Tanggal 21 April biasanya dimeriahkan dengan penggunaan kebaya dimana-mana mulai dari anak sekolah, serta tidak terkecuali oleh karyawan pelayanan publik, layanan pelanggan sentra bisnis perusahaan swasta. Perayaan dengan berbagai kegiatan pun banyak dilakukan serta semakin bervariasi mengikuti tren dan juga membahas isu dan tantangan yang berhubungan dengan semangat Kartini dalam horison pandangan masa kini. Sebelum membahas seperti apa spirit Kartini dalam hal ini kerangka emansipasi wanita di letakkan untuk menjawab tantangan jaman, tidak ada salahnya kita menengok poin-poin penting dari Kartini yang bisa ditarik pada sumbu konteks kekinian.
Mungkin ada yang penasaran mengapa saya membahas spirit Kartini (emansipasi wanita) di portal strategi bisnis ini. Ya, tidak jauh dengan modal bisnis dalam hal ini human capital/ People (Sumber Daya Manusiannya, SDM) yang sangat strategis dalam pelaksanaan strategi bisnis. Termasuk saat seorang eksekutif baru (leader) masuk dalam struktur organisasi perusahaan, apa yang dilakukan sebelum menjalankan strategi bisnisnya biasanya dilakukan obvservasi dimulai dari melihat sisi SDM-nya, Proses/Sistem yang berjalan di organisasi kemudian merumuskan strategi. Dalam hal ini yang berhubungan dengan sisi SDM termasuk dalam hal mind set (pola pikir) dalam berkerja, berkomunikasi, berkolaborasi dll yang merupakan dari proses bisnis yang saling terkait. Hal ini tidak terlepas terhadap sejauh mana kesempatan dalam proses pemberdayaan, komunikasi dan proses strategis lainnya tanpa melihat perbeda-bedaan seperti yang berkaitan dengan SARA serta hal lain seperti mendapatkan perlakuaan yang sama tanpa memandang jenis kelamin (gender equality) dll.
R.A. Kartini, Kontribusi dan Konteks Kekinian
Raden Ajeng Kartini hadir pada awal abad 19, tidak hanya dapat dilihat dalam semangat pemberdayaan perempuan semata saat itu, seperti mendidik remaja putri di beranda rumahnya. Namun lebih dari itu, dengan kemampuan berkomunikasi dan literasi dalam bahasa Belanda yang sangat baik. Kartini mampu menembus atmosfir pemikiran dan pergerakan feminisme yang sedang tumbuh di Eropa pada masanya. Kemampuan menjalin hubungan (networking) dengan penulis terkenal di Belanda dimulai dengan perkenalan dan hubungannya yang akrab dengan Marie Ovink-Soer seorang pengarang novel yang produktif dan terkenal di negeri kincir angin tersebut.
Kemudian Kartini berinisiatif menulis surat pada Johanna van Woude yang merupakan pengasuh Majalah De Hollandsche Lelie dan perempuan pertama anggota Masyarakat Sastra Belanda. Permintaan Kartini pada suratnya kepada Johanna van Woude, untuk menerbitkan iklan kecil majalah gaya hidup perempuan di negeri Belanda tersebut yang berbunyi: “Raden Ajeng Kartini, putri Bupati Jepara, … , ingin berkenalan dengan seorang ‘teman pena wanita’untuk saling surat-menyurat. Yang dicari ialah seorang gadis dari Belanda yang berumur sebaya dengannya dan mempunyai banyak perhatian terhadap zaman modern serta perubahan-perubahan demokrasi yang sedang berkembang di seluruh Eropa,” seperti yang di kutip Sitisoemandari Soeroto dalam Kartini Sebuah Biografi.
Pada tahun 1899 tersebut, dimana pada masa di lingkungannya yang masih terbelenggu dengan kolonialisme, feodalisme yang juga berimbas pada pengekakangan kebebasaan kaum perempuan seperti pingitan (dipingit), tidak punya hak bicara dan kawin atas pilihan orang tua termasuk pada calon suami yang berpoligami sekalipun yang pada saat itu merupakan sesuatu yang lazim.
Kartini pada saat itu berumur 20 tahun (baru sekitar 1 tahun bebas setelah dari 4 tahun jalani pingitan) namun pemikirannya sudah melakukan beberapa lompatan dari pemikiran gadis seusianya pada aspek perubahan-perubahan demokrasi yang sedang berkembang di seluruh Eropa kala itu. Termasuk liberté, égalité, fraternité semangat Revolusi Perancis (kemerdekaan, persamaan dan persaudaraan) tidak asing bagi Kartini lewat kebiasaannya yang semakin intens membaca dan menulis terutama saat 4 tahun dipingit.
Dari iklan tersebut membuka perkenalannya dengan banyak pihak di Belanda mulai dari Estelle “Stella” Zeehandelaar (aktifis feminis Belanda & anggota Sociaal-Democratische Arbeiders Partij yang disingkat SDAP), Henri Hubertus van Kol (tokoh partai SDAP yang juga anggota Parlemen Belanda), Nellie van Kol Porreij (editor Hollandsche Lelie), Jacques Henrij Abendanon (Direktur Pendidikan, Agama, dan Industri Hindia Belanda), Rosa Manuela Abendanon-Mandri, E.C. Abdendanon, Hendrik de Booy (ajudan Gubernur Jenderal Rooseboom), Hilda Gerarda de Booy-Boissevain, G.K. Anton (guru besar ilmu kenegaraan di Jena, Jerman). (sumber : Buku Gelap Terang Hidup Kartini, Seri buku Tempo: Perempuan-Perempuan Perkasa, hal 19).
