Sewaktu kuliah dulu, tepatnya saat membaca handout materi kuliah kekuatan material, mata sejenak berhenti dan fokus pada suatu formula dengan nama yang tidak asing bagi saya, formula Habibie! Formula yang menghitung perambatan tegangan yang dapat memprediksikan keretakan (crack) pada sebuah material, mungkin inilah sehingga Habibie dikenal sebagai ‘Mr. Crack’. Rasa kagum melihat rumus tersebut yang jadi bukti nyata karya anak bangsa yang diakui dalam literatur ilmu pengetahuan. Nama Habibie (Prof. Dr. Ing. B.J. Habibie) sudah saya kenal sejak masih di bangku sekolah dulu. Namanya selalu masuk dan menjadi bagian dari anggota kabinet pembangunan selama beberapa periode, yang biasa dicetak dalam poster anggota kabinet pembangunan saat itu. Baru saat memasuki kuliah pada sebuah institut yang dikhususkan pada bidang teknologi, saya mendapat kesempatan mengunjungi dan praktek kerja di beberapa perusahaan yang masuk dalam Badan Pengelola Industri Strategis (BPIS) dimana Menristek Prof. Dr. Ing. B.J. Habibie yang juga merangkap sebagai Kepala BPIS selain menjadi Kepala Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BPPT), sebuah badan yang saat itu gencar menyekolahkan putra-putri terbaik lulusan SMA pada institusi pendidikan bergengsi di mancanegara seperti Eropa dan Amerika Serikat dalam program beasiswa STAID.
Kembali pada beberapa perusahaan BPIS seperti PAL, Pindad, Boma Bisma Indra, Barata, IPTN, Krakatau Steel, INKA dll, makna industri strategis pada singkatan BPIS memang signifikan, apalagi kalau melihat fase Indonesia saat itu yang sedang giat-giatnya membangun. Industri yang menyediakan infrastruktur, berikut teknologi sebagai penggerak mata rantai lainnya dalam menjalankan pembangunan. Pada kunjungan 24 tahun silam, saya mendengar dari insiyur-insinyur perusahaan BPIS selalu menggarisbawahi pada kami, bagaimana strategi untuk melakukan lompatan teknologi dalam mengejar ketertinggalan dari negara maju lainnya, yaitu “Berawal dari akhir dan berakhir di awal.” yang merupakan strategi buah pemikiran Habibie. Kelahiran BPIS ini tidak lepas dari keinginan Presiden Soeharto yang saat itu (1974) memanggil pulang Habibie untuk berkarya membangun bangsa. Habibie mengatakan saat itu, seperti yang diceritakan pada wawancara sebuah program tv nasional, bahwa beliau mengatakan pada Presiden Soeharto saat itu, bahwa dirinya hanya tahu membuat pesawat. Soeharto pun setuju dan mendukung industri dirgantara nasional sambil meminta Habibie untuk mempersiapkan industri strategis lainnya seperti perkapalan, perkeretaapian dsb, yang akhirnya semua itu direalisasikan dan dikoordinir dalam suatu badan yang kita kenal dengan BPIS. Dalam sebuah pertemuan dengan masyarakat di Indonesia di Tokyo (2012), beliau menggarisbawahi inspirasi penguasaaan industri strategis untuk negara maritim seperti Indonesia khususnya pada kapal laut dan kapal terbang saat Habibie mendengarkan pidato Bung Karno saat berkunjung ke Jerman (1955). Tahun 1974, Habibie memulai cikal bakal industri penerbangan dengan tim yang berjumlah 20 orang.
Sumber: Youtube (MNCTV Official)
Menariknya, untuk mengejar ketertinggalan bangsa kita terhadap kemajuan industri negara lain (negara maju seperti Jerman, Belanda, Spanyol, Inggris, Amerika Serikat dll) sebuah strategi “Berawal dari akhir dan berakhir di awal.” yang dicetuskan B.J. Habibie untuk melakukan lompatan ke teknologi termuktahir seperti langsung fokus pada industri & teknologi pesawat (PT Dirgantara Indonesia-PTDI yg dulu dikenal IPTN, PT Nurtanio) dan kapal laut (PT PAL Indonesia) yang teknologi paling lengkap dan terkini. Setelah itu, menguasai industri di bawahnya dimana penerapan teknologi lebih mudah sehingga lebih cepat untuk melakukan proses reengineering. Strategi ini berjalan dengan baik, industri pesawat terbang kita mampu menciptakan pesawat dengan teknologi terkini pada saat itu fly-by-wire (terkomputerisasi) CN-235, N-250, helicopter dll. Proses untuk menciptakan kendaraan transportasi lain pun contoh mobil dilakukan dalam program mobil nasional Maleo saat itu pun bukan merupakan hal yang sulit. Saat Habibie menjadi Wakil Presiden, beliau tidak boleh merangkap jabatan lain, sehingga harus menyerahkan kepemimpinannya pd BPIS yang telah berkembang menjadi 48.000 karyawan dengan turn-over USD 10 juta. Sayang pada waktu itu, krisis moneter menerpa dan kebijakan IMF sebagai pendonor disaat Indonesia membutuh bantuannya untuk recover pasca krisis moneter. Kebijakan pengetatan IMF tersebut turut mempengaruhi mempengaruhi industri strategis tersebut. Saya jadi teringat satu adegan yang cukup mengharukan di film Habibie & Ainun (2012) yang menggambarkan kesedihannya, saat pemeran Habibie dalam film tersebut kembali mengunjungi IPTN pasca krisis moneter, masuk hangar yang telah berhenti beropreasi, tempat dimana dahulu Habibie menghabiskan waktunya berkarya sebagai sumbangsihnya pada negara dalam bentuk terciptanya pesawat terbang kebanggaan bangsa.
Berbekal pendidikan luar negeri dan pengalaman pada industri dirgantara Jerman, tidak membuat Habibie kehilangan akar kebangsaannya, itu tidak lepas dari pembudayaan. Terminologi pembudayaan ini beberapa kali saya dengar diucapkan beliau. Pembudayaan inilah yang turut membentuknya baik dari nilai kehidupan yang diwariskan oleh ayah, ibu, keluarga besar, proses kehidupan masa kecilnya dan lingkungannya yang membentuk dirinya dari waktu ke waktu. Habibie sendiri berangkat kuliah ke Jerman tanpa beasiswa negara sebagaimana teman-teman Indonesia lainnya yang kuliah di Jerman. Namun dengan perjuangan dan tekad orang tuanya (janji ibunda Habibie, Raden Ayu Toeti Saptomarini semenjak ayahanda Habibie wafat) untuk menyekolahkannya hingga pendidikan tingggi. Hidup di negeri orang mengharuskannya berjuang dengan kiriman uang yang tidak sebesar dan selancar kiriman uang teman-temannya yang mendapatkan beasiswa negara. Tidak menghalanginya untuk menyelesaikan kuliah S3 (Doktoral) dalam usia 28 tahun. Desertasinya yang kemudian melahirkan teori yang dapat digunakan untuk menghitung pengaruh sirip ekor roket sesaat setelah diluncurkan kemudian saat jatuh pada ketinggian terntentu dan masuk pada udara yang makin padat mengalami pemanasan kinetik (kinetic heating) yang menyebabkan pemanasan pada sirip menyebabkan seberapa besar potensi sirip roket retak/patah.
Tekadnya yang kuat setelah berjuang dalam menuntut ilmu di Jerman dengan tantangan yang tidak ringan, dan setelah sukses berkarirpada industri kedirgantaraan Jerman, tidak menyurutkan niatnya untuk kembali kembali dan mengabdi pada Ibu Pertiwi ini merupakan wujud nyata dari pembudayaan dalam hal ini nilai kebangsaan dan keinginan menjadi ‘Mata Air’ sebagaimana yang pernah diajarkan ayahanda Habibie (Alwi Abdul Jalil Habibie). Dalam buku Rudi. Kisah Masa Muda Sang Visioner yang ditulis Gina S. Noer, Habibie menceritakan kembali obrolan dalam perajalanan pulang kereta dari Bonn ke Aachen bersama sahabatnya Lim Keng Kie (teman SMA di Bandung dan saat kuliah di Jerman), katanya saat itu pada sahabatnya “Hör mal zu, wir sind die Aufbau Generation, weisst du was das bedeutet?” yang kira-kira terjemahan dalam bahasa Indonesia “Ingatlah, kita ini adalah generasi pembangunan, tahukah kita akan tanggung jawabnya?”
Sumber: Youtube (Fimela TV-FIMELA Network)
Hal lain yang menarik dari B.J. Habibie selain pengetahuan, keahlian dan pengalamannya pada industri dirgantara saat diserahi tugas oleh Presiden Soeharto untuk mempelopori pengembangan industri tanah air, Habibie melihat konsep negara kepulauan ini bisa ‘dipersatukan’ transportasi dengan pesawat ukuran sedang yang memungkinkan mendarat di banyak tempat pelosok negeri. Dan sampai saat ini, pendekatan pemikiran ini masih relevan, khususnya banyaknya jalur transportasi yang dibuka karena perkembangan ekonomi daerah yang masih bertumpu pada transportasi antar hub (antar pulau dan antar kota, bukan trans/antar benua yang membutuhkan pesawat berukuran besar dan kapasitas besar). Hal ini jugalah (perkembangan ekonomi dan pertumbuhan industri transportasi) pada beberapa tahun terakhir ini, B.J Habibie bersama putranya dan anak bangsa membangun pesawat modern berukuran sedang R80 yang dibuat oleh industri anak bangsa. Dimana pesawat R80 ini dirancang moda transportasi untuk melayani negara kepulauan seperti Indonesia dan regional (negara-negara ASEAN) yang diproyeksikan siap pada tahun 2018.
Kita coba melongok pada masa kecil dan muda Habibie yang tidak mudah terpancing untuk berkelahi atau emosi saat dicemooh, namun keberaniannya dituangkan dalam bentuk kepemimpinan yang dalam kondisi tertentu harus menunjukkan ketegasan didukung pandangan yang komprehensif dalam memutuskan. Habibie sendiri sejak usia sekolah aktif di kepanduan (pramuka). Kepemimpinanannya teruji saat genting pasca tranisisi pemerintahan menuju era reformasi, sebagai pemimpin yang saat itu harus memerintahkan mengganti pucuk pimpinan suatu kesatuan paling lambat sampai matahari terbenam hari itu juga (Buku Detik-Detik Yang Menentukan; Jalan Panjang Indonesia Menuju Demokrasi, penulis B.J. Habibie,).
Saya pernah bertemu muka dua kali dengan beliau, pertama saat Menristek BJ Habibie memberikan kuliah umum. Dan yang kedua saat mantan presiden RI ke 3 ini berada di sebuah mal, beliau dengan sikapnya yang egaliter, menyambut pengunjung lainnya yang menyapa dan bersalaman dengannya. Meski saya tidak mengenal secara langsung dari dekat, namun berkeinginan kuat untuk mengenal lebih dekat dengan sosok Habibie, saya lakukan dengan menggali informasi dan pencerahan pengalaman serta pemikiran tentang Habibie dari berbagai media, baik media cetak, media elektronik, media internet, buku serta film yang berkaitan dengan sosoknya. Puji syukur beliau membuka ruang lebar-lebar dengan sikapnya humanis dan kebapakan untuk memberi pencerahan dan semangat bagi generasi penerus bangsa melalui berbagai kesempatan dan kanal media yang ada.
Sosok Habibie yang secara fisik terpelihara kesegarannya (fit), merupakan anugerah dari Tuhan yang tidak terkira, mengingat mulai dari kecil sampai saat aktif berdinas sebagai abdi negara sosok beliau akrab dengan waktu tidur harian yang relatif pendek (rata-rata 4 jam/hari). Dan dari liputan suatu program tv swasta, setelah pensiun Habibie punya banyak waktu untuk menjaga kondisi fisiknya dengan jalan cepat bahkan bisa sampai 25x mengelilingi sekitar rumahnya jika dikonverikan sekitar 7 km dan saat aktif berdinas Habibie berolahraga renang. Menurut penuturannya pada sesi liputan tv tersebut, Habibie pun tidak ketinggalan dengan kemajuan teknologi gadget berikut aplikasinya seperti memantau kondisi tubuh dengan perangkat wearable di pergelangan tangannya untuk membantu keseharian mamantau dan memanjemen jumlah waktu tidurnya dengan jumlah jam tidur yang cukup.
Habibie dalam beberapa kesaksian orang yang pernah bekerjasama dengannya, merupakan sosok yang kompetitif dan optimis menatap masa depan. Inovasi hadir untuk menjawab tantangan dan optimisnya tentang masa depan. Kalau bicara tentang inovasi, erat kaitannya dengan proses kreatif. Proses kreatif ini tidak saja diperlukan dalam bekerja, namun semestinya menjadi bagian hidup. Proses kreatif ini juga menjadi bagian dari kehidupan Habibie, sebagaimana yang yang diliput suatu stasiun tv swasta pada keseharian Habibie termasuk kesehariannya berkaitan dengan kuliner. Kreatifitasnya terus muncul termasuk termasuk saat di meja makan, inovasi kuliner rempang (rempeyek pisang) bentuk seperti rempeyek kacang namun isinya diganti dengan pisang serta apel goreng seperti pisang goreng dibuatnya sekaligus dengan maksud lainnya untuk membantu industri pertanian dalam negeri meningkatkan komsumsi buah lokal melalui inovasi.
