Awal Juli kemarin saya terkaget-kaget kalau Film Filosofi Kopi 2: Ben & Jody (2017) sudah siap diputar perdana per tanggal 13 Juli 2017. Iya, benar-benar terkaget-kaget karena saya tidak menyangka dalam beberapa hari lagi untuk siap-siap menonton filmnya serta menulis pengalaman istemewa dari pembuatan film tersebut. Pengalaman ini istimewa karena meski saya penikmat film karya anak bangsa seperti Filosofi Kopi (2015), tentunya seperti film Indonesia yang baru lainnya termasuk film sekuel dari keberhasilan film Filosofi Kopi yang perdana, namun tidak serta merta menarik perhatian saya untuk menyisihkan waktu jauh-jauh hari untuk menonton kelanjutan film sekuel berikutnya. Namun kali ini beda dengan Film Filosofi Kopi 2 ini, yang membuatnya jadi pengalaman istemewa, ceritanya suatu sore (Sabtu, 7 Januari 2017) sepulang acara temu teman yang baru menikah dan akan pindah ke Sydney Australia, saya sempatkan mampir ke kawasan Blok M untuk ke toko untuk beli kopi bubuk [dalam kemasan] produk nusantara dan rute yang saya lewati termasuk Kedai Filosofi Kopi. Langkah pun terhenti melihat kerumunan diluar kebiasaan sekitar halaman luarnya. Ternyata sedang dilakukan pengambilan gambar [syuting film] untuk beberapa adegan baik sore dan malam hari untuk film terbaru Filosofi Kopi 2. Melihat dari dekat proses pengambilan gambar oleh pekerja film (pemeran dan kru film), bagi orang awam terhadap industri film seperti saya merupakan hal baru dan tentu saja menarik, apalagi latar belakang saya sebagai orang produk sekaligus bisnis yang akrab dengan yang namanya rangkaian proses termasuk input dan output-nya. Tentu melihat rangkaian proses pembuatan adegan film menjadi ketertarikan saya untuk berhenti dan mengamati proses demi proses meski dalam waktu tidak singkat di sana.
Proses syuting di depan kedai Filosofi Kopi Jakarta
Satu hal apresiasi saya bagi kru film Filosofi Kopi 2: Ben & Jody ini, yang beri ruang bagi masyarakat umum untuk menonton dari dekat.
Sesuatu proses yang perlu kerja sama tingkat tinggi, apalagi yang namanya polusi cahaya & suara (noise) seperti suara yang tidak diinginkan masuk terekam terdengar serta awan gelap mengurangi back-up light cahaya luar ruangan di sore hari sehingga akibatkan proses syuting di luar ditunda sementara. Tidak jarang, satu adegan yang sudah bagus harus diulang, karena ada suara klakson motor dalam radius 5-10 meter atau belum lagi jika ada suara dari pengerasa suara (TOA) dari gedung yang ada di dekatnya. Dengan alat recording dengan teknologi tinggi selain beri kejernihan serta kepekaan suara sekaligus bisa merekam sampai suara lainnya termasuk seperti (noise) yang cukup mengganggu tadi. Menariknya para pemeran punya ketahanan tinggi untuk melakukan adegan berulang-ulang dengan hasil tetap prima. Saya jadi teringat ada pemain film terkenal kita (film lain) yang pernah mengatakan biasanya bagi dia ada batasan maksimal 6 take untuk setiap adegan, ini berkaitan totalitasnya dalam berakting termasuk batasan maksimal olah otot wajah-nya untuk berekpresi secara maksimal. Dari sisi ini saja saya sebagai orang awam bisa melihat dan merasakan selesainya suatu adegan (diterima-nya oleh sutradara) yang biasanya kita dengar “Bungkus!” merupakan kerja sama sekaligus kesempurnaan total baik dari pemeran, kru film serta lingkungan sekitarnya yang saling mendukung.