Korespensinya dengan Estelle “Stella” Zeehandelaar pun membuka cakrawala pemikiran yang lebih luas, Kartini mengenal konsep adeldom verplicht, kebangsawanan menanggung kewajiban. Kartini meski keturunan darah biru menemukan perspektif baru dalam penentangannya pada feodalisme dengan konsep adeldom verplicht. Mungkin itu benang merah keberpihakannya pada rakyat seperti membuka sekolah perempuan Jawa (Juni 1903), mengembangkan usaha bisnis rakyat seperti perintisan bisnis ukiran Jepara, pemikirannya dalam tulisan tentang batik serta memperhatikan nasib pengrajin emas dan tenun. (sumber : Buku Gelap Terang Hidup Kartini, Seri buku Tempo: Perempuan-Perempuan Perkasa).
Dalam korespensinya dengan teman-temanya di Belanda seperti pada Stella, Kartini dengan lugas menceritakan perhatiannnya mulai dari tradisi perjodohan, poligami, monopoli manajemen opium oleh pemerintahan kolonial, nasib perempuan Jawa yang tertindas, kebijakan politik kolonial yang merugikan pribumi, pendidikan pada perempuan (sumber : Buku Gelap Terang Hidup Kartini, Seri buku Tempo: Perempuan-Perempuan Perkasa). Pemikirannya tentang pendidikan pada perempuan tidak saja pada pendidikan dasar sekolah, namun pada prinsip eksistensi perempuan (wanita) dalam rumah tangga. Kartini berpendapat pendidikan pada kaum perempuan juga menyentuh bagaimana perempuan mengatur keuangan dalam rumah tangga sebagai dasar untuk membangun fondasi ekonomi yang lebih besar lagi, yakni ekonomi masyarakat. Pemikiran Kartini jika dilihat pada konteks di jamannya, merupakan gebrakan terhadap nilai dan kondisi yang dianut pada masa itu. Mungkin dengan paradigma/pandangan yang lazim pada saat itu, pemikiran dan gerakan Kartini dapat dilihat sebagai sesuatu yang radikal ‘menentang kemampanan’ nilai feodal saat itu dimana hal itu juga dirasakan/diterima oleh ayah Kartini, Kartini dan adik2xnya berkaitan dengan respon dan penilaian dari keluarga kaum bangsawan. Tidak itu saja, sekaligus sebagai ancaman pada pemerintah kolonial saaat itu, sebagaimana terbaca saat dibatalkannya keberangkatan Kartini untuk sekolah di Belanda di kemudian hari.
Semangatnya dengan bekal pendidikannya (Sekolah Rendah Eropa, Europeeche Lagere School) untuk menyongsong diterimanya beasiswa bersekolah di negeri Belanda, kandas akibat politik internal pemerintah kolonial Hindia Belanda, yang lewat balasan sang Gubernur Jenderal mempertanyakan apakah putri-putri Bupati Jepara tersebut, hanya akan dididik atau diperkerjakan setelah selesai mengikuti pendidikan. Ayah Kartini pun menarik permohonan beasiswa setelah mengetahui sang Gubernur Jenderal mempertanyakan hal tersebut. (sumber : Buku Gelap Terang Hidup Kartini, Seri buku Tempo: Perempuan-Perempuan Perkasa, hal 82-83). Pada tahun berikutnya, ada harapan lain muncul untuk Kartini melanjutkan sekolahnya di Belanda, saat Henri Hubertus van Kol (anggota perlemen Belanda) datang ke Jepara, setelah mendengar keinginan Kartini dan kemudian memintanya untuk membuat proposal/permohonan studi di Belanda kepada Ratu Belanda lewat perantaraan van Kol. Lewat perjuangan van Kol, Menteri Seberang Lautan Belanda A.W.F Idenburg menyetujui beasiswa Kartini. Namun lagi-lagi harapan Kartini tersebut kembali mendapat tekanan dari politikus penentang Politik Etis dan feodal pribumi. Kandas lagi harapan untuk menuntut ilmu pada salah satu negara di kawasan Eropa tersebut.
Peran Ayah
Peran orang tua dalam tumbuh kembangnya anak adalah strategis, baik dari sisi ayah dan ibu. Namun pada saat nilai kemasyarakatan pada masa Kartini, yang kurang kondusif bagi kaum perempuan dalam hal ini hak kaum perempuan. Peran ayah Kartini menjadi sentral, menunjukkan peran sosok ayah yang progresif dalam memperjuangkan hak perempuan (anak perempuannya). Lihat saja bagaimana Raden Mas Adipati Ario Sosroningrat (ayah Kartini) memfasilitasi Kartini dengan bahan bacaan dari luar negeri, memberi kesempatan berkomunikasi dengan koleganya pejabat-pejabat Hindia Belanda (orang Belanda), berkorespondensi dan melakukan penelitian sosial beberapa tempat di Jepara berikut menuliskan artikel (salah satunya seperti Het Huwelijk bij de Kodja’s tentang upacara perkawinan suku Koja di Jepara yang dimuat dalam Bijdragen tot de Taal-land-en Volkenkunde van Ned-Indie, Jurnal Humaniora dan Ilmu Pengetahuan Sosial Asia Tenggara dan Oseania vol. 50 nomor 1 tahun 1898, hal. 695-702), menyudahi tradisi pingitan menginjak tahun ke 4, menyetujui Kartini menjadi guru pada sekolah percobaan yang dibukanya (sekolah perempuan Jawa), memperbolehkan Kartini melanjutkan sekolah di Belanda, serta tidak mendesaknya untuk segera menikah, dan kesemuanya itu merupakan andil sang ayah memberi ruang gerak dan dinamisasi pertumbuhan Kartini beserta adik-adiknya. Bahkan karena sang ayah segan meminta putrinya untuk lekas-lekas menikah sebagaiman tradisi pada saat itu. Hal itu lah yang mengundang cibiran di lingkungan sekitar dan juga mempengaruhi kondisi kesehatan sang ayah (jatuh sakit). Kartini pun mengalah, menikah pada usia 24 tahun dengan Bupati Rembang Djojoadiningrat. (sumber : Buku Gelap Terang Hidup Kartini, Seri buku Tempo: Perempuan-Perempuan Perkasa, hal 60, 106).