Kecintaannya membaca dan belajar ilmu pengetahuan, membuka cakrawala pemikiran sekaligus wawasannya sejak kecil yang sudah membayangkan bagaimana balon udara sebagai alat tranportasi bekerja, kisah Wright Bersaudara dalam proyek pesawat terbang, yang ikut menjadi bahan bakar visinya untuk menjadi pembuat pesawat terbang suatu hari kelak. Visi itu terus ada dan mengantarnya untuk melanjutkan pendidikan, karir pada industri dirgantara di kemudian hari. Visi tersebut terus tetap eksis berkat kerja keras, sikap optimisnya dan tekad sekuat baja. Bahkan suatu kali seperti yang dikisahkan dalam Buku Rudi. Kisah Muda Sang Visioner ini, saat mahasiswa di Jerman mencari sponsor perusahaan besar Jerman untuk Seminar Pembangunan, Habibie selalu mengatakan “Saya masa depan Indonesia.” saat menjawab pertanyaaan perwakilan perusahaan Jerman saat itu mengenai apa hubungannya peran Habibie (mahasiswa Indonesia di rantau) dengan Pembangunan Indonesia.
Satu hal lagi yang saya kagumi dari sosok B.J. Habibie, yang memberitahukan keputusan dan sikapnya sejak awal bahwa akan menolak pencalonannya kembali sebagai Presiden RI periode berikutnya, apabila pidato pertanggungjawabannya ditolak. Pada saat itu (1999) dalam kondisi yang tidak bebas dari kepentingan dan intrik politik sekaligus tidak stabil pasca turunnya Soeharto, laporan pertanggungan jawab Presiden saat itu tidak diterima, meski kepemimpinannya dalam 517 hari memberi fondasi yang kuat dalam bidang ekonomi, politik, hukum, tata negara dll seperti perundangan UU Kebebasan Pers, UU Anti Monopoli (UU Persaingan Sehat), perubahan UU Partai Politik, UU Otonomi Daerah dll, memberi otonomi sehingga Gubernur Bank Indonesia dan Jaksa Agung otonom dengan berada diluar struktur kabinet, sekaligus suasana stabilitas nasional yang aman kondusif pada masa peralihan untuk masuk ke era reformasi. Habibie menggambarkan situasi saat pertama beliau mengambil tanggung jawab suksesi kepemimpinan pasca gerakan reformasi dengan mengambil langkah-langkah untuk menstabilkan hal-hal yang tidak menentu pada akibat kerusuhan Mei 1998, krisis moneter dan warisan kebijakan Order Baru dll.
Ada hal lain yang menarik dari sosok Habibie. Jika Anda jeli melihat beberapa wawancara/peliputan tv dengan seting ruangan lapang dengan anak tangga berputar berlatar belakang rak buku yang tertata rapi sekaligus indah. Jelas, bahwa sang pemilik rumah yang memiliki seperti perpusatakan pribadi tersebut merupakan sosok yang cinta buku. Kalau punya kesempatan membaca Buku Rudy. Kisah Masa Muda Sang Visioner, jelas runtutan kecintaannya pada buku sejak kecil. Buku karya Jules Verne novel petualangan dalam bahasa Belanda pun sejak kecil menemaninya saat jam istirahat sekolah di sudut pekarangan sekolah. Saat terbang pertama kalinya menuju Jerman buku tebal dalam berbahasa Belanda De Idioot yang ditulis Fyodor M. Dostoyevsky yang menemaninya, disamping buku lain-lainnya seperti buku ilmu pengetahuan, buku puisi Goethe seperti puisi “Der Erlkönig” dll.
Sosok teknokrat tidak menjadikan Habibie fokus hanya pada ilmu pengetahuan dan teknologi saja, namun membuka diri juga pada seni dengan kegiatannya seperti puisi (membaca dan menulis puisi), menyanyi termasuk pernah menjadi vokalis band waktu SMA dan kuliah (termasuk menyanyi lagu keroncong juga seperti Sepasang Mata Bola, Awan Lembayung dll), mendengarkan musik yang menenangkan (musik klasik, lagu Warsaw Concerto gubahan Richard Addinsell dan masih banyak lagi). Dalam berbagai kesempatan wawacara dan liputan tv, Habibie berpendapat pentingnya sinergi Budaya (Pembudayaan), Agama, penguasana Ilmu Pengetahuan dan Teknologi. Tentang pembudayaan ini yang juga berkontribusi akar nasionalisme (cinta tanah air) sekaligus sebagai kata kunci, pembudayaan yang berasal dari orang tua, lingkungan, budaya dsb. Habibie yang lahir dari orang tua dengan berlatar belakang lintas budaya Bugis, Gorontalo, Jawa ini dibesarkan dan tumbuh kembang, termasuk merantau di usia belia ke 13 sampai dewasa di beberapa kota seperti Pare Pare, Makassar, Jakarta, Bandung, Aachen, Hamburg, Muenchen dll membuatnya semakin kaya dalam proses pembudayaan ini, akibat akulturasi dengan budaya di tempat baru, lingkungan dan orang yang budayanya berbeda-beda dan belajar untuk saling menghargai perbedaan sekaligus menerima hal yang baik. Kalau dalam tinjuan manajemen saat ini, bekerja dan bersosialisasi dalam lingkungan yang beraneka ragam, memberi bahan bakar dan daya dorong dalam berkreasi (kreatifitas). Dibesarkan dengan pendidikan agama Islam yang kuat, di lain pihak Habibie remaja bisa berbaur dengan lingkunagan yang agak berbeda seperti saat bersekolah di Sekolah Kristen Dago Bandung maupun saat tinggal di Jerman pada suatu kota yang sebagian besar beragama Katolik.
Ada satu petikan wawancara test pilot IPTN, Kapten. Esther Gayatri Saleh yang juga merupakan test pilot perempuan pertama dan mungkin sampai sekarang masih merupakan satu-satunya test pilot perempuan di Indonesia bahkan Asia. Setelah menyelesaikan sekolah pilot di Amerika Serikat, Esther pulang ke Indonesia dan melamar sebagai pilot. Prosesnya tidak mudah, terlebih saat itu pekerjaan menerbangkan pesawat dalam hal ini pilot dianggap pekerjaan maskulin dan didominasi pilot pria. Sebagaimana yang dituturkannya dalam wawancara sebuah koran nasional, sampai akhirnya Esther memberanikan diri menulis surat pada Menristek B.J. Habibie yang juga menjadi orang nomor satu di IPTN saat itu, tentang keinginannya menjadi pilot. Habibie melihat jauh ke depan bahwa pada profesi tidak ada pemisahan gender, semua mempunyai kesempatan yang sama (gender equality) selama memenuhi syarat dan lulus tes. Gayung bersambut, Esther pun mendapat kesempatan mengikuti prosedur rekrutmen sampai akhirnya dinyatakan lulus dan diterima sebagai test pilot IPTN dan aktif menjalankan tugasnya sejak tahun 1985.
Kembali pada sosok Habibie dengan segala prestasi dan legasinya bagi bangsa, juga merupakan manusia biasa, yang tidak luput dari masa dimana dirinya sempat down dilanda kesedihan yang luar biasa saat wafatnya sang istri dr.(med) Hasri Ainun Besari. Kemudian beliau bangkit dan tekadnya untuk kuat dengan kegiatan menulis segala perasaan dan tentang almarhumah dan cinta mereka dalam sebuah buku yang kemudian difilmkan Habibie & Ainun (2012). Habibie percaya hubungan cintanya dengan Ainun tidak dapat dipisahkan, yang berbeda hanya wujudnya. Pandangan Habibie bahwa manusia terdiri dari hardware (raga/tubuh) dan super intelegence software (jiwa, roh, bathin dan nurani). Super intelligence software ini lah yang terus mengikat hubungan mereka.
Proses dalam kehidupan Habibie yang kalau dianalogi proses metamorfosa , mulai dari remaja, kemudian mahasiswa jenius di Jerman, kemudian mulai menapak karirnya sebagai insinyur sampai jenjang karir eksekutif yang gemilang di perusahaan ternama Jerman. Kemudian pulang ke Indonesia memulai lembaran baru sebagai teknokrat, panggilan tugas memanggil untuk masuk pada tanggung jawab dan ranah yang lebih besar yakni menjadi negarawan sampai paripurna sebagai abdi negara, tidak mengahalanginya untuk tetap berkontribusi sebagai Bapak dan Eyang bagi generasi penerus bangsa ini. Sebuah peran yang lengkap.
Saya belajar dari keteladaan beliau dalam memelihara rasa saling percaya dalam cinta dan kebersamaan dengan saling menerima apa adanya sepanjang masa, selalu ada di hati karena memiliki super intelligence software yang bisa menjadi panutan bagi pasangan generasi penerus dalam membina rumah tangga dengan cinta dan kesetiaan. Habibie menekankan pentingnya Intelectual Compatability dalam membina rumah tangga. Saya belum menangkap penjabaran beliau tentang Intelectual Compatibility ini. Berdasarkan pencarian di internet, penjelasan dari istilah tersebut mungkin secara ringkas dapat dipahami sebagai berikut; merujuk pada harmoni dalam sharing pikiran, ide dan pendapat dalam relesi kehidupan berumah tangga. Nanti kalau punya kesempatan bertemu beliau, hal ini akan saya tanyakan ☺.
Selamat Ulang Tahun Bapak Habibie ke 80 (25 Juni 2016), semoga dilimpahkan kesehatan dan umur panjang serta keberkahan dan senantiasa berkontribusi bagi sesama. Amien.
*image credit: B.J. Habibie
Tentang Penulis : JM Zacharias ( @jmzacharias ) saat ini berprofesi sebagai business strategist, berkarir profesional dalam bidang produk, sales dan marketing lebih dari satu dekade. Pengalaman karir profesionalannya di berbagai industri meliputi retail, consumer electronic, teknnologi informasi dan telekomunikasi baik Business to Customer (B2C) maupun Business to Business (B2B). Dengan beragam pengalaman di perusahaan multinasional, nasional serta startup pada bidang teknologi, sales marketing dan manajemen serta iklim kerja lintas budaya antar bangsa dalam portofolio karirnya di kawasan Asia Pasifik dan Asia Tenggara turut memperkaya wawasan dan melebarkan preperspektif untuk terus belajar dan berbagi. Mengkomunikasikan ide dan strategi bisnis dilakukannya dalam bentuk artikel, pelatihan dan kegiatan konsultasi. Informasi detail dapat di lihat pada JMZacharias.Com Strategi Bisnis & Teknologi . Anda dapat mengubungi melalui tautan kami.
Perhelatan Formula 1 memasuki pertengahan musim 2016, konsolidasi terus dilakukan oleh para pembalap setelah menjalani seri-seri awal tahun seperti penyesuaian mesin baru berikut strateginya. Tidak terkecuali pembalap debutan tanah air Rio Haryanto dan yang membedakan dengan pembalap lain, tim manajemen Rio terus berjuang sampai awal Juni ini melunasi komitmen sisa pembayaran separuh dari total 15 juta Euro. Dan jika sisa pembayaran tidak dilakukan maka Rio hanya menjalani separuh musim F1 2016. Tidak sedikit langkah tim manajemen mencari dukungan dan sponsor melalui pemerintah, masyarakat dan pelaku bisnis. Partisipasi dukungan yang diterima pun tidak sedikit, namun Formula 1 tetap lah Formula 1, olah raga mahal seantero jagat, namun memberi kontribusi yang sepadan. Berpartisipasi pada ajang lomba ini, tidak hanya bermodal kemampuan teknis saja, namun diperlukan komitmen mempertaruhkan banyak hal terutama saat perintisan keikutsertaannya. Sudah pasti keluar modal banyak untuk tampil dalam ajang balapan mobil elit ini sebelum menjadikannya model bisnis jangka panjang sang pembalap.
Lalu bagaimana sikap Manor Racing sejauh ini. Sejak pertengahan Mei Manor mulai mempublikasikan Alexander Rossi (reserve driver Manor Racing) pada lini masanya, saat pembalap 24 tahun tersebut memenangkan balapan Indianapolis 500 di Amerika akhir Mei lalu. Apakah ini juga merupakan sinyal tekanan berkaitan tenggat pembayaran komitmen ini?
Tantangan yang tidak ringan ini, bukan hanya tugas tim manajemen Rio. Kita pun terpanggil berpartisipasi, platform CrowdFunding KitaBisa.Com terus menggalang dana, penggalangan dana swadaya lainnya, peran pemerintah (kementerian terkait), BUMN seperti dukungan sponsor Pertamina, peran operator telekomuikasi tanah air juga efektif menggalang dana dalam bentuk sumbangan pulsa. Kita pun perlu belajar bagaimana pihak/negara lain pernah melakukan yang sama.
Rio Haryanto Makes F1 History For Indonesia [sumber: tautan youtube FORMULA 1 ]
Positioning dan Momentum
Melihat positioning dari kacamata bisnis, sosok Rio Haryanto sendiri tidak hanya ‘menjual’ buat market Indonesia, namun juga dapat dimaksimalkan lagi mengingat profil unik Rio Haryanto yang tidak hanya merepresentasikan Indonesia saja, namun Asia dan kawasan Timur Tengah. Profilnya pun representatif sebagai figur kawula muda Asia serta tidak dipungkiri Rio yang juga pembalap muslim pada ajang F1 ini, bisa menjadi magnet penggemar F1 dari Timur Tengah yang mayoritas penduduknya muslim dan negara lainnya. Positioning Rio di atas, berpotensi untuk ditindaklanjuti dalam bentuk kerjasama pelaku bisnis lintas negara ini dapat difasilitasi pemerintah kita lewat kantor perwakilan KBRI/KJRI terkait. Mengingat pada awal pemerintahan Jokowi pun telah menekankan pentingnya diplomat kita juga menjalankan tugas sebagai marketer untuk segala potensi Indonesia.