Proses syuting pun berlangsung sampai malam hari
Hal di atas inilah yang jadi katalis metamorfosis saya sebagia konsumen biasa (penikmat film bermutu) selanjutnya berubah menjadi konsumen yang punya ikatan (engaged) dengan suatu karya seperti Film Filosofi Kopi 2: Ben & Jody ini. Sebagaimana artikel ini diunggah pada portal strategi bisnis JMZacharias.Com, tentu penekanan penulisan ini pada aspek bisnis dari suatu produk, kali ini produk film dan proses-prosesnya. Bisa dibilang dengan pengalaman istimewa di atas yang menyentuh hati konsumen biasa, kemudian menjadikan pengalamannya (consumer experience) tidak hanya membuat loyal (engaged) namun juga rela melakukan sesuatu hal dengan tanpa bayar baik menulis blog/artikel atau buat referensi produk ke teman (referral). Ini merupakan lompatan strategi dalam komunikasi bisnis (marketing) yang sangat signifikan dan jarang diterapkan industri film tanah air yang masih hanya mengangandalkan kekuatan produk (mutu film berikut pemeran-pemeran-nya) dalam menjaring penonton dan mendongkrak pendapatannya. Sadar atau tidak, tim Film Filosofi Kopi 2: Ben & Jody, berhasil ‘mencuri hati‘ saya sebagai konsumennya dengan pengalaman di atas sampai ke level consumer engagement. Kisah pengalaman ini bisa jadi kajian berkaitan jalur pijakan arah proses selanjutnya untuk penerapan strategi untuk sampai tahap consumer engagement untuk promosi film-film mendatang. Di beberapa industri berlaku beberapa metode jalur (path) seperti di atas baik model klasik AIDA approach buat consumer perhatian (Awareness), kemudian menjadi tertarik (Interest), selanjutnya memikirkan untuk rencana-rencana keputusan (Decision) and consumer melakukan transaksi (Action). Kalau di bidang industri digital (mobile online) dengan pendekatan AARRR: tahap mendapat pelanggan (Consumer Acquisition), tahapan pelanggan tertarik melakukan inisiasi (Activation), tahap pelanggan loyal (Retention), tahap mengambil pendapatan dari pelanggan (Revenue) dan tahap pelanggan memberi rekomendasi/referensi berkaitan produk dan layananannya (Referral). Tentunya ada ‘banyak jalan ke Roma‘ banyak ragam dan metoda yang cocok dengan situasi dan kondisi masing-masing industri.
Empat Pengalaman Menarik
Kembali pada pengalaman istimewa yang saya alami sebagai konsumen biasa tidak hanya satu pengalaman di atas, ada empat! Saya buat runtutan urutan keempat pengalaman istemewa tersebut secara beruturan waktunya dimulai dari Pengalaman Pertama saat ikut menyaksikan proses syuting beberapa adegan on location. Jelang pemutaran perdana, saat melihat trailer-nya ada salah satu adegan dari pengalaman proses syuting kolase foto di atas.(Pengalaman Kedua).
Kemudian Pengalaman Ketiga, saat menonton film di bioskop khusus yang dekat dengan kedai Filosofi Kopi di tempat saya nonton, ada beli satu tiket berarti ikut berkontribusi memberi satu bibit untuk pentani kopi dan yang menarik lainnya potongan tiket masuk nonton dapat ditukarkan dengan gratis satu cup coffee di Kedai Filosofi Kopi. Saat menukarkan potongan tiket nonton di kedai bertemu pemeran barista di Film Filosofi Kopi 2 (kalah nggak salah pemeran Aldi, sedang melayani di kedai Filosofi Kopi). Seperti biasa dari dulu jika ingin mampir ngopi di kedai Filosofi Kopi selalu penuh dan itu membuat saya menunda untuk ngopi di kedai ini. Entah mengapa sore itu yang selalu cukup ramai, setelah membeli tiket sambil menunggu pemutaran film Filosofi Kopi 2, saya berjalan ke kedai Filosofi Kopi dan coba nekat untuk masuk ke dalamnya. Ternyata masih ada satu kursi yang bisa saya duduki tepat di dekat mesin kopi sisi ujung. Menariknya pada posisi kursi tersebut yang baru saya tahu setelah menonton filmnya dimana ada beberapa adegan (termasuk adegan reviewer yang sibuk menulis dan fot-foto) yang mengambil setting pas tempat duduk tersebut persis dengan yang juga saya lakukan sore itu. Sambil menikmati nikmatnya Cappucino dengan signature yang khas Filosofi Kopi berpadu dengan gula merah (brown sugar) dengan beberapa jepretan foto pengalaman hari itu.