J.H. Abendanon (Direktur Departmen Pendidikan, Agama dan Industri Hindia Belanda), mengakui dan menyatakan pada ayah Kartini bahwa baru pertama kali menemui bupati yang terbuka, berpikiran maju, dengan menyekolahkan putri-putrinya. (sumber : Buku Gelap Terang Hidup Kartini, Seri buku Tempo: Perempuan-Perempuan Perkasa, hal 80).
Dalam pelbagai kesempatan Kartini diajak mengikuti perayaan umum seperti perayaan penobatan Ratu Wilhelmina di Semarang, mengikuti acara pentahbisan pendeta John Hubert yang berasal dari Rusia, serta memperebolehkan Kartini melihat kapal Belanda yang awak kapal-nya mayoritas laki-laki, bersandar di Jepara, yang mana kebebasan-kebebasan seperti itumerupakan hal sangat langka bagi kaum perempuan pada saat itu. Lihat saja bagaimana gembiranya Kartini menggambarkan susasana hatinya, saat mendapat kesempatan untuk bisa pergi lagi/keluar dari Jepara seperti ke Semarang bersama adiknya Roekmini dan Kardinah, sebagaimana yang dituliskan dalam suratnya 25 Mei 1899 kepada Estelle “Stella” Zeehandelaar yang disitir Sitisoemnadari Soeroto dalam bukunya , Kartini: Sebuah Biografi: “Sungguh, ini adalah kemenangan kami, kemenangan yang begitu kami dambakan. Adalah hal aneh bagi gadis-gadis sekelas kami muncul di keramaian, orang-orang mulai menggosip dan memperbincangkannya, ‘dunia’ menjadi terheran-heran. Hei bersulanglah untuk kami. Dunia serasa menjadi milik kami“. (sumber : Buku Gelap Terang Hidup Kartini, Seri buku Tempo: Perempuan-Perempuan Perkasa, hal. 44).
Kalau ditarik secara universal peran ayah Kartini dalam memberi keleluasan untuk tumbuh kembangnya putrinya, pada jaman ini kita bisa melihat gambaran yang mirip bagaimana sikap dan perlakuan sayang ayah Malala. Malala Yousafzay remaja putri Pakistan (Peraih Nobel Perdamiaan 2014 menjadi korban serangan Taliban, karena ikut aktif memperjuangkan hak mendapatkan pendidikan yang sama bagi kaum perempuan. Sebagaimana yang diceritakan dalam buku dan film dokumenter I’m Malala. Malala menjawab pada sesi tanya jawab film dokumenter tersebut, jika tidak ada peran serta orang tuanya dalam hal ini sang ayah, maka saat ini dia sudah menggendongkan 2 anak sebagaimana perempuan sebayanya yang berusia belasan tahun yang sudah harus dinikahkan oleh orang tua mereka.
Kita bisa mengikuti benang merah bagaimana seorang ayah memberi kesempatan bagi putrinya ruang gerak anak perempuannya untuk tumbuh, khususnya pada kondisi tradisi masyarakat yang mengekang persamaan hak bagi kaum perempuan, sebagaimana yang diceritakan dalam forum TED di Kanada dalam video dibawah ini. Transkrip interaktifnya dapat diunduh pada pada situs TED
Peran Kakak Laki-Laki
Ada dua sosok-sosok laki-laki yang mendukung dan sekaligus dikagumi Kartini. Salah satunya sudah pasti ayah tercinta, dan yang satunya lagi kakak laki-lakinya Raden Mas Panji Sosrokartono yang akrab dipanggil Kartono. Kartono sosok cerdas, lulusan cum laude Universitas Leiden Belanda yang juga poligot (menguasai banyak bahasa asing), yang memulai karirnya sebagai wartawan perang Perang Dunia I, kemudian menjadi Kepala Penerjemah Liga Bangsa-Bangsa (cikal bakal PBB) yang saat itu berkedudukan di Jenewa Swis ini sebelum kembali ke tanah air untuk berjuang ini, sangat menyayangi adiknya yang mulai gemar membaca buku. Sang kakak pun menjadi pelindung dan teman dalam pingitan yang sunyi. (sumber : Buku Gelap Terang Hidup Kartini, Seri buku Tempo: Perempuan-Perempuan Perkasa, hal. 61). Kartono membawakan bacaan untuk Kartini yang membuka cakrawala pemikiran adiknya itu untuk mendukung bakat menulis Kartini. Dari bacaan yang dibawakan oleh sang kakak, Kartini melahap pengetahuan, informasi dan isu-isu terhangat mulai dari emansipasi sampai Revolusi Prancis.
Perjuangan Kartini Masa Kini
Perjuangan Kartini pada masanya secara umum dapat disimpulkan sebagai perjuangan melawan streotip yang dibebankan pada perempuan saat itu atas nama feodalisme sekaligus kolonialisme. Maka Kartini bangkit dan berjuang untuk mematahkan streotip tersebut dengan keberaniannya untuk tampil sekaligus dengan gerakan pembaharuannya. Jaman terus berubah, tantangan yang dihadapi Kartini berbeda dengan tantangan yang dihadapi perempuan/wanita masa kini. Namun benang merahnya masih sama, melawan streotip yang dibebankan pada perempuan/wanita. Ambil contoh saat ini, masih ada pandangan [tidak semua] yang memandang perempuan/wanita indentik dengan lemah, penakut, tidak berani untuk bertindak dll. Begini saya beri contoh, jika Anda pernah mendengar/melihat ada demo yang memprotes dan mengirim pesan pada suatu institusi/pejabat/perorangan (laki-laki) bagi yang didemo dengan ‘dihadiahi’ atau ditunjukan [maaf] pakaian dalam wanita sebagai simbol. Tentu Anda bisa menangkap maksud si pendemo sekaligus ini bukti pelecehan yang dikomunikasikan tidak secara verbal melainkan jelas secara visual. Untuk melihat konteks fenomena universal ini sekaligus pemberdayaan bagi perempuan/wanita, mari simak tiga video di bawah ini:
Video Always #LikeAGirl yang berkaitan dengan mind-set.