Keikutsertaan Rio Haryanto dalam Formula 1, membuat semakin banyak publik dalam negeri dan juga semakin intens mengikuti F1 dan Rio pun perlahan menuju figur publik international. Pada beberapa seri F1, fansnya yang tidak hanya dari Indonesia saja mengantri berfoto dan tanda tanganya. Dengan realitas seperti ini, kita harus melihat Rio sebagai sosok yang terus berproses secara proposional. Sama seperti pembalap lainnya, Rio sudah pada jalur yang tepat berproses untuk mencetak prestasi dan menjadi domain internasional yang tentu tidak lepas dari dukungan dari banyak pihak (sponsor). Pada konteks inilah, kita juga butuh dukungan dana sponsor luar negeri juga, momentum saat ini bisa dimanfaatkan dengan repositioning Rio yang juga sebagai Pembalap Asia diajang F1 ini. Pendekatan ini bukan mengaburkan identitas kebangsaannya. Toh melihat figur Rio, publik internasional tahu kalau Rio Haryanto merupakan pembalap pertama Indonesia menorehkan sejarah dalam keikutertaanya dalam Formula 1.
Dukungan sponsor dari manca negara dan dalam negeri bisa dalam bentuk branding berbagai produk. Khusus untuk pengusaha nasional, ini saatnya berkontribusi untuk manfaatkan momentum kesempatan keikutsertaan Rio sebagai duta bangsa di F1. Jika secara kalkulasi bisnis atau nilai anggaran ‘tidak masuk’. Coba lakukan inovasi kerjasama lintas asosiasi pengusaha nasional untuk penggalangan dukungan sponsor. Beberapa produk iklan telah aktif memanfaatkan profil Rio dalam kampanye marketingnya dan tentu juga itu sekalian berkontribusi penting bagi keikutsertaan di Formula1. Jika pihak sponsor lain belum berperan serta karena masih menunggu ‘buah prestasi’ Rio di F1. Perlu diingat, ini Formula 1, untuk masuk ke jajaran ke 23 pembalap F1 pun butuh prestasi dan proses panjang. Sisihkan pola pikir instan bahwa begitu memulai debut di F1 langsung menyodok prestasi di F1. Itu butuh proses, paling tidak beri dukungan agar Rio berkesempatan berkompetisi penuh satu musim F1 2016 ini. Kalau pun ada alasan lain berkaitan, kendala jarak dan waktu dalam rangka kampanye iklan, bukanlah peran serta teknologi akan membantu mengatasi problem tersebut. Simak saja bagaimana contoh pembuatan iklan tvc dengan setting lokasi berbagai negara yang harus dilakoni Lionel Messi yang berdomisili di Barcelona dan Didier Drogba di London pada behind the scene iklan tvc suatu maskapai penerbangan internasional Drogba vs. Messi #EpicFood: Behind the Scenes.
Lepas dari usaha dukungan sponsor di atas jika tidak bisa, setidaknya masih ada peran lain dari pengusaha nasional, yakni berpartisipasi dalam melakukan donasi secara personal dan jika itu dilakukan secara kolektif hasilnya pun akan signifikan.
Di sisi lain bagi pemerintah, momentum ini dapat digunakan untuk memanfaatkan potensi iklan F1 ini untuk kepentingan investasi dan pariwisata Indonesia yang merupakan langkah yang tidak saja strategis namun kritikal. Mengapa demikian? Karena akan lain cerita kalau potensi prestasi anak bangsa ini dimanfaatkan oleh negara lain untuk kepentingan marketing negera tersebut.
Akan kah langkah Rio Haryanto terhenti pada tengah musim F1 2016 ini atau menyelesaikan sampai akhir? Kembali pada partisapasi kita dalam membantu kiprah putra terbaik bangsa ini. Do the best but prepare for the worst. Ayo Kita Bisa. Semangat Rio!
*image credit: J.M. Zacharias
Tentang Penulis : JM Zacharias ( @jmzacharias ) saat ini berprofesi sebagai business strategist, berkarir profesional dalam bidang produk, sales dan marketing lebih dari satu dekade. Pengalaman karir profesionalannya di berbagai industri meliputi retail, consumer electronic, teknnologi informasi dan telekomunikasi baik Business to Customer (B2C) maupun Business to Business (B2B). Dengan beragam pengalaman di perusahaan multinasional, nasional serta startup pada bidang teknologi, sales marketing dan manajemen serta iklim kerja lintas budaya antar bangsa dalam portofolio karirnya di kawasan Asia Pasifik dan Asia Tenggara turut memperkaya wawasan dan melebarkan preperspektif untuk terus belajar dan berbagi. Mengkomunikasikan ide dan strategi bisnis dilakukannya dalam bentuk artikel, pelatihan dan kegiatan konsultasi. Informasi detail dapat di lihat pada JMZacharias.Com Strategi Bisnis & Teknologi . Anda dapat mengubungi melalui tautan kami.
Talking about speed and momentum, I remember my first experience while still engaged in the development of mobile products of one prominent of cellphone maker Siemens Mobile. Around July 2003, in Indonesia we’ve been doing some testing of SX1 smartphone (pilot samples). SX 1 was the successor of Siemens Mobile first touchscreen by stylus pen SL45 45 (one of Siemens 45 series among the whole Siemens Mobile products at that time ).
The target release of SX1 in Indonesia was around the beginning of 2004, but there was rescheduled. At the same time, February 2004 competitor Nokia has just released the Nokia 6600 smartphone in Indonesia market that playing in the same class with SX1 and marked its presence as the first smartphone gets outstanding response.
Quite could be predictable, its ripple effect to smartphone market momentum at the time. Of course, N6600 smartphone reap large portion of the smartphone market cake that time, while other vendors have not been formally launched mobile phones in its class.
Then couples month later SX1 smartphone was launched a few months later, with retail price of IDR 4.3 million per unit (around USD 480). Inevitably face the N6600 smartphone had a strong foothold in the market and the customer side (top of mind) at retail price that several times down to 3.6 million per unit (around USD 400). Disparities retail price considerably became a dominant factor in the domestic market that time besides another value proposition such quality of products and other factors.
Learning from that experience mentioned above, the speed factor is indeed a significant factor, but this article just focuses on the momentum factor as an important factor in business. Preparing, processing good products in production line with less time consuming would contributing cost significantly, but it was not enough! The main question : Does the product was launched at the right time? This is where momentum plays an important role.
The speed factor should synergize with momentum. More precisely how to set the pace at the right moment. It’s about how to get right timing. It is not easy nor difficult to determine the right moment through the experience. The sensitivity to the momentum it can be honed.
Momentum is itself plays role as important variable that determine:
– Does the process need to be speeded up?
– Or slowed?
– Or already on track (on time)?
Speed is important, as well as timeliness (momentum) as a strategic factor that must be owned and honed capability from time to time.
*This article originally appeared on jmzacharias.com/momentum-produk in bahasa Indonesia.
*image credit: Zuzzuillo-freedigitalphotos.net
——
About the author: JM Zacharias (@jmzacharias) currently works as a business strategist, professional career in the fields of product, sales and marketing more than a decade. His professional career experience in various industries including retail, consumer electronics, information and telecommunications technology both Business to Customer (B2C) and Business to Business (B2B). Having diverse experience in national, multinational companies, and startup; in the areas of technology, marketing and sales management, cross-culture climate among nations in his career portfolio in the Asia Pacific region and Southeast Asia helped him enrich and widen preperspective to continue to learn and share. Communicating ideas and business strategy are some of his activities beside writing article,delivering training and consultancy activities. Detailed information can be viewed on JMZacharias.Com Business Strategy & Technology www.jmzacharias.com. You can also contact him through this link
Perkembangan perusahaan nasional beberapa tahun terakhir menunjukan tren positif tidak saja secara fundamental kiprahnya di pasar domestik namun juga kemampuan berekspansi di pasar internasional serta kemampuan bertahan dari dampak pelemahan ekonomi pasca krisis di Eropa dan AS sejak 2008. Jika membandingkannya dengan dampak krisis ekonomi 1998, perusahaan nasional berkembang mulai dari sisi peningkatan aset, market capitalization (nilai kapitalisasi), customer base, market size termasuk ekspansi ke pasar internasional dari sisi branding, bisnis dan aksi korporasi dalam bentuk kolaborasi (aliansi, merger dan akusisi) dengan perusahaan di negara lain.
Menarik untuk mencermati serta belajar merunut kembali perkembangannya terutama pada situasi yang sulit baik bagi seluruh stakeholder seperti dampak dari krisis ekonomi 1998 serta beberapa tantangan lain yang tidak kalah sengitnya dihadapi oleh seorang pemimpin dalam hal ini CEO dari sebuah organisasi besar seperti perusahaan. Ada beberapa sosok CEO yang bisa dijadikan rujukan untuk mengeksplorasi lebih jauh, salah satu diantarnya Arwin Rasyid dengan portfolio kepemimpinanannya di beberpa bank nasional dan multinasional (Bank Niaga, BPPN, Bank Danamon, Bank BNI, PT Telkom dan Bank CIMB Niaga), lembaga penyehatan bank bentukan pemerintah (BPPN) serta perusahaan di sektor riil seperti PT Telekomunikasi (PT Telkom).
Arwin Rasyid baik dalam suatu kesempatan (sesi Power Talk di Sekolah Bisnis IPMI Internasional, 30 Juli 2015) maupun dalam berbagai media massa termasuk dalam buku yang ditulisnya (180 derajat : Inside Story Transformasi Bank Danamon dan Telkom 3010 Inside Story Telkom Value Creation), membagi pembelajaran dan kisah sukses melewati masa sulit seperti dampak krisis moneter 1998 maupun tantangan dalam situasi lainnya seperti mengubah paradigma agar tidak terlena pada kondisi yang nyaman (comfort zone) sekaligus jadi momentum ‘wake-up call‘ untuk bangkit melakukan beberapa langkah-langkah strategis (adjustment) dalam usaha turn-around serta berinovasi mengikuti perubahan lansekap bisnis yang berubah cepat.
Saya tertarik untuk mengkompilasikannya dalam bahasa yang sederhana dan lugas dengan cara bertutur termasuk mengkombinasikan dengan informasi dari sumber lain yang tetap relevan tanpa mengurangi benang merah kiprah dan pemikiran kepemimpinan dari seorang Arwin Rasyid. Dalam artikel ini kisah dan lesson learned dari artikel ini ditulis tidak dalam format yang kaku berdasar runtutan peristiwa dari waktu ke waktu, namun langsung mengurainya secara sistematis dalam satu bingkai utama manajemen korporasi dan aktifitas bisnis termasuk strategi bisnisnya dalam 10 langkah strategis, disusun dalam alur utama sebagai berikut:
I. Kondisi korporat (perusahaan) saat Arwin Rasyid memulai dan selama memimpin perusahaan saat itu (2000-2003 & 2005-2006).
II. Sepuluh langkah strategis manajemen bisnis dan kepemimpinan dengan case-case terkait. Agar tidak tumpang tindih case study dan pengalaman dari berbagai perusahaan, pada bagian II penulisan tetang 10 langkah strategis, saya lebih fokus pada kiprah dan pengalaman Arwin melakukan transformasi di Telkom saat itu (2005-2006) saja.
III. Hasil dari proses kegiatan transformasi.
IV. Lesson learned dan wisdom dari kiprah kepemimpinan Arwin Rasyid.
I. Kondisi korporat saat Arwin Rasyid memulai dan selama memimpin perusahaan saat itu (2000-2003 & 2005-2006).
Bank Danamon (2000-2003)
Setelah bertugas di Badan Penyehatan Perbankan Nasional (terakhir sebagai Deputi Kepala BPPN), Arwin mendapat tantangan baru sebagai CEO Bank Danamon pada tahun 2003 untuk melakukan turn-around dari bank bermasalah dampak krisis moneter 1998 menjadi bank sehat. Semua bank terkena dampak krismon,yang berbeda pada level “kesehatannya”. Bank Danamon, beserta beberapa bank besar lainnya ditetapkan menjadi bank anchor bagi beberapa bank-bank kecil yang harus dilebur (merger) dalam satu koordinasi bank anchor.
Pengamatan saya, banyaknya bank-bank saat itu tidak lepas Paket Oktober (PakTo) 1988 dimana dibukanya keran [kesempatan yang seluas-luasnya] mendirikan bank baru. Dari restrukturisasi perbankan nasional pasca krismon 1998 ditandai dengan mengerucutnya jumlah bank secara signifikan menjadi separonya. Tidak saja pengaruh krismon secara makro dan mikro ekonomi yang menghantam bank nasional saat itu, disisi lain konsolidasi bank anchor (merger dengan bank-bank lain) memberi dampak internal perusahaan sebagaimana yang juga dihadapi Bank Danamon saat itu (2000-2003) seperti negative spread, liquidity problem, non-performing load (NPL), pemodalan seperta dampak bagi manajemen operasi korporasi seperti yang dapat dilihat pada Gambar 1. Selain itu sebagai bank anchor untuk bank-bank kecil lainnnya melebur ke Bank Danamon, masalah yang dihadapi Arwin sebagai sang CEO baru, selain kondisi dan permasalahan yang dihadapi Bank Danomon namun juga kondisi dan permasalahan masing-masing bank yang tergabung melalui merger tersebut. Arwin pun bergerak cepat menginventarisasi permasalahan berikut dampak yang harus dihadapi serta juga melakukan tindakan penting dalam program jangka pendek dalam rangka membantu membangkitkan moral karyawan akibat dampak krisis moneter pada perusahaan, selain tugas utama melakukan turn-around yang dibebankan pada Arwin sebagai CEO untuk melakukan restrukturisasi Bank Danamon.