Kolase foto menikmati kopi di sore hari dengan 1 tiket nonton= 1 kopi gratis + 1 bibit kopi untuk petani
Pengalamana menarik lainnya (Pengalaman Keempat), saat setelah buburan pertunjukan film, terlihat ada kerumunan di dekat pintu masuk bioskop ternyata ada pemeran Ben yang juga produser film ini (Chicko Jericho) yang sedang diliput berbagai program tv berikut orang yang menunggu antri berfoto selfie atau sekadar foto dari jauh (seperti yang saya lakukan). Ternyata pemeran Ben ini akan nonton bareng bersama tim dan penonton Film Filosofi Kopi 2. Sesaat wawancara dan foto-foto selesai, mereka bergegas masuk ke theater 2 dan saya sempatkan menyela langkah Chicko Jerikho untuk mengatakan bahwa Film Filosofi Kopi 2 bagus dan menginspirasi! saya akan buat review-nya. Sesudah itu saat saya akan beringsut pergi, Chicho menahan langkah saya, sambil mengatakan ingin mendengar kesan saya terhadap film tersebut dengan diliput kamera-kamera tv yang bersamanya, saya sempat menolak ajakan tersebut (untuk diliput kamera tv) dengan kembali mengatakan nanti saja lewat review yang saya tulis. Namun berhubung Chickho sudah memberitahukan para pekerja program tv (cameraman) untuk mengaktifkan kamera tv dan lampu sorot lalu dengan tanpa persiapan (mendadak) pun saya memberi kesan terhadap film yang baru saja saya nonton yang diliput beberapa program tv. Saya pun memberi komentar kesan singkat dimana saya menggarisbawahi film ini memberi pesan pesan inspiratif tentang keberagaman produk kopi nusantara, kekayaan seni dan budaya (kearifan lokal) menjadi hal penting terutama pd peristiwa akhir2x ini, untuk kita tetap menjaga persatuan ditengah keberagaman (perbedaan) yang ada.
Pesan Inspiratif
Meski di awal, saya sudah tekankan artikel ini hanya fokus pada bagiamana efektifitas hubungan dengan konsumen yang menjadi strategi domain bisnis industri film, lewat sharing pengalaman-pengalaman di atas. Namun, setelah menyaksikan film tentu ada pesan inspiratif yang layak dibagikan sekaligus sebagai referal untuk penikmat film untuk menonton film ini. Ada empat hal yang menjadi inspirasi bagi masyarakat Indonesia dan internasional untuk mengenal Indonesia dari keberagaman dan potensi-potensinya seperti lewat Film Filosofi Kopi 2 : Ben & Jody yang menunjukkan
1. Gambaran kehidupan riil memulai bisnis startup (menjadi entreprener) baik dalam suka,duka dan tantangan hidupnya.
2. Visualisasi aneka ragam kopi nusantra dengan pesona daerah beserta kearifan lokalnya dan budaya termasuk kuliner, seni tradisional yang berhubungan keberagaman kebudayaan daerah dll.
3. Hubungan antar manusia dalam bisnis dan cinta dalam frame keberagaman latar belakang suku, agama dan ras yang dibingkai dalam satu kesatuan.
4. Film ini sebagai platform dalam membungkus beberapa adegan dengan narasi musik (sound-track based movie) dengan penampilan genre-genre musik dan lagu yang berbeda sekaligus memperkenalkan yang baru dan potensial lainnya, seperti yang diaminkan sutradara Angga Dwimas Sasongko dan music director Glenn Fredly pada video di bawah ini
Di luar empat hal itu, kalau dilihat dari sisi teknis sebagai karya film, tentu banyak hal yang perlu diapresiasi. Namun pada tulisan ini karena dari awal sudah fokus pada aspek non-teknis film sebagai suatu karya seni, saya takutkan kalau membahas sisi teknis, tidak cukup ruang untuk membahasnya dalam artikel ini sehingga tidak bisa menyeluruh atau tuntas dari sisi produk review (teknis produk/karya yang ditawarkan). Biasanya untuk review produk film saya bahas dalam artikel tersendiri seperti artikel untuk review film lain yang pernah saya bahas seperti contoh karya film sebagai product review berikut film ditinjau dari aspek bisnis karena memang pas ada kesempatan untuk meng-cover-nya secara mendalam).