Video Always #LikeAGirl – tentang bagaimana tantangan sekitar yang membatasi perempuan dan bagaimana seharusnya mereka bersikap.
Video bagaimana sejak kecil partner perempuan (laki-laki) tahu bagaimana memperlakukan perempuan dengan respek.
Dan tentu saja Perjuangan Kartini Masa Kini tidak hanya sebagaimana yang kita lihat dan kita bahas sebelumnya tadi. Dibutuhkan kepedulian, kepekaan untuk merasakan permasalahan dan tantangan baru lainnya di masyarakat, serta keberanian untuk mengemukakan pendapat (asertif) dan bertindak (pro aktif). Pada suatu kesempatan (sharing session) bulan April ini dengan pembicara wanita yang juga pelopor bisnis IT di Indonesia Shinta Dhanuwardoyo yang akrab dikenal Shinta Bubu (CEO & Founder Bubu), saya menanyakan apakah masih ada isu tentang gender equality yang dihadapinya sampai saat ini. Mengapa saya menanyakan hal itu, karena pada beberapa tahun silam sekitar tahun 90an di awal kebangkitan Teknologi Infomrasi (IT) dimana pelaku industri IT saat itu laki-laki sehingga bila ada CEO IT wanita mereka tidak percaya/kaget, sedikit meragukannya hal ini juga seperti yang dialami CEO Wanita Ping Fu saat itu (CEO Geomagic) yang diceritakan pada bukunya ‘Bend, Not Break: A Life in Two Worlds‘. Hal yang sama pernah dialami Shinta Bubu, namun pada awal-awal saja, selanjutnya perkembangannya yang cukup menggembirakan. Mengingat di beberapa negara lain kepemimpinan wanita (kesempatannya) di bisnis belum menunjukkan prospek yang cerah. Kita berbangga dengan capaian tersebut, namun terus berjuang, peduli dan peka pada ‘ketimpangan’, permasalahan baru yang terjadi. Omong-omong, saya baru mendapat data persentase enteprener wanita Indonesia dan ini bisa menjadi tantangan kita bersama, sebagaiamana yang dirilis
World Economic Forum seperti pada data grafis berikut ini:
Tantangan tidak lepas dari hidup, namun ada jalan. Bank Dunia pun melalui Presiden Bank Dunia bulan April ini baru saja meluncurkan dana bantuan pendidikan bagi perempuan. Ini merupakan salah satu cara untuk memberdayakan perempuan.
I am pleased to announce that we will invest $2.5B in education for girls. | #LetGirlsLearn https://t.co/3FY8qlV4wI pic.twitter.com/y9D9yns3DK
— Jim Yong Kim (@JimKim_WBG) April 13, 2016
Penutup
Emansipasiwanita tidak saja domain wanita, namun butuh peran serta pria entah itu sebagai mitra kerja, teman sekolah/kuliah, ayah/calon ayah atau suami/calon suami, yang berhubungan dengan perempuan/wanita. Kalau dulu jaman Kartini berjuang menghadapi tantangan pada masanya masing-masing, berjuaag melawan streotip pada masanya, Anda para wanita … juga menjadi Kartini Kartini Jaman Digital yang mempunyai peran yang tidak kalah strategisnya. Dulu Kartini maju didukung oleh Kartono sang kakak tercinta, maka pemuda kaum pria saat ini juga bisa menjadi Kartono Kartono Jaman Digital yang berbagi peran dalam kolaborasi bersama Kartini Kartini Jaman Digital.
Selamat Hari Kartini. Happy Kartini’s 137th Birthday
-End-
*Catatan Pinggir:
Kartini tidak saja dengan kemampuan pemikiran yang progresif, kritis dan lugas dalam menyingkapi ketidakadilan/persamaan hak dalam konteks emansipasi, lewat tulisannya yang dikumpulkan dari surat korespondesi dengan Rosa Abendanon dan Stella seperti yang bisa di baca pada buku Door Duisternis Tot Licht, yang dalan bahasa Indonesia terbitan edisi Armyn Pane (Penerbit Balai Pustaka) dan penerbit lainnya, Penerbit Narasi, terlihat bakat yang besar dalam literasi dari seorang Kartini, kalimatnya tidak saja indah, lugas serta sarat makna. Tidak heran Kartini juga ingin menjadi penulis yang diperhitungkan dalam dunia sastra sebagaimana yang diceritakan Kartini dalam surat pada Stella 11 Oktober 1901 (sumber : Buku Gelap Terang Hidup Kartini, Seri buku Tempo: Perempuan-Perempuan Perkasa, hal. 48). Selain itu, Kartini sebagaimana yang sudah dibahas sebelumnya diawal tulisan ini, kehidupan, talenta, kiprah dan kontribusi Kartini secara ringkas juga dapat dilihat lewat video (Trailler Documentary of KARTINI “Inspiring Woman” by Stefanus Andhika ) berikut:
*image credit: Google doodles kartini day 2016
Tentang Penulis : JM Zacharias ( @jmzacharias ) saat ini berprofesi sebagai business strategist, berkarir profesional dalam bidang produk, sales dan marketing lebih dari satu dekade. Pengalaman karir profesionalannya di berbagai industri meliputi retail, consumer electronic, teknnologi informasi dan telekomunikasi baik Business to Customer (B2C) maupun Business to Business (B2B). Dengan beragam pengalaman di perusahaan multinasional, nasional serta startup pada bidang teknologi, sales marketing dan manajemen serta iklim kerja lintas budaya antar bangsa dalam portofolio karirnya di kawasan Asia Pasifik dan Asia Tenggara turut memperkaya wawasan dan melebarkan preperspektif untuk terus belajar dan berbagi. Mengkomunikasikan ide dan strategi bisnis dilakukannya dalam bentuk artikel, pelatihan dan kegiatan konsultasi. Informasi detail dapat di lihat pada JMZacharias.Com Strategi Bisnis & Teknologi . Anda dapat mengubungi melalui tautan kami.