PT Telkom (2005-2006)
Selepas dari Bank Danamon, kemudian dilanjutkan portfolionya kepemimpinan di Bank BUMN (Bank BNI), Arwin mendapat kesempatan berkesempatan mengikuti seleksi (fit & proper test) untuk memimpin di Bank BUMN lainnya. Sebagaimana yang dituturkan pada Menteri BUMN saat itu dalam bukunya Telkom 3010 Inside Story Telkom Value Creation, jika diberi kesempatan Arwin mengutarakan keinginannya untuk mencoba tantangan baru memimpin di perusahaan non perbankan dalam hal ini yang bergerak di sektor riil. Setelah melewati berbagai proses seleksi dan penilaian oleh Tim Penilai Akhir yang dipimpin langsung oleh Presiden Soesilo Bambang Yudhoyono saat itu, akhirnya Arwin Rasyid ditunjuk sebagai Direktur Utama PT Telkom, pengangkatannya diputuskan melalui RUPS Telkom
Usaha pencapaian target 5 tahun, tidak lepas dengan tindakan transformasi pada situasi dan kondisi Telkom saat itu. Seperti apa situasi dan kondisi Telkom saat itu (2005-2006) dan bagaimana mengatasinya secara sistematis akan dijabarkan dalam bagian 10 langkah strategis di bawah ini:
II. Sepuluh langkah strategis manajemen bisnis dan kepemimpinan dalam transformasi:
1. Observasi
Observasi secara menyeluruh sangat diperlukan sebelum dan saat memulai jabatan baru, terlebih pada pemimpin yang masuk organisasi perusahaan baru. Tidak terkecuali Arwin Rasyid yang menerima tantangan memimpin perusahaan baru mulai dari Bank Danamon, Bank BNI dan PT Telkom. Masuk sebagai orang baru (eksternal) dengan tantangan baru serta lingkungan baru, Arwin membagikan pengalamannya seperti melakukan pra-orientasi, mempelajari dan memahami hal baru yang dibutuhkan apalagi khusus pada linkup bisnis dari industri yang sama sekali baru dari perusahaan yang akan dimasukinya. Serta mengindentifikasi stakeholder berikut sampai level siapa berikut perannya.
2. Konsolidasi
Melakukan pertemuan jajaran manajemen BoD sampai level menengah dengan bertujuan untuk membangun:
-keikutsertaan (involvement),
-komitmen,
-menyamakan persepsi,
dimana ke tiga hal di atas akan membantu tim menjadi solid. Keiikutsertaan (involvement) yang dimaksud selain pada eksekusi program/strategi namun juga dari awal seperti penyesuaian strategi inisiatif seperti yang dapat dilihat pada contoh gambar di bawah ini:
Langkah konsolidasi di Telkom saat itu diawali dengan meeting dengan direksi dan corporate secretary dengan agenda program 90 hari pertama serta poin ke dua yang tidak kalah penting, yakni tentang prinsip atau nilai yang akan dijalankan. Penjabaran lebih lanjut seperti arahan pembagian dan penekanan tugas sesuai target yang akan dicapai. Dimana Arwin sebagai Dirut, sesuai latar belakang pekerjaannya dan penunjukkannya oleh pemerintah, lebih mengelaborasi perannya yang terkait dengan pasar modal, investor dll. Wakil Direktur dengan latar belakangnya berasal dari Telkom perannya seperti Chief Operating Officer (COO) lebih ke sisi internal operasional perusahaan. Meski demikian Dirut tetap berkonsolidasi dengan semua unsur terkait dari perusahaan.
Kemudian pada tanggal 4 Agustus 2005 mengundang unsur internal untuk menyatukan langkah dan komitmen dalam acara Telkom Summit 1, yang menghasilkan inisiatif strategi PT Telkom yang tertuang dalam Roadmap TelkomGoal 3010 (Gambar 3) gambar lebih detail dapat dilihat pada buku Telkom3010 Inside Story Telkom Value Creation hal. 78, yang secara singkat dapat diringkas menjasi 4 inisiatif strategi:
–revenue growth enhancement
–cost & technology management
–value creation synergy & partnership
–paradigm shift
yang semuanya mengarah pada revenue (maximal), cost (efficient) dan capex (optimal).
3. Meletakkan Dasar yang Kuat (Value Creation)
Sebagai perusahaan publik dengan pertanggung jawaban ke publik dan operasionalnya berhubungan langsung dengan mekanisme pasar. Tidak heran, nilai kompetitif yang harus dibangun dan dimiliki oleh Telkom agar dapat terus menarik minat stakeholdernya. Dari buku Telkom 3010 Inside Story Telkom Value Creation yang saya baca, Value creation, menjadi kata kunci pada setiap langkah untuk selalu efisien dan menghasilkan nilai (value creation). Dasar dari sisi efiesi mulai dari pengelolaaan cash-flow, termasuk tentu saja efisensi pengelolaan biaya. Saat Arwin Rasyid pertama kali bergabung dengan Telkom, biaya karyawan Telkom sangat tinggi dan pada masa kepemimpinannya Arwin berhasil menekan biaya karyawan secara signifikan. Pengelolaan (peningkatan) value dapat diupakayan dari berbagai aktifitas kerja termasuk melalui pengelolaan aspek intangibles (kasat mata) seperti kepemimpinan (membangun kredibilitas, kualitas strategi, kualitas eksekusi, pelayanan, budaya perusahaan, perubahan paradigma dan kemampuan menarik SDM berkualitas).
Setelah melakukan observasi pada seluruh stakeholder dan organisasi perusahaan. Tahapan fundamental berikutnya adalah melihat visi ke depan dan menyusun/meredifinisi misi yang disesuaikan dengan tantangan jaman. Visi saat itu ‘to be a leading player in the region.‘, yang menjadi dasar dalam menyusus strategi dalam pencapaian target goal yang dibebankan kepada Telkom, pencapaian nilai kapitalisasi pasar (market capitalization) 30 Miliar Dolar AS dalam waktu 5 tahun mendatang (2010). Agar target dapat dicerna oleh seluruh karyawan Telkom saat itu (2005), jajaran manajemen meingkasnya pada frasa yang mudah diingat ‘TelkomGoal 3010’ yang memberi gambaran tentang Telkom Goal untuk mencapai nilai kapitalisasi pasar 30 miliar dolar AS pada tahun 2010. Innitiative Strategy (Gambar 3) pun dibuat sebagai implementasi strategi kegiatan kongkrit dalam usaha pencapaian TelkomGoal 3010. Selain itu, sebagai pemimpin puncak, fokus pada ‘program 90 hari pertama’ juga menjadi hal yang krusial. Program 90 hari pertama dapat dipandang juga sebagai peletak dasar dalam rangka mempersiapkan diri dan mengawal pelaksanaan berbagai aksi korperasi strategis berikut efektitasnya serta melewati masa kritis pada tahap awal.
Pendirian PT Telkom Indonesia Internasional (Telin), menjadi tonggak untuk menyokong misi ‘to be a leading player in the region’, yang dalam perkembangan Telin telah berekspansi ke beberapa negara. Termasuk juga pendirian Metra Holding (sekarang disebut Telkom Metra Group), yang terus berkembang sampai saat ini yang mewadahi PT Finnet Indonesia (sebagai penyelenggaraan sistem transaksi keuangan elektronik), Telkomsigma, MetraPlasa (yang bermitra dengan eBay mengenmbangkan situs ecommerce blanja.com), telkomtelstra, metranet dsb.
4. Karakter (Leadership Character)
Arwin Rasyid menggarisbawahi kemampuan seorang leadership lebih pada kemampuan visi didukung leadershipnya (karakter) tidak semata-mata kemampuan teknis. Jenderal Norman Schwarzkopf pernah quote yang menekankan pentingnya karakter: “Leadership is a potent combination of strategy and character. But if you must be without one, be without strategy.”
Saya mencoba mensarikan best practice dan pengalaman yang ada, seorang pemimpin haruslah:
– memiliki kepekaan tentang masa depan dan visi yang kuat kemana orgasnisasi berjalan,
– keberanian mengambil tindakan dengan tetap menjunjung tinggi norma (berintegritas),
– memliki rasa tanggung jawab terhadap apa yang ada dalam ruang lingkup organisasi yang dipimpin, termasuk keberlanjutan organisasi seperti kaderisasi dsb.
– memiki kemampuan beradaptasi pada suasana/lingkungan baru termasuk pada perubahan yang berlangsung cepat,
– memiliki kemampuan berinovasi.
5. Komunikasi (Open Communication)
Arwin Rasyid menyebut komukasi yang efektif secara singkat dalam kalimat berikut “Open communication based on trust and respect“. Tentang trust, saya pribadi ingat quote dari Rusia yang sempat diucapkan oleh Presiden AS ke 40 Ronald Reagan saat menerima koleganya pemimpin Uni Soviet Mikhail Gorbachev Trust but verify (Доверяй, но проверяй bila diucapkan dlm bahasa Rusia, Doveryai no proveryai). Dalam kesempatan lain Arwin mengatakan Jangan takut sama orang, namun hormat padanya. Termasuk untuk bebas mengekspresian diri seperti asertif (mengemukakan pendapat, pemikiran, kritikan). Tentang menghormati saya teringat tulisan saya tentang respect: ‘Whatever you do, respect comes first‘.
Dari hasil observasi Arwin waktu turun ke lapangan (ke anak perusahaan Telkom), perlu wahana komunikasi rutin antar CEO anak perusahaan, yang kemudian muncul gagasan CEO Forum, pertemuan rutin koordinasi jajaran CEO/direksi seluruh anak perusahaan setiap tiga bulan sekali, selain komunikasi periodik seperti salah satunya melalui CEO Message.
6. Leadership Management
Kepemimpinan yang dahulu efektif seperti kepemimpinan pengkultusan individu, tidak terlalu cocok bila diterapkan dalam korporasi yang saat ini tuntutannya pada semangat kolaborasi. Dengan semangat kolaborasi ini, tentunya kemampuan dalam leadership management sangat strategis, meliputi aspek-aspek yang berkontribusi dalam menggerakan roda perusahaan:
– Pembagian tugas. Pembagian tugas dilakukan mutlak dalam memimpin sebuah organisasi. Mulai dari kepemimpinan yang kolektif (jajaran direksi) sampai pelaksanaan dalam menjalankan roda organisasi perusahaan juga dalam semangat kolektifitas (team work) bersama seluruh karyawan. Pada hari pertama dari program 90 hari pertama (the first 90 days), Arwin melakukan meeting dengan jajaran direksi (BoD) dan Corporate Secretary, untuk memaparkan program 90 hari pertama berikut pembagian tugas.
– Pendelegasian. Salah satu tolak ukur keberhasilan pemimpin, dalam kemampuannya mendelegasikan tugas sesuai dengan porsi kewenangannnya masing-masing. Jenderal Ike (Einshower) memaparkan mapping tugas dalam ‘Eisenhower Box‘ seberapa jauh tugas berdasarkan urgensinya termasuk level tugas yang bisa didelegasikan ke pihak lain. Pendelegasian oleh pemimpin tidak hanya mencerminkan kemampuan seorang pemimpin namun juga kemauan pemimpin memberi kepercayaan (trust) kepada anak buah. Dalam beberapa kesan yang dituliskan karyawan Telkom pada buku Telkom 3010 Inside Story Telkom Value Creation, ada yang menyebutkan Arwin memberikan ruang dalam untuk berkreasi (ruang untuk berkreasi) namun tetap pada tatanan compliance yang menjadi nilai yang dijalankan perusahaan. Beberapa contoh pendelegasian tugas dan wewenang seperti optimilasasi kewenangan Plasa Telkom dalam peningkatan pemasaran dan pelayanan ke pelanggan.
– Struktur organisasi yang mendukung visi, seperti penempatan Corporate Communication langsung ke Dirut, penambahan direktorat risk management & legal compliance serta procurement untuk membantu untuk meningkatkan value creation dan compliance serta sentimen positif bagi pelaku pasar seperti fund manager, analis dan investor.
– Mengejawantahkan target yang diberikan ke dalam visi, goal, strategi sampai pada tujuannya penjabaran tujuan dalam kerangka lebih spesifik. Dengan target nilai kapitalisasi pasar 30 miliar dolar AS, dijabarkannya ke dalam visi yang dapat dipahami dan memberi pencerahan untuk kemana perusahaan akan dibawa. Seperti melakukan break-down dari goal utama pencapaian nilai kapitalisasi pasar 30 miliar dolar AS, yang jika di-breakdown menjadi target khusus untuk harga saham tahun 2010 (Rp 14.925/lembar), revenue thn 2010 (Rp 87,6 T), EBITDA thn 2010 (Rp 50,2 T). laba bersih (Rp 16,5 T) dan EBITA margin thn 2010 (59%). Target yang lebih khusus ini di-breakdown agar pencapaian ke goal utama dapat secara jelas dan detail dicapai melalui sasaran antara pencapaian target-target khusus ini.
– Monitoring dan kontrol. Pengontrolan kinerja mulai dari aspek tangible sampai yang intangible seperti eksekusi produk dan layanan pendukung di lapangan, cash-flow management, CaPex Tracking, pertumbuhana bisnis dsb. Fungsi kontrol ini sangat strategis untuk keperhasilan pencapaian goal serta krusial untuk melakukan pivoting (alternatif perubahan) saat eksekusi di lapangan tidak sesuai dengan apa yang diharapkan.