Dari pengalaman nonton film bersama, beruntungnya saya yg hari itu datang selain sebagai konsumen yang engaged, namun juga jalankan kapasitas saya sebagai reviewer produk bisnis dalam hal ini karya film namun hanya secara garis besar saja seperti yang saya uraikan sebelumnya di atas. Ada satu hal yang cukup ‘menggoda’ di kala punya kesempatan mendengar respon penonton, itu adalah sesuatu! Saya pun mendapatkan ‘harta karun‘, duduk bersebelahan dengan gadis bersama teman-temannya yang sibuk mengomentari setiap penampilan visual film ini (mulai dari sisi busana, kecantikan pemain, pelengkap busana seperti sepatu dll), komunikasi verbal dialog yang memancing tawa serta bagaimana penonton sebelah saya ini tak henti-hentinga tanggap merespon hal-hal tadi sebagai bagian alur cara berpikir kritisnya sebagai seorang penonton dan sudah cukup membuatnya teraduk-aduk dalam ketegangan yang tak terduga berikut romatisme dan emosi dengan suasana kesal dan kocak dalam drama yang tidak terduga juga. Tampilan sajian khas lokal di suatu daerah pun menjadi bahan diskusinya mulai dari jarak suatu tempat lengkap (relativitas jauh/dekat) juga yang lainnya seperti berbagai alasan yang cukup scientis seperti dampak komposisi arang (masih ada hubungangannya dengan kopi, cukup ya … kalau digambarkan lebih jauh jadi spoiler he2x … kalau penasaran seperti apa adegannya di film silakan menuju bioskop terdekat mumpung film ini sedang ramai diputar dimana-mana).
Lepas dari salah satu potret penonton tersebut, saya teringat definisi film bagus/bermutu (meski banyak versi/definisinya), yakni film yang setelah selesai ditonton bahkan setelah penonton pulang pun, masih masih mengundang diskusi panjang dan menjadi omongan banyak kalangan yang sekarang kita kenal istilahnya menjadi viral. Hal itu menjadi tiket [baca biaya] gratis kegiatan marketing terutama jika efek gelombangnya akan membesar sendiri tanpa perlu usaha (efforts) entah dalam bentuk referal atau diskusi melalui review, forum, koran/majalah, tv dab internet dsb apalagi kemudian menjadi pijakan inspiratif sekaligus historis perjalanan waktu era teknik suatu karya film pada masanya.
Progres eksekusi strategi bisnis Film Filosofi Kopi 2
Kembali bicara tentang eksekusi strategi [komunikasi] bisnis yang dilakukan oleh tim Film Filosofi Kopi 2 saat ini menurut saya yang paling muktahir pendekatan [komunikasi] bisnis-nya dibanding dari film-film nasional sebelumnya. Termasuk saat fase dimulai penggarapan cerita film ini pun digarap dengan partisipasi konsumen (penggemar film Filosofi Kopi), termasuk dimasukkannya program satu tiket yang dibeli penonton sekaligus berkontribusi pada satu bibit yang disumbangkan pada petani kopi (bentuk engagement konsumen dalam bentuk partisipasi kegiatan pemberdayaan petani kopi sekaligus industri kopi (agrobisnis pada umumnya).
Belum lagi tahap awareness sebelum pemutaran perdana sudah di’bombardir‘ dengan film-film pendek (Filosofi Kopi 5 series, belum lagi yang di-adjust untuk para sponsor yang dekat dengan kehidupan konsumennya dan sangat menginspirasi dll).
Di sisi lain ada masukan/saran saya, seperti film nasional yang sudah-sudah, dimana geberan kegiatan promosi diawal-awal memang dirasa sangat signifikan untuk genjot jumlah penonton di hari-hari awal pemutaran film. Namun kadang melempem, saat mendapat sambutan penonton yang luar biasa via media sosial, respon penonton tersebut tidak diolah dengan baik untuk strategi consumer experience, consumer engagement atau bahan dokumentasi untuk format lain seperti buku sekaligus evaluasi dan olah data quality of experience dari konsumen yang terdokumentasi untuk keperluan masa depan. Saya pun merasakan hal ini sehingga sebagai apresiasi terhadap respon penonton seperti saya untuk film terdahulu (film lain), berinsiatif mendokumentasi respon dan apresiasi penonton terhadap suatu film dengan mengkategorikannya berdasarkan tema evaluasi atau kesan penonton seperti pada contoh dokumentasi respon penonton film di twitter.