Perkembangan digital yang berdampak bagi hampir semua aspek kehidupan masyarakat, tidak terkecuali finansial (ekonomi digital) yang semakin berprospek, menarik banyak pihak untuk ikut masuk dalam market digital ini. Keunggulan aspek digital yang tawarkan efesiensi yang tinggi, memotong value chain proses tradisional seperti pada aplikasi pemprosesan dalam bisnis, dagang, pengadaan sampai pada proses distribusinya dll. Hal ini menarik minat pelaku bisnis untuk masuk ke bisnis digital ini.
Melihat perkembangan teknologi digital terutama yang berbasis internet (online) ini, tidak terlepas dari sejarah Kebangkitan ke 2 ‘2nd Wave‘ (penerus generasi 1st wave duo Steve Jobs & Steve Wozniak (perangkat komputer Apple) , Bill Gates & Paul Allen (aplikasi perangkat lunak Microsoft), juga Andy Grove, Robert Noyce dan Gordon Moore (komponen prosesor Intel) generasi revolusioner personal computer). Generasi 2nd Wave ini pada tahun 1990-an yang didominasi kalangan Silicon Valey dirintis sejak tahun 50an, saat itu (tahun 1990an) Jerry Yang & David Filo (Yahoo, Search Egine), Evan Williams (pencipta Blog, Blogger.com sebelum diakusisi Google menjadi Blogspot dan juga cofounder microblog Twitter), Sergey Brin & Larry Page (Google, Search Engine), Jeff Bezos (Amazon, ecommerce) dll. Kemudian dilanjutkan dengan berbagai penyempurnaan dalam layanan yang sejenis maupun inovasi layanan serta model bisnis baru seperti munculnya jasa pembayaran online Pay Pal yang didirikan oleh 9 pendekar yg dikenal dgn ‘Paypal Mafia‘ yang setelah dibeli eBay alumninya menyebar dengan inovasi baru mereka lainnya seperti Ellon Musk (Tesla, SpaceX & Solar Cell?, Reid Hofman (LinkedIN, Venture Capital/VC), Jawed Karim (Youtube sebelum diakusisi Google) Pieter Thiel (VC/investor yg jg sbg pemodal FaceBook); inovasi layanan lain seperti Facebook (media sosial, Mark Zuckerberg), Jan Koum (WhatsApp, ), serta inovasi lainnya (crowdsourching berupa layanan sharing penginapan (AirBnB) & transportasi (Uber) yang sedang marak di sharing economy ini), SalesForce (layanan cloud) dan masih banyak lagi.
4 questionable assumptions to embrace the digital environment & find ways to make it for transformation opportunity. https://t.co/l9YxysYYV7
— JM Zacharias BizStra (@jmzacharias) January 11, 2016
Ide brilian yang dituangkan dalam eksekusi konsisten dari bisnis start-up di atas pun mulai memberikan kontribusi dan prospek di Amerika Serikat yang menjadi tempat inkubasi layanan online sekaligus barometer industri digital dunia. Industri digital sudah tidak bisa lepas keterkaitannya dengan platform internet, baik untuk fungsi komunikasi, pengukuran, pemprosesan, transportasi konten tanpa ada penghalang baik dari sisi waktu, jarak dan aspek lain yang jadi penghambat dari implementasi dari cara konvesional. Gaungnya pun berdampak memberi ‘ripple effect’ geliat munculnya industri digital mulai pertengahan 90 an cikal bakal ecommerce AliBaba yang dibidani Jack Ma di Tiongkok, juga media online tanah air Detik.com yang masih bertahan sampai saat ini, disamping banyak entitas yang hadir setelah itu seperti Start-Up Trabas dengan produknya Linux Merdeka dan masih banyak lainnya termasuk yang kemudian berguguran seperti portal Astaga.Com, layanan belanja LippoShop dll. Namun ditengah euforia perkembangan industri awal 90-an, kita perlu melihat sejarah perkembangan indsutri digital bahwa pada tahun 1987/1988 sudah hadir perusahaan software nasional yang sampai saat ini masih eksis seperti Andal Software yang dirintis oleh Indra Sosrodjojo dan Sigma Caraka (yang kini lebih dikenal sebagai Telkom Sigma, setelah diakusisi PT Telkom).
Kalau pada akhir 90-an masa tumbuh kembangnya digital dan layanan online pertama kali di tanah air, sebelum masuk dalam pusaran tantangan bisnis untuk tetap bertahan. Di sisi lain awal 2000-an merupakan tonggkan lahirnya gelombang kebangkitan digital (kebangkitan ke 2 setelah era akhir 90-an) di tanah air yang digerakkan munculnya star-up yang didukung SDM dan infrastruktur yang lebih siap dibandingkan era mulai tren internet pada tahun 90-an. Dalam kurun 5 tahun sejak berdiri start-up yang bertransformasi menjadi besar serta mulai dilirik pemodal/VC dari manca negara seperti Koprol, TokoPedia, BukaLapak. Indonesia menjadi spot radar dari investor asing dan pemlain manca negara apalagi saat krisis dunia pasca 2008 yang memberi dampak langsung di negara-negara Amerika dan Eropa. Dengan kondisi ekonomi yang masih stabil (lebih baik dari negara-negara lain) dalam menghadapi dampak pasca krisis ekonomi 2008/2009 dan juga performa industri digital di tanah air dengan market penetrasi yang menjanjikan menjadi pendorong masuknya pemain dan juga pemodal industri digital.