7. Turn-Aroud Management
Misi melakukan turn-around management, berbalik dari situasi yang kritis merupakan tantangan tersendiri terutama terkait dengan penugasan baru seorang CEO pada sebuah perusahaan yang terkena krisis atau urgensi melakukan perubahan besar. Bahkan seorang CEO dengan latar belakang berbeda dengan core-business perusahaan baru yang akan dipimpinnya mempunyai kesempatan yang sama untuk sukses. Arwin menggarisbawahi kemampuan seorang leadership lebih pada kemampuan visi didukung leadershipnya tidak semata-mata hanya kemampuan teknis. Kisah sukses Lou Gerstner (mantan CEO Nabisco) dalam melakukan turn-around selama hampir sembilan tahun kepemimpinanya di IBM, seperti yang ditulis dalama buku Who Says Elephant Can’t Dance: Inside IBM’s Historic Turnaround termasuk pada awal kepemimpinanannya yang mendapat komentar sinis karena berasal dari latar belakang industri yang sama sekali berbeda. Suatu kali ada karyawannya bercanda bahwa Gerstnern yang berlatar belakang bukan praktisi IT masih bisa sukses memimpin raksasa komputer ini, asal bisa membedakan antara micro-chips dan chocolate-chips.
Pemimpin tidak hanya kemampuan dalam melakukan turn-around management, namun keberanian untuk melakukan gebrakan baru yang berkontribusi pada transformasi, seperti apa yang dilakukan Arwin seperti:
– melakukan cost to revenue ratio (delivery time serta kualitas teknologi, produk dan pelayanan)
– memonitor anggaran modal (capex tracking )
– menasionalisasi tender/tender terpusat (e-auction)
– melakukan cost efficiencing drive spt efisiensi link (jalur) internasional dengan peningkatan konten lokal, merumuskan blue print implentasi Next Generation Network (NGN)
– optimalisasi capital management melalui selective refinancing dan prepayment serta share buy-back
– sentralisasi pengadaan (procurement) seperti join procurement untuk pengadaan SIM CARD-RUIM (Telkomsel-Flexi)
– kontrol menyeluruh dari hulu ke hilir yang dikenal Product Owner-Delivery Channel (PO-DC) dimana integrasi dari setiap gugus memastikan setiap tahapan proses dapat memberikan kepuasan pelanggan.
8. Paradigm Shift
Salah satu faktor kritikal dalam perubahan adalah pola pikir, pola kerja (budaya kerja) yang sudah terpola dalam kurun waktu lama dan kadang menjadi penghambat dari proses perubahan yang dibutuhkan oleh perusahaan. Jumlah atau bentuk perubahan paradigma yang dilakukan tidak lah menjadi efektif, tanpa didukung sikap dan tindakan yang benar untuk siap berubah. Kegiatan sebagai bagian perubahan paradigma hanyalah media dimana manusia sebagai aset utama perusahaan siap untuk berubah. Perubahan paradigma juga lebih berdimensi kultural, menyentuh norma-norma dan mentalitas SDM.
Saat itu sebagai pemain terbesar, menurut pengamatan Arwin, Telkom tetap sulit dikalahkan pesaing. Namun sebagai yang terbesar, seringkali yang mnejadi musuh telkom adalah dirinya sendiri, yakni persoalan budaya dan paradigma yang telah berjalan lama di Telkom.
Perubahan paradigma menjadi item dari strategis inisiatif dalam Roadmap TelkomGoal 3010.
Implementasinya seperti:
– Transformasi dari perusahaan yang hanya berorientasi produk dan teknologi menuju perusahaan yang beriorientasi pelanggan juga (customer centric). Pada tahapan ini perusahaan harus mampu dan mau mengelola ekspektasi pelanggannya. Ada dua tujuan strategis di dalamnya yaitu sambil memperluas jenis produk dan layanan serta juga fokus pada memperluas basis pelanggan. Dengan demikian keberadaanya tidak hanya to win the market, namun juga shape the market.
– Perubahan struktur organisasi yang sesuai dengan perkembangan bisnis, seperti penambahan direktorat Risk Management & Legal Compliance, Procurement dan penempatan Corporate Communication langsung dibawah Dirut. Diikuti penyusunan road map manajemen agar pada tahun 2010 Telkom memiliki manajemen SDM yang berbasis kompetensi.
– Reorientasi bisnis yang hanya mengandalkan penghasilnya sebagai operator telko menjadi pemain dalam bisnis TIME (telecommunication, information, media dan edutainment).
– Menjadi perusahaan yang pro-pasar, karena Telkom listing (terdaftar di 3 bursa efek, beberapa diantaranya bursa efek internasional). Paradigma perusahaan untuk selalu mengedepankan semua strategi yang value creation yang meningkatkan sentimen positif dari pasar modal dan memenuhi asas kepatuhan (compliance).
– Terbuka untuk eksternal best pratice. Dalam rangka pelaksanaan strategi value creation, kebutuhan akan dukungan best-practice dari eksternal, merupakan suatu kesempatan untuk membantu akselerasi dan efektifitas kerja perusahaan. Perlu perubahan paradigma yang mendikotomi orang dalam dan orang luar (eksternal), namun lebih pada fokus akan peran/kontribusi dari keberadaan dari jasa konsutan eksternal maupun SDM (temporary) eksternal, selain mempercepat, membantu efektifitas kinerja, juga dapat menjadikannya sebagai media transfer knowledge, skill dan juga pengalamannya.
– Diversifikasi strategi bisnis. Masuknya Arwin Rasyid ke Telkom dengan program yang mengacu pada value creation memberi warna baru dari perusahaan yang awalnya hanya mengedepankan revenue dari produk dan layanannya, mengalami diversifikasi strategi bisnis berupa aksi korporasi akusisi, share buy-back (pembelian saham kembali), terbuka menerima masukan best practice dari ahli dan praktisi kelas dunia. Di sisi lain, pengalamannya di perbankan dan hubungannya dengan investor. Arwin memandang perlu agar korporasi mengedepankan asas kepatuhan (compliance) sebagai wujud pertangungan jawab perusahaan pada stakeholdernya termasuk di dalam pihak yang berhubungan dengan pasar modal seperti investor. Pijakan pertama dalam membangun korporasi (Telkom) yang mengedepankan asas kepatuhan (compliance) dengan rencana pendirian direktorat Risk Management dan Legal Compliance. Dimana saat itu, Telkom telah listed di New York Stock Exchange (NYSE) dimana perusahaan harus mengikuti aturan pasar modal di sana seperti Sarbanes-Oxley Act (SOA).
– Penyesuaian tarif. Saat mulai bertugas Arwin belum melihat adanya paradigma ‘to fit the price with customer needs and expectation‘ di Telkom. Lalu diusulkannya tariff reballancing sebagai usaha untuk lebih customer centric yang menyesuaikan tarif berdasarkan kebutuhan dan harapan customer. Gebrakan ini tentu menimbulkan tanda tanya dan pandangan skeptis, bagaimana bisa. Pada poin selanjutnya Strategic Approach, dapat dilihat bagaimana inovasi untuk menjalankan strategi ini.
9. Strategic Approach
Pendekatan yang strategis yang dimaksud, implementasi suatu strategi dengan cost tertentu namun menciptakan manfaat tidak saja pada satu aspek namun berdampak ke banyak aspek seperti:
-Strategi reposisi dari masing-masing departemen ke strategi kolektif seperti contoh program Corporate Social Responsibility (CSR) yang mulai terintegrasi dengan fungsi marketing, Public Relation (PR) dan strategi pertumbuhan perusahaan. Dengan demikian tidak saja program kerja menjadi lebih fokus (tidak tumpang tindih), di sisi lain integrasi program membuat anggaran yang yang dulu tersebar bisa mengalami penguatan dengan integrasi ini, seperti setelah program CSR lebih terintegrasi, anggaran CSR (Program Kemitraan dan Bina Lingkungan/PKBL) pun meningkat dari 1,5% menjadi dua kali lipat pada tahun 2006.
-Pengembangan strategi pemasaran Telkom Group melalui joint distribution channel (kerjasama jalur distribusi) dan synergy pricing (sinergi tarif) SMS Telkom Group dari Kartu AS ke Flexi serta pricing plan (penyusunan rencana) tarif SLI 007 maupun Telkom Global 017. Pemetaan strategi produk, ponsel dual on (GSM & CDMA) yang dapat menjadi ujung tombak strategi penetrasi kartu GSM SIM CARD Telkomsel dan RUIM CDMA dari Flexi. Serta masih banyak yang lain seperti join sentra layanan Plasa Telkom untuk customer service Telkom dan Telkomsel, join database supplier dan pricing reference sampai procurement bersama SIM-CARD (Telkomsel) dan RUIM (Flexi).
-Strategi menurunkan tarif agar lebih terjangkau (tariff rebalancing). Usulan upaya ini dilakukan dengan tujuan untuk meningkatkan usage yang pada akhirnya meningkatkan jumlah pelanggan. Tariff rebalancing ini mengikuti dari teori elastisitas, dimana secara prinsip pendapatan merupakan perkalian dari harga dengan penggunaan (usage). Saya jadi teringat tulisan saya sebelumnya tentang keberhasilan implemtasi strategi menurunkan tarif yang berkontribusi pada peningkatan usage (pemakaian ) ini yang sukses dilakukan oleh mantan CEO XL Axiata Hasnul Suhaimi pada kurun waktu 2007-2010. Pada sisi lain tariff rebalancing membantu manajemen untuk menyesuaikan tarif kompetitif produk-produk dari masing-masing anak perusahaannya. Ambil contoh saat itu, tarif SLJJ Telkom zona tertentu pada jam sibuk, masih lebih mahal [tidak kompetitif] dibanding Telkomsel, sehingga perlu tariff rebalancing. Di lain pihak pendekatan tariff rebalancing membuka segmentasi sehingga seperti yang quality oriented akan membayar harga mahal untuk kualitas dan kapasitas dan pengguna yang cost consciousness lebih memilih pada harga yang murah. Pada bisnis model segmentasi ini dapat menyasar segmen yang lebih beragam dengan layanan yang bervariasi, serta disisi lain proses subsidi silang dapat dilakukan pada piramida bawah pelanggan yang menginginkan tarif murah.
Di bawah kepemimpinannya di Telkom dengan TelkomGoal 3010 dalam 5 tahun, membuka kesempatan best practices seperti bagi SDM eksternal berikut keterlibatan konsultan eksternal untuk selain membantu melihat dari sisi lain (fresh thiniking & idea) dan membantu dari sisi best practice-nya, juga memberi sinyal positif bagi pelaku pasar bahwa emintennya terbuka berikut aksi korporasinya sama seperti aksi korporasi akusisi, share buy-back (pembelian saham kembali), perbaikan dan peningkatan mutu sistem procurement yang tidak saja baik bagi perusahaan namun juga memberi sentimen positif ke pasar. Arwin menyebutnya strategi sekali merengkuh dayung dua tiga pulau terlampaui.
10. Pengelolaan SDM
Arwin Rasyid memandang karyawan (people) sebagai aset penting perusuhaan, dalam hal ini people yang dimaksud adalah right people. Tugas pemimpin agar mengawal dan membina people tetap menjadi right people. Right people yang dimaksudkannya adalah karyawan yang in lined (cocok) dengan irama perusahaan, budaya perusahaan atau dengan kata lain dalam bahasa saya, orang yang senantiasa berkontribusi dan keberadaannya relevan dengan kebutuhan perusahaan dari waktu ke waktu, yang terus berkembang dan dinamis. Arwin dalam buku Telkom 3010 Inside Story Telkom Value Creation, menambahkan pandangan no bad soldier, but bad general perlu ditelaah lebih lanjut. Memang tugas pemimpin untuk membentuk dan membina anak buahnya, namun lanjutnya bila anak buah sudah tidak bisa diharapkan (mengganggu jalannya organisasi), maka kebijakan reward-punishment perlu dijalankan. Pada masa kepempinannya Arwin pernah mengusulkan salah satu bentuk reward (penghargaan) bagi karyawannya seperti program kepemilikian saham karyawan employee and managementstock option program (EMSOP) dan penguatan Dana Pensiun, selain program promosi jabatan.
III. Hasil transformasi
Pencapaian hasil transformasi di Bank Danamon (2000-2003)
Berikut hasil transformasi pada Bank Danamon saat kepemimpinan 2000-2003 saat itu meliputi peningkatan Laba Bersih (Rp Milyar) Pinjaman per sektor (%), Rasio Dana Murah thd DPK (%), indeks service excellece on top, harga saham dan kapitalisasi pasar Danamon. Pencapaian hasil termasuk membawa bank Danamon menjadi sehat sekaligus mapan sebagai bank retail dan UKM (SME) setelah melakukan transformasi sebagaimana yang dituturkan Arwin pada sesi Power Talk dapat dilihat pada gambar di bawah ini.
Pencapaian hasil transformasi di PT Telkom (2005-2006)
Hasil transformasi Telkom dapat dilihat dari hasil implementasi ke empat inisiatif strategi dari roadmap TelkomGoal 3010, ditandai hasil pemasukan tahunan yang dapat dilihat di laman investor Telkom pada laporan keuangan Telkom. laporan keuangan Telkom 2005 dan 2006
serta hasil yang dapat dilihat pada Gambar 5.
IV. Lesson Learned and Wisdom
Menjadi leader dalam hal ini CEO di usia muda saat ini dimungkinkan, namun menurut Arwin Rasyid untuk mendapat wisdom perlu “jam terbang”. Berikut ini beberapa wisdom dan lesson learned dari seorang Arwin Rasyid:
– Learning Process. Proses pembelajaran merupakan kebiasaan positif untuk berkembang dan menjawab tantangan masa depan. Arwin yang berlatarbelakang dari perbankan, menerima tawaran yang cukup menantang sebagai CEO perusahaan telekomunikasi besar Telkom dari industri yang berbeda dengan latar belakang profesional sebelumnya. Tak kurang 2 jam setiap harinya digunakan Arwin untuk membaca beberapa diantaranya jurnal-jurnal tentang perusahaan telko internasional seperti Vodafone, British Telecom, Telstra, France Telecom dll. Belajar agar dengan cepat dapat menyesuaikan dengan lingkungan kerja yang baru. Bahkan setelah meninggalkan Telkom, Arwin pun tak henti untuk mengasah pengetahuan bisnisnya di sektor telekomunikasi dengan mengikuti program eksekutif di sekolah bisnis ternama INSEAD Perancis.
– Choose the right people. Pandangan Arwin Rasyid tentang rekrutmen/tim untuk bekerjasama lebih condong untuk memilih yang kandidat yang cocok (right) dengan kebutuhan dan lingkungan, visi dibandingkan kandidat yang mungkin terbaik (the best) yang belum tentu cocok dengan budaya kerja dan kebutuhan organisasi. Pengangkatan Arwin Rasyid sebagai Dirut Telkom pun juga merupakan contoh choose the right people, dimana saat itu pemerintah sebagai pemegang saham mayoritas Telkom menginginkan Telkom yang bertumbuh di pasar modal (pro pasar). Selain Arwin mempunyai relasi dengan ekosistem pasar modal, pengalamannya sebagai bankir dalam proses assessment pinjaman untuk berbagai karakter industri dan proses bisnis, menjadi suatu strong point baginya yang sesuai dengan apa yang diinginkan pemegang saham mayoritas pada sosok yang akan memimpin Telkom saat itu.
Menurut saya, pandangan ini senada dengan pendapat pebisnis terkenal lainnya seperti Jack Ma yg lebih memilih calon karyawannya yg ‘crazy’ (unik/nyleneh) dibanding the best one, serta jajaran manajemen Amazon yg dipimpin Jeff Bezzos dgn metoda seleksi calon karyawan selain cerdas namun harus Fun (bisa santai dan kreatif) atau Tonny Hsieh CEO Zappos yg sangat menekankan calon karyawan harus secara fundamental ‘click‘ dgn budaya kerja di Zappos. Hal ini dirasakan Tony Hsieh lantaran pelajaran mahal di perusahaan pertama yang didirikan sebelumnya yang gagal karena tidak dilandasi satu budaya kerja yang kuat).
– Lebih Baik Tidur Nyenyak daripada Makan Enak. Mengejar rasa damai (tentram) dalam terlebih dahulu.
– Spirit Egaliter. Mengutip dari quote favorit ayahanda Arwin Rasyid (Sutan Rasyid), janganlah menilai seseorang dari pangkat dan kekayaan, tetapi nilailah dari karakter dan kebesaran jiwanya. Saduran dari quote dalam bahasa Inggris “Don’t judge a person by how did she is, how important he is, judge a person by the strength of character and the size of the heart.”
– Kejar presestasi (Kontribusi), bukan kejar jabatan.
Mengejar prestasi dan berkontribusi, kerja sebaik-baiknya jabatan akan datang sendirinya. Mengejar prestasi rasanya tidak ada habis-habisnya, kalau kejar jabatan, Arwin menambahkan condong [salah-salah] bisa cari muka (asal bapak senang), jaim (jaga image), bahkan main sikut-sikut atau tusuk dari belakang.
– Jadi pemimpin, harus bisa belajar sikap mau dipimpin. Masing-masing orang punya gaya (sytle) yang bisa berbeda satu sama lain, namun substansi (substance) pemimpin itu merupakan hal utama yang harus dimiliki oleh pemimpin. Bisa saja sang bos galak atau sentimentil, atau pintar atau anak buah lebih pintar. Sikap mau dipimpin (kepemimpinan dalam perspektif dan value positif) menjadikan semua menjadi kesempatan kita sebagai anak buah untuk berkembang). Arwin pada sesi Power Talk (Kamis, 30 Juli 2015 di Sekolah Bisnis IPMI Internasional) mengilustrasikan jika sang bos pintar, pakai kesempatan untuk anak buah untuk bisa belajar dari sang bos. Kalau sebagai anak buah berpikir jika sang bos tidak pintar atau becus memimpin, pakai kesempatan untuk bantu bos tersebut.
Arwin menambahkan, untuk menjadi pemimpin pun butuh proses. Arwin yang mengawali karir di Bank Niaga dari posisi entry-level di tengah karirnya banyak mendapat tawaran jadi direksi di bank-bank kecil. Tapi ditolaknya karena merasa belum kuat fondasinya. dan masih butuh waktu dan proses untuk membangun fondasi leadershipnya sambil menjadi team player yang mendukung pemimpinnya (diandalkan dan dapat bekerja sama). Setelah menempati posisi di jajaran direksi dengan posisi terakhir Wadirut, barulah Arwin membuka diri untuk mencari tantangan di perusahaan/industri lain.
– Memegang teguh prinsip. Prinsip layaknya sebuah kompas memberikan arah dalam kehidupan, membantu menavigasi dalam mencari jalan keluar. Termasuk prinsip saat bekerja, meski pada saat itu Arwin telah membulatkan hatinya untuk mundur dari Telkom dan pemerintah memintanya untuk tetap menjalankan tugas. Namun sebagai profesional yang ingin menjalankan tugasnya agar berhasil, bila ada permohonan kepada pemerintah untuk adanya perubahan tidak sepenuhnya dipenuhi, Arwin memilih tetap pada prinsipnya dan mengembalikan mandat ke pemerintah.
– Berani bersikap sekaligus hormat (respek) Seorang pemimpin harus tahu kapan harus untuk mengemukakan pendapat atau melakukan suatu pivoting (perubahan) pada kondisi tertentu dalam bentuk ancaman, gangguan atau hal yang menyebabkan tidak terjapainya tujuan. Pada saat menerima mandat sebagai CEO Telkom (2005), Arwin tidak mendapat ruang gerak untuk menentukan Board of Director. Dalam perjalanananya dengan beberapa tantangan & benturan kepentingan yang ada, Arwin merasa perlu untuk berani melangkah (speak-up) untuk minta adanya perubahan dikomunikasikannya kepada pemerintah sebagai pemegang saham mayoritas, namun perubahan tidak diperoleh sampai pada keputusannya untuk mengundurkan diri menyerahkan mandat kembali ke pemerintah.
– Make friends. Dengan prinsip Arwin make friends ini, mendorongnya menjalin pertemanan seluas-luasnya. Tidak heran kalau kolega, anak buah memiliki kesan yang sama akan sosok Arwin yang hangat, mau menyapa dahulu dan berkenalan dengan orang baru.
Beberapa hal di atas yang bisa menjadi inspirasi dari pengalaman seorang Arwin Rasyid, serta juga sharingnya dalam berbagai kesempatan seperti pada program tv Kick Andy
Berkaca dari pengalaman Arwin Rasyid, saya mengambil kesimpulan salah satu legasi dari good leader salah satunya
Good #leader left the legacy of :
- short-term / mid-term #goal achievement
- strong #process platform to achieve long-term goal
#leadership
— JM Zacharias BizStra (@jmzacharias) August 6, 2015
Bahkan sebuah majalah menggambarkannya, a hybrid between leader and a banker. . Saya menambahkan sosoknya tidak hanya leader namun juga top marketer.
#ArwinRasyid a hybrid between leader and a banker in #Prestigelatestissue #PowerTitans pic.twitter.com/7Yw7oUCOhb
— Prestige Magazine (@Prestige_Mag) August 24, 2014
Dari beberapa pengalaman di atas bisa jadi lesson learned yang menginspirasi kita semua untuk menjadi pemimpin lebih baik, ada hal yang menjadi perhatian saya. Arwin memulai tugas sebagai Dirut Telkom (2005) tanpa mendapat ruang gerak memilih/manambah beberapa direksi yang ingin dipilihnya, mungkin berbeda dengan beberapa Dirut BUMN lain saat itu atau saat dirinya menjadi Dirut Bank Danamon (2000-2003) yang bisa memilih the winning team-nya. Namun itu tidak menyurutkan Arwin untuk berprestasi! Kepemimpinana Arwin di PT Telkom boleh dikatakan singkat (20 bulan) namun berkontribusi meletakan fundamental untuk perkembangan perusahaan in the long run (jangka panjang). Saya mencoba menganalogikan sebagai kepemipinan jangka pendek dengan sarat prestasi, dengan kesuksean kepemimpinan Presiden ke 3 B.J. Habibie yang begitu banyak kontribusi dalam mengantarkan Indonesia bangkit dari krisis, bertransformasi dengan tatatan fundamental yang kuat Indonesia untuk jangka panjang. Hal ini menunjukkan bahwa keberhasilan kepemimpinan untuk berkontribusi tidak serta merta bisa dipengaruhi oleh keterbatasan (keterbatasan waktu dan dukungan bukan menjadi penghalang utama), namun bergantung pada efektifitas dalam menjalankan peran kepemimpinan itu sendiri.
Pada bagian akhir tulisan ini, saya merungkumnya dalam kutipan saya tentang good leader: “Good leader left the legacy of
short-term & mid-term goal achievement and strong process platform to achieve long-term goal.”
–the end–
catatan kaki:
Saya beruntung tidak saja bertemu langsung dengan Pak Arwin Rasyid yang hadir sebagi pembicara utama pada acara Power Talk akhir Juli 2015. Namun, baru saya sadar bahwa ada beberapa hal yang dipaparkannya termasuk melalui bukunya Telkom3010 Inside Story Telkom Value Creation, ada yang juga saya alami saat itu (jaman kepemimpinan beliau, 2005-2006) seperti saat saya sedang ada pengetesan produk komunikasi pada simulasi jaringan Telkom di kantor Risti Telkom, saya sempat melihat suatu ruangan tempat sentralisasi e-auction (lelang terpusat), kemudian pada tahun 2006 saat saya sempat ikut hadir dan sebagai partner (vendor) support peluncuran secara nasional layanan Speedy di 22 kota yang saat itu dilakukan pelataran di Jl. Asia Afrika dekat Plaza Senayan Jakarta. Dan terakhir Pak Arwin pada bukunya Telkom 3010 Inside Story Telkom Value Creation sempat menyinggung Next Generation Network (NGN) sebagai blue-print technology, yang juga dikenal dengan jargon (istilah) ‘Seamless Mobility‘ teknologi masa depan saat itu (2006). Kebutulan saat itu saya juga concern tentang NGN dan sempat menulis artikel relevan tentang teknologi ‘Seamless Mobility‘ yang mungkin perlu didukung banyak kerjasama dari berbagai penyedia layanan pada saat itu. Saat ini seperti yang saya lihat fiturnya di aplikasi mobile MyTelkomsel, seamless mobility (2015) ditawarkan antara flash (mobile) dengan Wi-Fi yang ditawarkan oleh Telkomsel.
*Keterangan foto artikel (featured image): foto diambil saat acara Power Talk 30 Juli 2015 di Kampus Sekolah Bisnis IPMI Internasional
Tentang Penulis : JM Zacharias ( @jmzacharias ) saat ini berprofesi sebagai business strategist, berkarir profesional dalam bidang produk, sales dan marketing lebih dari satu dekade. Pengalaman karir profesionalannya di berbagai industri meliputi retail, consumer electronic, teknnologi informasi dan telekomunikasi baik Business to Customer (B2C) maupun Business to Business (B2B). Dengan beragam pengalaman di perusahaan multinasional, nasional serta startup pada bidang teknologi, sales marketing dan manajemen serta iklim kerja lintas budaya antar bangsa dalam portofolio karirnya di kawasan Asia Pasifik dan Asia Tenggara turut memperkaya wawasan dan melebarkan preperspektif untuk terus belajar dan berbagi. Mengkomunikasikan ide dan strategi bisnis dilakukannya dalam bentuk artikel, pelatihan dan kegiatan konsultasi. Informasi detail dapat di lihat pada JMZacharias.Com Strategi Bisnis & Teknologi . Anda dapat mengubungi melalui tautan kami.
Saat mengetahui ada informasi (undangan) sesi Power Talk dengan pembicara Darwin Silalahi , saya langsung konfirm untuk hadir bertemu dan mendengar pemikiran dan sharing dari praktisi strategi dengan kaya pengalaman di berbagai organisasi korporasi mulai dari perusahaan nasional, multinasional dan kementrian BUMN. Terlebih buku ‘LIFE STORY not Job Title’ yang ditulisnya memberi warna pencerahan begitu kental (lengkap dengan sharing pengalaman best practice dan wisdom selama karir profesionalnya) untuk membantu mendorong pembangunan karakter kepemimpinan anak muda Indonesia. Bertemu langsung penulis buku yang menginspirasi pembaca merupakan suatu pompaan semangat bagi pembacanya.
Darwin Silalahi yang saat ini menjabat sebagai Presiden Direktur & Country Chairman PT Shell Indonesia menjadi pembicara utama sesi Power Talk yang diselenggarakan IPMI Business School, hadir mengupas lebih dalam tentang Schenario Planning yang menjadi pendekatan legendaris Shell (salah satu International Oil Company) untuk mematakan skenario-skenario dalam menghadapi masa depan baik pada tingkat global, regional dan negara.
Pendekatan Scenario Planning
Pendekatan skenario (scenario approach), dimana skenario yang merupakan alat yang bisa membantu mengenali pergeseran-pergeseran struktural, dan menimbang interaksi yang mungkin antar-berbagai perspektif dan kemungkinan (Darwin Silalahi, kolom Opini Majalah Tempo,2 November 2009). Pada paparan pada sesi Power Talk (27 Mei 2015), Darwin menceritakan tentang Scenario Planning yang dilakukan oleh Shell. Scenario planning disusun oleh tim skenario bekerja sama lintas disiplin ilmu serta berinteraksi dengan fokus group dan ahli dari luar. Team skenario ini yang bertugas mendukung jajaran eksekutif senior dengan beberapa perannya seperti:
-membantu melakukan mapping skenario-skenario what-if sehubungan dengan masa depan dengan ketidakpastiannya (uncertain future),
-mendorong hal baru,
-memetakan tren (very strong and emerging trend),
-menyederhanakan kompleksitas,
-tanggap terhadap perubahan/pergeseran dalam masyarakat, demografi, politik dll,
-mendefinisikan ketidakpastian (define uncertainty).
Shell merilis skenario pada tahun 1971 berkaitan dengan pandangan harga minyak (oil price outlook). Dengan skenario tersebut, menunjukkan bagaimana cara Shell bertindak terhadap ketidakpastian pasca Perang Dunia II sampai dekade 60-an.
Scenario planning yang dikembangkan lebih dari sekedar prediksi (forcast) namun bagaimana menjawab tantangan akan ketidakpastian (mengurangi ketidakpastian). Hal yang perlu dipahami dari suatu skenario, bahwa banyak pandangan (more view) dibutuhkan dalam menyusun suatu skenario. Pada skenario memetakan kemungkinan-kemungkinan (what-if that happen) dan menyediakan landasan untuk eksplorasi. Ada penjelasan menarik dari buku ‘LIFE STORY not Job Title’ (hal. 164) yang ingin saya tambahkan melengkapi pemamparan Darwin Silalahi dalam acara sesi Power Talk, sebagai berikut: “Scenario planning dijabarkan lebih mendalam dalam artikel “Three Decades of Scenario Planning in Shell”,California Management Review Vol. 48, No. 1, Fall 2005. Skenario bukanlah proyeksi, prediksi, atau refrensi, melainkan cerita-cerita utuh dan kredibel tentang masa depan. Skenario ini dibuat untuk membantu perusahaan-perusahaan dalam menantang asumsi-asumsi mereka, mengembangkan strategi mereka, dan menguji rencana-rencana. Di Shell, skenario memainkan peranan penting untuk mengantisipasi perubahan-perubahan struktural dalam tatanan energi global. Dikombinasikan dengan perankat analisa strategis lain seperti market assessments dan competitive analysis, skenario tetap menjadi bagian tak terpisahkan dalam strategi Shell di semua level tingkat pengambilan keputusan.”
Transformative Scenario Planning
Saat berbicara tentang scenario planning, Darwin tidak lupa memberi contoh Transformative Scenario Planning yang dirintis oleh Adam Kahane. Adam Kahane sendiri memiliki pengalaman dan portfolio sebagai Strategic Planning di Shell dan terlibat dalam implementasi Scenario Planning Shell. Saya mencoba browsing tentang sosok Adam Kahane dan pemikirannya tentang Transformative Scenario Planning. Melalui referensi video (menit ke 8, detik ke 30) Adam mengatakan “tentang apa yang dapat terjadi sebagai cara berpikir tentang masa depan dan beradaptasi dengan masa depan yang kita tidak dapat prediksikan atau kontrol. Tidak tahu apa yang dapat terjadi namun memberi pengaruh dan mentransformasikan apa yang dapat terjadi yang disebutnya sebagai transformative scenario planning (bukan adaptive scenario planning).
*tambahan referensi lain” ttg Transformative Scenario Planning Adam Kahane, Perspectives: Transformative Scenario Planning A tool for systemic change.
Perjalanan 40 Tahun Skenario Shell (2012)
Perjalanan 40 Tahun Skenario Shell ditandai:
-awal tahun 70-an, kenaikan harga minyak seiring perkembangan ekonomi tahun 1970-an. Piere Wack meyakinkan tentang skenario pada jajaran pimpinan Shell, merilis skenario 1971;
-tahun 80-an perkembangan politik (integrasi Uni Eropa, runtuhnya Uni Soviet dan bangkitnya Tiongkok sebagai global economic powerhouse) dan menurunnya harga minyak dunia;
-tahun 90-an globalisasi dan perkembangan IT (transformasi dan disruptif teknologi);
-tahun 2000, kenaikan demand tidak diikuti pemenuhan supply, transisi ke dekade berikutnya yang kritikal serta transisi untuk keberlanjutan.
PT Shell Indonesia juga pernah merilis Shell Scenario di Indonesia pada tahun 1996, 2002 dan 2010. Transformative Scenario Planning di Indonesia sendiri yang dilakukan Shell beberapa kali (1996, 2002 dan terakhir 2010). Sebagaimana pembuatan scenario planning, proses dilakukan dengan berinteraksi dengan focus group dan ahli/praktisi (external expert) Indonesia dari berbagai disiplin ilmu. Scenario planning untuk Indonesia (2010) untuk memetakan ketidakpastian kritikal masa depan (future critical uncertainties) meliputi perkembangan pemimpin lokal (local leader), reformasi dll menuju nusantara melaju. Melengkapi pemaparan Darwin pada sesi Power Talk, saya kutip juga tentang “Skenario Indonesia 2025” dari buku karangannya’LIFE STORY not Job Title’ (hal. 164-165) , pada diskusi panel “Skenario Indonesia 2025” yang diselenggarakn bekerjasama dengan Kompas dengan beberapa pakar di Indonesia pada pertengahan 2010 tersebut, memunculkan dua skenario untuk Indonesia hingga tahun 2025. Skenario pertama (“Alon-alon Asal Kelakon“), Indonesia tidak secara proaktif memulai dan mengeksekusi agenda perubahan, tetapi lebih bereaksi terhadap berbagai kejadian atau tekanan yang ada saat itu. Pada skenario ini, kebijkan yang diambil pemerintah lebih disetir oleh prioritas dan tekanan jangka pendek yang mendesak. Pada skenario ke dua, “Nusantara Melaju“, Indonesia melaju berkat keteguhannya dan terbosan dalam melaksanakan reformasi. Dua faktor yang memungkinkan terciptanya terobosan adalah tekanan domestik untuk terus melakukan perubahan dan munculnya peluang eksternal yang mendorong pertumbuhan Indonesia. Penjelasan lebih lanjut dapat dilihat pada halaman 165 ‘LIFE STORY not Job Title’.
Scenario Planning Schematic & Process
Dalam scenario planning, Darwin memaparkan pemetaan dimulai dari mendifiniskan dengan jelas fokus perhatian (fokal concern), kemudian dilanjutkan ekplorasi dan menentukan prioritas kekuatan pendorongnya (driving forces),kemudian melakukan sintesa (synthesize) melalui skenario-skenario (dalam bentuk scenario logic loop) yang pada akhirnya bermuara pada implikasi yang strategis.
Mountain & Ocean Scenario
Darwin pun lebih dalam berbicara tentang skenario pada dua kategori skenario Mountain Scenario dan Ocean Scenario.
Karakteristik yang membedakan satu sama lain, pendekatan Mountain Scenario cocok untuk karakteristik pendekatan game change driven. Orang yang berada pada top level dapat melihat permasalahan dengan horison yang luas dan langsung dapat melakukan action (drive game change). Contoh implementasinya seperti inisiatif Shell di AS (North America) Shell Gas revolution (teknologi pengolahan lapisan lumpur dasar laut untuk memisahkan dan mendapatkan minyak dan gas sehingga harga minyak yang didapat dapat lebih kompetitif dan terjangkau), inisiatif mendukung perusahaan kecil menengah (SME) dalam bentuk private equity (venture capital) dan pengembangan compact and efficient city.
Sedangkan Ocean Scenario berkaristik lebih datar (flat), lebih digerakkan pada aspirasi dalam hal ini publik (people power driven) dalam berbagai kontek termasuk konteks sosial politik dengan tantangannya.
Antara Keraguan dan Optimisme
Melihat pendekatan dalam melihat (meraba) masa depan Scenario Planning dari Shell ini, selain menjadi gebrakan pendekatan pemikiran yang bisa diterapkan dalam melihat masa depan dalam konteks pribadi atau organisasi. Di sisi lain, pendangan yang meragukan pendekatan ini untuk dapat melihat (meraba) masa depan dengan sinisme apakah mungkin bisa melihat (meraba) masa depan, bagaimana kalau pada pelaksanaannya tidak jalan. Bagaimana kalau di tengah jalan ada yang berbeda dari skenario. Dan masih banyak tanda tanya.
Sesuatu yang pasti adalah perubahan itu sendiri, tidak terkecuali masa depan. Seberapa pun sulit untuk memprediksi apa lagi mengontrol masa depan, namun mempersipakan skenario dengan melihat tanda-tanda tren dari ke waktu membantu kita dalam menghadapi masa depan. Tidak hanya membantu menghadapi masa depan, namun bisa memberi makna, pengaruh transformatif (influence) untuk perubahan itu sendiri.
*Keterangan foto: foto saat acara Power Talk di IPMI Business School 27 Mei 2015
Tentang Penulis : JM Zacharias ( @jmzacharias ) saat ini berprofesi sebagai business strategist, berkarir profesional dalam bidang produk, sales dan marketing lebih dari satu dekade. Pengalaman karir profesionalannya di berbagai industri meliputi retail, consumer electronic, teknnologi informasi dan telekomunikasi baik Business to Customer (B2C) maupun Business to Business (B2B). Dengan beragam pengalaman di perusahaan multinasional, nasional serta startup pada bidang teknologi, sales marketing dan manajemen serta iklim kerja lintas budaya antar bangsa dalam portofolio karirnya di kawasan Asia Pasifik dan Asia Tenggara turut memperkaya wawasan dan melebarkan preperspektif untuk terus belajar dan berbagi. Mengkomunikasikan ide dan strategi bisnis dilakukannya dalam bentuk artikel, pelatihan dan kegiatan konsultasi. Informasi detail dapat di lihat pada JMZacharias.Com Strategi Bisnis & Teknologi . Anda dapat mengubungi melalui tautan kami.
Is 2015 the Year of Content Marketing in Indonesia? This question refer to the Content Marketing existence along the past years and now this year 2015, that used also as the topic discussion of the Jakarta Content Marketing meetup session this month. Content Marketing in several years growing tremendous approach and its contribution too (Content Marketing Innitiative for Online Shop, Indonesia market 2013). Does Content Marketing still reliable to cope the challenge in 2015? Let’s take a look the discussion through this compilation article below.
Content Marketing-Native Ad
Content Marketing itself means about to drive action as Patrick Searle (cofounder GetCRAFT) point out in early session. It’s about owning paradigm, investing on it and get the returns. The Native Ad also the hot issue to be addressed in term of its contribution to get read rate times and ROI target, comparing with digital marketing main stream like display ads has been decreased significantly. Native Ad plays promising role to give the good impact to its stakeholder and give adaptive approach and more friendly user experience (UX) to consumer, compare to not quite good experieces/pro-contra last year related with intrusive ad that pop-up without giving option to consumer get rid from bothering their user experiences and raised dispute among digital publisher.
Brand professional Jasmina Dewi Nashya (E-Commerce Marketing Head at MAP) added that content marketing should has brand perspective adjusted to brand and company strategy and also has relevance with target viewer desire and in line with what consumer care about. From brand people (client) perspective, she added it’s paramount to keep the brand presence in every Consumer Decision Journey (CDJ), that also must be applied on content marketing approach.
Sponsored Content and its position from publisher point of view.
The terminology of content marketing spreads from one industry to another industry. Publisher like online newspaper use Sponsored Content to refer it. Beside the news as their commodity, empowering content article that get sponsor called Sponsored Content. David Alexander ( Business Development at Kompas) from his point of view as publisher professional classify Sponsored Content as intersection area of Venn Diagram between Content Marketing and Native Ad. Sponsored Content applied by different approach, it could be beyond branding (not spoken about brand) but their initiative campaign, for example BP within move the next mile campaign. Or also something that provoking interest of subject, that giving awareness, guidance to empowering for example cashless society (sponsored by one larger bank).
Those approaches aren’t hard selling focus content but still attached with sponsored brand/company logo. Also important for Sponsored Content stakeholder to keep content transparency and relevance (avoid pretending) so make no room consumer getting trap on the content that consumer really doesn’t want to, eventually could ruin their credibility and business.
Content Marketing, hard selling and measurement.
In line with hard selling content, some important lesson-learned shared by Jasmina that too many focus hard selling approach on content gave bad impact from consumer. So need to create content that can steal consumer heart which with minimum hard selling content.
On the other hand, from top management point of view that sometime push a lot hard selling approach because every program should giving the return with common indicator such as number of conversions and revenue. It’s quite complicated and also challenging to set up good content marketing that attract consumer’s attention but less hard selling. According to her best practice, by using KPI as currency to convince top management to go through that approach. The KPI might covers unique visitors from where they access (geography), comply the trend (mobile readership trend) and engagement measurement (bounce rate/time spent, page view and sentiment & social engagement). KPI itself not be separated from measurement, Daniel Van Leeuwen (Research & Development Advisor at XM Gravity) also emphasized measuring activity as part of the main triangle to support implementation of content marketing. It’ s such cycle starting from Learning, Building and Measuring phase. Measurement also part of three main factor related with Content Marketing as Haswar Hafid (Client Partner at Facebook) mentioned beside medium and format.
Content Marketing Strategy.
Content marketing strategy should be user centric, Daniel explained that content format should be as interface between business goal and user goal/needs. Based his digital agency background, he gives example how NetFlix using the data to determine next program to offer. Another example of user centric case when Mortal Combat Director Kevin Tancharoen making a initial pitch film. Kevin put the Mortal Combat thriller online and got much good responses from consumer. Then led him to develop the feature film version and got distribution supporting from Warner Bros.
According to the inspiring story above, Daniel also broke down and emphasized some phases that could be the secret sauce of that success story, the phase starts from do pilot, validation, build/refine and expand.
From branding (client) perspective, the brand need fully support from the content to be part of conversation among consumer, and Jasmine added on other side the content stakeholder need to think the impact also beforehand.
Banner Blindness Fact and Ux matter.
Daniel also mentioned banner blindness and some facts related such low click through rate (CTR) that show less number who clicked the banner. Still related to Banner Blindness in US, Matthew Green (UX Consultant) highlighted from User Experience (UX) design perspective, with case the lack of Ux design such the editorial box looks like banner that consumer think it as banner that keep it quite far from the CTR target. To many and messy banner layout also cause banner blindness, consumer feels dizzy to go to the content he/she want. UX with good lay-out that ergonomic and provide good/easy navigation to follow is the paramount. Mattew also added in specific that important to keep in mind such visual consistency with design of the page, readable text, simple imagery, be relevant and engagement.
Is 2015 the Year of Content Marketing in Indonesia?
Sunil Kumar (Digital Director at Starcom) talking from Media Agency perspective, shared key takeways from 2014 that something called Native Ads get spoken and 2015 will be the year of Native Ads that continually need another year to market and mature. LTE launching make possibility the content marketing booming in term of media format and capacity (size) applied successfully at consumer mobile/gadget platform.
Jasmina pretty optimistic that content marketing well growing in 2015 also underlined video marketing is the next hot babe and whole strategy approach (online and offline) integrated to omni channel as one strategy she would apply.
Haswar also believed 2015 is a content marketing year. Since media crossover in the term of time spent started from radio era, tv, digital and now mobile era. Mobile is the most personal and engaging medium ever. Mobile at scale and content marketing get more room for expansion and customization. He resumed it in one brief sentence “Marry the right format with the right device.”
So back to important question. Is 2015 the Year of Content Marketing in Indonesia? Some might say yes and believe it! Some might wait and see. Some say depending on you, content marketing stakeholder include consumer.
*This article is compilation of panelist thought and audience discussion at Jakarta Content Marketing Meetup January 14th 2015 hosted by GetCRAFT (link). In this article JM Zacharias just took a role as ‘kitchen helper’ who just arranged ‘dish’ served on plate 🙂
*imagre credit: taken while discussion been held
About the author: JM Zacharias (@jmzacharias) currently works as a business strategist, professional career in the fields of product, sales and marketing more than a decade. His professional career experience in various industries including retail, consumer electronics, information and telecommunications technology both Business to Customer (B2C) and Business to Business (B2B). Having diverse experience in national, multinational companies, and startup; in the areas of technology, marketing and sales management, cross-culture climate among nations in his career portfolio in the Asia Pacific region and Southeast Asia helped him enrich and widen preperspective to continue to learn and share. Communicating ideas and business strategy are some of his activities beside writing article,delivering training and consultancy activities. Detailed information can be viewed on JMZacharias.Com Business Strategy & Technology www.jmzacharias.com. You can also contact him through this link
Semaraknya pelaksanaan rangkaian kegiatan pilpres 2014 mulai pendaftaran capres-cawapres sosialisasi, kampanye, pemaparan visi dan program pemerintahan periode 2014-2019 sampai interaksi langsung capres-cawapres dengan rakyat, momentum ini pas untuk mengemukakan keinginan akan kemandirian (kedaulatan) bangsa ini terutama pada sektor-sektor yang berhubungan hajat hidup orang banyak (rakyat). Kali ini khusus pada bidang industri/bisnis telekomunikasi saja yang juga menyentuh hajat hidup orang banyak dan berkontribusi penting untuk perkekonomian dalam abad digital ini. Keinginan untuk memperkuat kemandirian DNA (Device, Network dan Application) industri telekomunikasi kita tidak lepas untuk memperbaiki situasi dan kondisi sampai dengan saat ini serta melanjutkan sekaligus meningkatkan hal-hal positif yang telah dilakukan.
DEVICE (Perangkat)
Perkembangan industri perangkat di tanah air perlu didukung dengan berbagai usaha contoh insentif & proteksinya terhadap usaha meningkatkan sektor ekonomi dan membuka lapangan kerja seperti investasi dalam membangun sentra manufaktur dalam memproduksi alat telekomunikasi. Kepastian akan kebijakan pemerintah yang jelas dan konsisten, harus dijalankan bersinergi antar departemen dan pemerintah daerah terkait (pemda propinsi dan kabupaten kota) seperti insentif pajak dan ekspor impor, perijinan, ketersedian pasokan energi seperti suplai listrik, kebijakan tenaga kerja dan kebijakan pemuatan konten/komponen lokal. Kejelasan dan keselarasan kebijakan sebelumnya dan akan datang (wacana) hendaknya tidak saling tumpang tindih apalagi kotra produktif. Masih segar dalam ingatan batalnya rencana investasi produsen ponsel termasuk yang terakhir kabar produsen asal Korea Selatan mengalihkan investasi pembangunan pabrik ponsel ke Vietnam bisa menjadi pelajaran berharga, dimana insentif tax-holiday dan skema pajak yang tidak kompetitif seperti yang ditawarkan negara lain, serta besaran pajak impor komponen dan wacana ponsel akan dikenakan pajak barang mewah masih menjadi perhatian utama bagi investor.
Dengan efisiensi biaya yang dapat ditingkatkan, produktifitas dan pertumbuhan produk alat telekomunikasi akan berada pada grafik yang menunjukan tren positif dan harga ponsel pun dapat ditekan seekonomis mungkin dan rakyat pun punya akses pada opsi-opsi produk telekomunikasi yang ada. Beberapa tahun lalu (2005) badan yang menaungi asosiasi GSM se dunia pernah menggalakkan program ponsel murah untuk menjangkau daerah yang masih belum terkoneksi dalam programnya Connect the Unconnected.
Selain aspek ekonomi, kepastian hukum dalam kegiatan bisnis juga merupakan hal strategis yang perlu diprioritaskan. Kebijakan hukum dan implementasinya melindungi konsumen, distributor, pengecer yang berkerjasama dengan pemegang merek resmi (berijin); dari pungutan liar pada jalur distribusi, barang-barang/komponen black market, ponsel rekondisi, pemalsuan sampai pelanggaran hak cipta.
NETWORK (Insfrastruktur Jaringan)
Efektifitas dari implementasi program kerja yang berkaitan dengan infrastruktur jaringan dimulai dari menata sumber daya yang ada seperti lebar pita frekuensi, area cakupan layanan, jumlah optimal dari pemain di sektor industri dengan sumber daya frekusensi radio yang terbatas. Evaluasi manajemen frekuensi mulai dari keteraturan alokasi rentang frekuensi radio berikut dengan jenis usaha/bidang kerja pemegang ijin frekuensi, termasuk penertibatan frekuensi atau daya pancar yang tidak memiliki atau sesuai ijin peruntukannya.
Beberapa tahun terakhir efisiensi pada sektor operator telekomunikasi bergerak (nirkabel) berdampak pelepasan aset dan manajemen menara BTS, alih daya tenaga kerja ke perusahaan penyedia servis. Tumbuhnya bisnis model baru ini juga diikuti dengan pendirian perusahaan baru yang menggarap bidang baru ini, apalagi dengan jumlah operator pemegang frekuensi yang cukup besar jika dibandingkan dengan negara lain. Namun pada tahun terakhir operator-operator mulai mengkonsolidasi dengan strategi akusisi, jumlah pemain berkurang, efisiensi setelah proses integrasi memberi dampak pada pengurangan jumlah infrastruktur yang (redudan/dobel) dan tentu saja memukul perusahaan penyedia alih daya serta juga penyedia infrastruktur seperti manajeman menara BTS dan penyedia infrastruktur lainnya.
Infrastruktur dalam kapasitasnya pendukung layanan informasi dan komunikasi pada wilayah Indonesia yang merupakan negara kepulauan, keberadaan satelit sangat strategis sebagai transmisi penghubung dari beragam alat komunikasi ini. Menurut ahli satelit, orbit satelit yang ideal adalah di sepanjang garis khatulistiwa dan penempatannya tidak berdasar letak status hukum geografis seperti di daratan, namun terbuka untuk setiap satelit baru bisa dipasangkan pada orbit tertentu yang masih kosong (siapa cepat dia dapat memilih opsi dari orbit lebih dahulu). Mengingat Indonesia yang mempunyai garis khatulistiwa yang panjang (bahkan mungkin terpanjang untuk suatu negara) dan pertumbuhan jumlah penduduk (konsumen) yang tinggi, kebutuhan akan kapasitas transmisi satelit akan bertambah besar dengan potensi ekonominya serta jumlah satelit dan penempatannya pada orbit sepanjang khatulistiwa adalah suatu kebutuhan yang harus direncanakan dengan tepat.
Selain itu, upaya untuk meningkatkan ekonomi dan pendidikan dapat dilakukan dengan program memperluas penetrasi broadband ke luar jawa untuk mendukung pengembangan ekonomi kreatif via e-commerce serta mendapatkan pendidikan dan kesempatan yang sama untuk memperoleh informasi dan berkomunikasi lewat perkembangan ilmu pengetahuan, teknologi dan sosial budaya dari penjuru bumi (global) yang dapat diakses secara online. Kalaupun saat ini pemasangan infrastruktur telekomunikasi (BTS) pada pedalaman masih terkendala dengan biaya dan studi kelayakan ekonomis seperti return of investment dll, ada solusi baru yang dapat diterapkan oleh pemerintah dengan program khusus OpenBTS BTS berplatform open source dengan tingkat biaya dan peruntukkannya dapat ditekan untuk daerah yang tidak terjamah layanan komersial nirkabel. Dengan penyedian ponsel yang didukung infrastruktur di daerah pedalaman, akan memacu kegiatan ekonomi dimana peran bank juga sangat dibutuhkan. Bila infrastruktur perbankan secara fisik belum ada, infrastruktur perbankan secara online menjalankan peran bank secara fisik. Kisah sukses masyarakat di pedalaman Kenya yang kegiatan ekonominya di dukung dengan mobile banking yang dikenal dengan M-PESA bisa menjadi contoh disamping kisah sukses lainnya seperti petani dan nelayan India yang dapat memantau harga komiditasnya dari beberapa opsi pasar dan tempat lelang yang ada.
Efektifitas penggunaan bandwidth untuk layanan seperti OTT (Over The Top layanan internet berbandwitdh besar yang menumpang infrastruktur telekomunikasi) terutama ke luar negeri perlu diatur dengan baik profit sharing secara fair, serta juga adanya lokalisasi server seperti untuk keperluan online messaging dalam negeri sehingga tidak perlu harus dikirim ke server pusat luar negeri setiap kali mengirim atau menerima pesan. Penggunaan bandwidth yang tidak efektif akan mempengaruhi cost-effective yang pada akhirnya juga membebani biaya yang harus dibayar konsumen (rakyat).
APPLICATION (Aplikasi)
Industri aplikasi saat ini sedang booming khususnya di emerging market Asia Pasifik khususnya ASEAN dan perkembangannya bagus didukung dengan karakteristik bisnis yang bisa dimulai dari usaha sampingan dengan modal infrastruktur terbatas sekalipun ditunjang dengan modal intektual (brainware) dari angkatan muda yang kreatif. Atmosfir keterbukaan informasi dan kebebasan berkreasi menjadi modal dasar dalam proses kreatif dan negara harus menjaminnya. Pada perkembangannya perlu intensitas dalam membantu tunas-tunas muda untuk bertumbuh dan bermetaforsa menjadi entrepreneur yang didukung pemberian insentif khususnya perusahaan/UKM yang bergerak di sektor ekonomi kreatif, bantuan mentorship dari pelaku bisnis dan kesempatan kerjasama dengan lembaga dunia, venture capital yang turut menumbuhkembangan usaha bisnis putra bangsa. Indonesia pun kaya dengan SDM dengan kemampuan teknologi kreatif yang kompetitif dan diperhitungkan di market global. Berpuas diri dengan menjadi jadi tenaga kerja kreatif pada bisnis asing (content provider) yang dimilik oleh anak muda negara lain, bukan merupakan sikap yang heroik dalam membangun bangsa dengan segala pendayagunaan potensi yang dimiliki. Pada akhirnya kerjasama antar berbagai pihak seperti kerjasama tripatrit yang melibatkan pemerintah, swasta & lembaga penelitian/pendidikan dalam pengembangan proyek bersama, memberi kontribusi yang cukup signifikan meski dimulai dari hal-hal kecil akan terus berkembang dan bersinergi serta saling memperkuat kemandirian dan kedualatan bangsa beserta aset-asetnya.
Sekilas pemikiran untuk membanguna, memperkuat kedaulatan bangsa lewat kemandirian DNA telekomunikasi kita.
* image credit: dokumentasi pribadi saat bertugas di Sydney Australia
Tentang Penulis : JM Zacharias ( @jmzacharias ) saat ini berprofesi sebagai business strategist, berkarir profesional dalam bidang produk, sales dan marketing lebih dari satu dekade. Pengalaman karir profesionalannya di berbagai industri meliputi retail, consumer electronic, teknnologi informasi dan telekomunikasi baik Business to Customer (B2C) maupun Business to Business (B2B). Dengan beragam pengalaman di perusahaan multinasional dan nasional pada bidang teknologi, sales marketing dan manajemen. Iklim kerja lintas budaya antar bangsa dalam portofolio karirnya di kawasan Asia Pasifik dan Asia Tenggara turut memperkaya wawasan dan melebarkan preperspektif untuk terus belajar dan berbagi. Mengkomunikasikan ide dan strategi bisnis dilakukannya dalam bentuk artikel, pelatihan dan kegiatan konsultasi. Informasi detail dapat di lihat pada www.jmzacharias.com