Film tematik seperti Film Filosofi Kopi ini sudah bisa jadi platform komunikasi marketing dari kegiatan bisnis Filosofi Kopi serta pesan inspirasi lainnya termasuk memberdayakan potensi2x nusantara. Kedai Filosofi kopi pun bisa seperti ikon tempat yang dalam waktu panjang bisa menjadi artefak seumur hidup seperti suatu tempat di Tunisia yang merupakan lokasi pembuat film Star Wars (Tunisia), dan suatu daerah di Old Tucson, Arizona AS sebagai lokasi pembuatan film Wild Wild West (Old Tucson, Arizona Amerika Serikat). Jadi Kedai Filosofi Kopi juga bisa dikembangkan selain fungsi sebagai kedai kopi, juga menyambung kenangan akan film Filosofi Kopi bila dalam kurun sepuluh tahun ini akan diakhiri serialnya (tidak diproduksi lagi) entah dlm berakhir bentuk trilogi, tertralogi dll. Kemudian mungkin dalam kurun waktu dua puluh tahun setelah itu dibuat edisi film remake seperti Film Warkop DKI Reborn (2016).
Dengan mengambil setting lokasi kedai Filosofi Kopi, selain bisa jadi ikon kota (Jakarta dan Yogyakarta) kota dimana kedai Filsofi Kopi yg pertama dan yang kedua telah dibuka … bahkan sebagaia ikon Indonesia di mata penikmati film dan kopi internasional. Oleh karena itu perlu peran serta dukungan kementerian pariwisata, badan ekonomi kreatif, badan penananaman modal dan instansi pemerintah serta juga peran swastan dan masyarakat, film ini juga mengingat film seperti ini menjadi jendela potensi ekonomi kreatif industri kopi tanah air.
Penutup
Formula 448 yang saya tulis pada judul di atas hanyalah perlambangan 4+4=8 dimana angka empat pertama sebagai contoh empat pengalaman konsumen yang bisa dibuat pola strategi untuk mendapatkan pengalaman konsumen (consumer experience) dengan empat pesan inspiratif yang diterima saya sebagai konsumen dari film ini. Dan jika digabungkan menjadi suatu kesempurnaan dalam keseimbangan antara eksekusi strategi bisnis dan produk hiburan, inspirasi dan pengetahuan/wawasan dimana dilambangkan sebagai bentuk angka delapan (8) yang mendekati bentuk sangat proporsional dalam keseimbangan struktur bentuk angkanya. Dalam bahasa sederhananya keseimbangan dalam artian sangat berimbang/proposional atau dengan kata lain pas.
Pada akhirnya kalau berbicara tentang bisnis, termasuk bisnis industri film juga, bicara bisnis antar manusia, bisnis yang menyentuh hati! Maju Terus Perfilman Indonesia.
*Credit image: JM Zacharias (Gambar Bercerita by IG: @jmzacharias)
Tentang Penulis : JM Zacharias ( @jmzacharias ) saat ini berprofesi sebagai business strategist, berkarir profesional dalam bidang produk, sales dan marketing lebih dari satu dekade. Pengalaman karir profesionalannya di berbagai industri meliputi retail, consumer electronic, teknnologi informasi dan telekomunikasi baik Business to Customer (B2C) maupun Business to Business (B2B). Dengan beragam pengalaman di perusahaan multinasional, nasional serta startup pada bidang teknologi, sales marketing dan manajemen serta iklim kerja lintas budaya antar bangsa dalam portofolio karirnya di kawasan Asia Pasifik dan Asia Tenggara turut memperkaya wawasan dan melebarkan preperspektif untuk terus belajar dan berbagi. Mengkomunikasikan ide dan strategi bisnis dilakukannya dalam bentuk artikel, pelatihan dan kegiatan konsultasi. Informasi detail dapat di lihat pada JMZacharias.Com Strategi Bisnis & Teknologi . Anda dapat mengubungi melalui tautan kami.
About the author