Masuk pemain asing dan pemodal manca negara, di satu sisi memberi sinyal bahwa iklim berusaha di Indonesia prospektif, namun di sisi lain sekaligus sebagai tanda peringatan bagi entitas pelaku industri digital beserta seluruh pemangku kepentingan (stake holder) terhadap dampak yang bisa ditimbulkan.
Tumbuh kembangnya start-up selain menggembirakan dari sisi ekonomi sebagai opsi penggerak ekonomi baru lewat sektor kewirausahaan (enterpreneurship) namun juga harus dilihat dari aspek perkembangan inovasi. Iya, bisnis dan industri digital tidak lepas dari inovasi. Inovasi bisa dalam bentuk layanan baru yang ditawarkan, business model baru, adopsi teknologi baru untuk layanan konvensional dsb. Setidaknya menurut saya, inovasi dalam dunia bisnis, inovasi harus dapat menjawab need dan want dari konsumen. Yakni mengatasi persoalan/kebutuhan yang dihadapi konsumen (consumer need) dan menawarkan suatu hal pencapaian baru dari suatu keinginan konsumen (consumer want) Bahkan salah satu pendiri Pay Pal yg juga seorang investor Pieter Theil dalam sebuah wawancara tv pernah mengatakan bahwa inovator yang tumbuh saat ini harus membuat hal yang sama sekali baru (yang belum ada). Pieter Theil mencontohkan inovasi itu berarti jangan buat yang sudah ada jangan meniru apa yang dilakukan Mark Zuckerberg (social media), Larry & Sergey (search engine), Steve Jobs (komputer & notebook) dll. Pieter Thiel sendiri sedang mendanai suatu inovasi yang tidak kalah ‘gila’ inovasi supaya manusia bisa hidup lebih lama (modifikasi DNA) agar bisa lebih dari seratus tahun. Sepertinya tidak masuk akal alias mungkin dibilang gila. Namun seperti kata Henry Ford saat itu kalau konsumen ditanya apa yang diinginkan, mereke akan menjawab kuda yang semakin cepat, bukan kendaraan mobil seperti yang ada pada benak Ford.
Video Pemaparan Innovasi dengan Start-Up Spirit oleh Stefan Gross-Selbeck (MD of BCG Digital Ventures) pada even TED@BCG di Berling Berlin
Jadi saat ini dimana pandangan tentang start-up mulai positif, termasuk proporsi mahasiswa dan lulusan baru yang semakin besar untuk membangaun mimpi dengan start-up; dab juga golongan profesional middle-age (umur 30-40 tahunan) yang mulai punya alternatif untuk mengejar the next dream-nya melalui tahapan baru salah satunya keluar dari zona nyaman dan menjadi entrepreneur dan membangun start-up.
Kembali pada industri digital dan start-up, inovasi adalah mutlak untuk bertahan dan memenangkan kompetisi (memenangkan hati konsumen). Bahkan Steve Jobs, sebagaimana yang diceritakan kembali oleh penulis Adam Lashinsky dalam Buku Inside Apple: How America’s Most Admired–and Secretive–Company Really Works selama memimpin Apple selalu menekankan bahwa perusahaan tersebut tetaplah seperti start-up, begitu juga sikap sama yang diambil oleh Jack Ma. Dalam hal ini, yang kita perlu lihat bukan skalabilitas perkembangan perusahaan yang besar, namun spirit perusahaan start-up (entrepreneurship spirit) yang mendasari proses-proses yang dikerjakan.
Menurut saya apa yang membedakan seorang entrepreneur dengan yang bukan entrepreneur meskipun masing-masing pada bisnis yang sama. Seorang entrepreneur memulai segala sesuatu dengan mimpi besar (punya visi), dan visi jadi bahan bakar sekaligus fokus sekaligus untuk setia (komitmen+persistent) untuk wujudkan mimpi dengan langkah nyata meski hasilnya belum terlihat, termasuk hadapi pahitnya bisnis (jatuh bangun berkali-kali), long-term result yang jadi horison pandangannya. Sedangkan yang bukan entreprenuer (tidak punya entrepreneur spirit) lebih melihat prospek jangka pendek s/d menengah dulu baru melangkah, no matter bidang/jenis bisnisnya seperti apa, sejauh untung bisa didapat. Pendekatannya pun pragmatis. Tidak heran pemain seperti ini, tidak punya produk kompetitif dan juga DNA/karakter yang kuat, belum lagi jika bicara pada idealisme. Jadi meski kapital sang entreprenuer tidak sebesar pemain besar, namun jika digarap dengan inovasi plus sentuhan autentik yang membuat nya tidak saja bertahan dan kompetitif namun juga sulit ditiru.
Hal ini menjadi sensor bagi kita sebagai manusia Indonesia mengingat negara kita sudah menjadi pasar besar dan dimasuki banyak pemain industri digital. Jangan hanya melihat yang hingar bingar saja, sesuatu yang bisa digenjot dengan modal kapital yang besar. Kita harus konsern juga dari perkembangan industri digital di tanah air, dari sisi peletakan fondasi pengembangan inovasi dalam yang kontinu (sustainable) ke arah jangka panjang, termasuk menyediakan sumber daya inovasi yang berasal dari tunas-tunas muda Indonesia dan kontribusinya tidak melulu pada uang, namun juga memikirkan kontribusi untuk meningkatkan daya ungkit (leverage) insan manusia Indonesia lain yang berlu didukung seperti sektor informal (ekonomi kecil), rekan-rekan difabel, kaum purna tugas/pensiunan (lansia), atau yang mengalami hambatan/keterbatasan akses karena penyakit tertentu serta wilayah-wilayah Indonesia (pelosok) yang masih belum terjangkau dan menikmati pembangunan secara merata.
Kedepan, saat industri digital tumbuh pesat, saya optimis akan lahir banyak entreprenuer baru. Dan tidak itu saja, selain sukses dalam berbisnis, mereka juga punya hati dan cinta untuk negeri ini lewat misi sosial, pemberdayaan lewat bisnis yang mereka lakukan. Mereke tidak saja layak disebut entreprenuer yang cemerlang, secemerlang otak yang melahirkan inovasi namun juga entrepreneur yang keseimbangan jiwa, mereka yang punya hati yang mulia.
*image credit: NutdanaiApikhomboonwaroot-FreeDigitalPhotos.Net
Tentang Penulis : JM Zacharias ( @jmzacharias ) saat ini berprofesi sebagai business strategist, berkarir profesional dalam bidang produk, sales dan marketing lebih dari satu dekade. Pengalaman karir profesionalannya di berbagai industri meliputi retail, consumer electronic, teknnologi informasi dan telekomunikasi baik Business to Customer (B2C) maupun Business to Business (B2B). Dengan beragam pengalaman di perusahaan multinasional, nasional serta startup pada bidang teknologi, sales marketing dan manajemen serta iklim kerja lintas budaya antar bangsa dalam portofolio karirnya di kawasan Asia Pasifik dan Asia Tenggara turut memperkaya wawasan dan melebarkan preperspektif untuk terus belajar dan berbagi. Mengkomunikasikan ide dan strategi bisnis dilakukannya dalam bentuk artikel, pelatihan dan kegiatan konsultasi. Informasi detail dapat di lihat pada JMZacharias.Com Strategi Bisnis & Teknologi . Anda dapat mengubungi melalui tautan kami.
Tidak terasa 3 hari berlalu di tahun 2016, untuk hari Senin ini memulai ritme kesibukan awal minggua pertama tahun baru 2016, setelah berlibur sejenak menyambut tahun baru. Namun kali ini tidak seperti awal tahun baru biasanya, tidak saja dengan tantangan baru, menunggu kejutan-kejutan apa di sepanjang tahun ke depan, awal tahun baru 2016 juga menjadi tonggak pemberlakuan secara resmi Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA).
Perbincangan tentang MEA pun telah mengemuka selama 2 tahun terakhir dan intensif di tahun 2015. Berbagai kesiapan dari pemerintah (pemerintah pusat dan pemerintah daerah bersama dengan berbagai elemen terkait baik swasta, institusi pendidikan, asosiasi terkait dll. Baik dalam mempersiapkan infrastruktur, kebijkan dalam skema-skema berikut sektor mana yang siap saat MEA diberlakukan saat ini (5 sektor jasa dan 7 sektor profesi di bidang produksi) dengan disusul rencana berikutnya di masa mendatang. Dalam berbagai kesempatan saat ditanya tentang kesiapan kita (Indonesia) terhadap MEA, saya selalu menjawab harus siap. Hal ini berkaitan dengan komitmen MEA yang telah disusun, dipersiapkan dan diputuskan menjadi komitmen bersama, yang telah melewati proses-proses dalam kurun waktu beberapa tahun sebelumnya, termasuk telah mendapat ‘insentif’ waktu penundaan pemberlakuan yang sejatinya direncanakan 1 Januari 2015, kemudian dimundurkan satu tahun berikutnya. Jadi memang semestinya kita harus siap, mau tidak mau, harus siap. Harus siap berarti ‘kerja, kerja, kerja!’ senada dengan yang diserukan Presiden Joko Widodo.
Pada artikel ini saya akan membahas benang merah yang sampai saat implementasi MEA di tahun pertama ini masih dan sangat relevan seperti Pesimisme-Skeptism yang berhubungan dengan kekuatan dan kesiapan yang berhubungan dengan pemberlakuan MEA. Dalam hal ini saya hanya membahas tentang hubungannya dengan manusia Indonesia.
Pesimisme-Skeptisme
Dalam berbagai kesempatan tidak resmi sebelumnya, saya pernah menanyakan pada petugas level pelaksana di lapangan, tenaga kerja terampil seperti pekerja informal mandor, tukang bangunan, dll. Mereka tidak mengetahui program ASEAN seperti MEA termasuk terkait dengan sertifikasi yang menjadi sesuatu strategis dalam konteks pasar terbuka yang kompetitif ini. Apakah ini berkaitan dengan kesenjangan informasi dimana MEA menjadi konsumsi pembicaraan masih didominasi bagi pribadi dengan latar belakang pendidikan, pekerjaan dan pemangku bidang usaha yang akan berhubungan langsung atau pada tingkatan piramida menengah ke atas saja?
Meski kampanye pemerintah sudah digalakkan dengan program yang didukung oleh swasta, institusi terkait, asosiasi dll, agar program tersebut sampai ke masyarakat, seperti pelatihan dan penyetaraan mutu (sertifikasi) namun mengingat populasi negara kita yang cukup besar. Hal yang menjadi perhatian seperti berapa besar prosentasi target yang telah terjangkau dengan program terkait.
Ketidaktahuan (kurangnya informasi) tentang MEA serta sebarapa jauh peran terkait dari pemangku kepentingan di dalam negeri (pemerintah), menimbulkan ketakutan (pesimistis) dan atau sikap skeptis terhadap segala sesuatu terhadap MEA ini. Hal ini merupakan faktor strategis yang berkaitan dengan kesiapan yakni faktor manusianya, selain program, kebijakan, infrastruktur pendukung lainnya.
Mengenai kurangnya informasi yang menimbulkan pesimistis terhadap beberapa skenario yang berdampak merugikan atau skeptisme terhadap MEA apakah akan memberi dampak positif. Mari kita melihat dari konsekuensi dari pelaksanaan komitme bersama ini dalam bagian skenario di bawah ini.
Skenario
Berlakunya Masyarakat Ekonomi ASEAN ini memberi konsekuensi sekaligus kesempatan, seperti
– Arus Masuk (Inbound flow), masuknya pemain dari negara lain ke dalam negeri
– Arus Keluar (Outbound flow), kesempatan ekspansi ke negara-negara ASEAN lainnya
Ketakutan (pesimisme) yang muncul, terkait dengan pasar terbuka masuknya barang dan jasa tenaga terampil dari luar negeri. Di sisi lain, sikap skeptis yang muncul karena dimensi pemikiran sempit pada persaingan bebas beserta keuntungannya yang lazim bagi kegiatan bisnis, pasca membuka diri market dalam negeri. Dalam hal ini dimaknai Indonesia sebagai negara dengan market yang besar dibanding negara lain berikut dengan untung ruginya dari komparasi marketnya. Pemikiran yang cukup kritis ini harus diperlebar horison pandangannya agar berimbang dan produktif jika tidak, akan menjadi ‘jebakan yang mematikan.’
Untuk melihat sisi yang lebih luas, itu dimulai dari tujuan dan semangat negara-negara anggota ASEAN merumuskan program MEA ini, yakni untuk meningkatkan peran regional ASEAN dalam bidang ekonomi, dalam ini akan berkontribusi bagi market regional ASEAN yang lebih punya prospek dibandingkan dengan negara dan kawasan regional lainnya. Regulasi yang selaras MEA, infrastruktur yang saling mendukung, kesiapan market beserta SDM-nya yang pada akhirnya membantu dalam penyebaran produk dan tenaga pendukung yang dipasok MEA.
Berkaitan dengan ukuran market kita yang besar, dengan menggunakan sudut pandang pemikiran positif (optimis) skenario yang bisa diaplikasikan dan memberi kontribusi positif seperti deskripsi skenario berikut. Dengan market yang besar market domestik kita, memberi sisi positif pendukung seperti sisi efektitas adaptasi dan konsolidasi untuk market sebesar Indonesia. Kita sudah siap dalam kurun waktu yang cukup lama dengan aspek dari market kita mulai dari geografi, demografi dll, kita sudah punya pijakan yang kuat di market dalam negeri berikut dengan ikatan dengan target konsumen kita. Kita sudah menguasai market domestik dan distribusi dari market negara kepuluan ini. Meski demikian, kita tetap harus meningkatkan keunggulan kompetitif senantiasa berkaiatan dengan kompleksitas kompetisi nantinya, meski di pada market domestik sekalipun saat mulai ramai dibanjiri dari luar. Di sisi lain, tentunya kesempatan kita untuk masuk ke market domestik setiap negara anggota ASEAN lain dengan yang ukuran market yang tidak sebesar market domestik kita, memberi keuntungan efisiensi usaha persiapan berikut implementasinya dibanding negara lain yang masuk ke market yang besar sekali seperti market dalam negeri kita, meski kompleksitas di masing2x market terdiri dari banyak variabel dan mempunyai karakteristiknya masing-masing. Jika ada pandangan skeptis muncul, seperti apa untungnya kalau market masing-masing negera lain MEA kalah besar dari market dalam negeri kita. Kembali kita harus melihat peran strategis dari inisiatif MEA ini, kolaborasi dari negara anggota ASEAN. Kolaborasi dari komulatif market semua negara ASEAN dari sisi ini sangat terlihat nilai strategisnya. Kalau ingin melihat analoginya seperti negara-negara Eropa yang menjadi kekuatan baru dalam ‘Uni Eropa’ dimana inisiasinya dimulai dari Masyarakat Ekonomi Eropa selama beberapa tahun sebelumnya.
Di sisi lain saat kita masuk ke outbound flow, dalam hal ini masuk ke market negara ASEAN lain. Perlu melihat beberapa faktor berikut prioritasnya. Beberapa strategi bisa diterapkan untuk outbound flow seperti masuk prioritas terlebih dahulu ke negara yang penggunaan bahasa inggris sudah lazim dalam komunikasi sehari-hari seperti Singapura, Filipina dan Malaysia, Brunei. Atau setidaknya pada market dimana dimana bahasa melayu lazim digunakan seperti Malaysia, Singapura, Brunei, dapat dimulai dari industri hiburan seperti contoh Kesuksesan acara Academy Dangdut Asia di salah satu stasiun tv nasional dengan peserta dan juri, komentator dari negara serumpun melayu pada bulan November s/d Desember 2015. Selain itu dilakukan dengan memanfaatkan beberapa infrastruktur mulai jembatan, jalan yang membuka akses antar negara via jalur darat beserta serta alat transportasi di daratan alat transportasi di daratan yang menghubungkan beberapa negara ASEAN seperti Singapura, Malaysia, Thailand, Laos, Kamboja, Vietnam beserta kebijakan dan infrastruktur di sisi transportasi udara dan laut lintas negara ASEAN.
Untuk masuk ke market dari negara indocina seperti Thailand, Mynamar, Laos, Vietnam dan Kamboja, selain kendala bahasa lokal namun juga ragam tulisan. Justru dari sisi negara tersebut hal ini menjadi faktor yang menguntungkan, karena mudah menyesuaikan ke bahasa dengan ragam aksara/tulisan latin, dibandingkan negara lain yang tidak mengadopsi ragam aksara selain aksara latin tersebut. Bahkan ada institusi pendidikan di Thailand yang membuka kelas bahasa Indonesia, mengingat potensi dari market domestik kita. Di luar itu, dalam bisnis setiap masalah ada jalan keluar, termasuk kendala bahasa dan aksara lokal yakni dengan kolaborasi/kerjasama dengan mitra lokal. Hendaknya MEA tidak selalu dikmanai pada sisi competitiveness saja, namun semangat kolaborasi baru bersamaan karena dibuka pasar/market baru bersama yakni MEA.
Asertif
Strategi inbound dan outbound, tidak lepas dari Sumber Daya Manusia (SDM) kita. Meski SDM Indonesia sampai saat ini sudah cukup handal , namun kemampuan berkomunikasi internasional dalam bahasa inggris perlu terus ditingkatkan. