you, content marketing stakeholder include consumer.

    *This article is compilation of panelist thought and audience discussion at Jakarta Content Marketing Meetup January 14th 2015 hosted by GetCRAFT (link). In this article JM Zacharias just took a role as ‘kitchen helper’ who just arranged ‘dish’ served on plate 🙂

    *imagre credit: taken while discussion been held

     

    About the author: JM Zacharias (@jmzacharias) currently works as a business strategist, professional career in the fields of product, sales and marketing more than a decade. His professional career experience in various industries including retail, consumer electronics, information and telecommunications technology both Business to Customer (B2C) and Business to Business (B2B). Having diverse experience in national, multinational companies, and startup; in the areas of technology, marketing and sales management, cross-culture climate among nations in his career portfolio in the Asia Pacific region and Southeast Asia helped him enrich and widen preperspective to continue to learn and share. Communicating ideas and business strategy are some of his activities beside writing article,delivering training and consultancy activities. Detailed information can be viewed on JMZacharias.Com Business Strategy & Technology www.jmzacharias.com. You can also contact him through this link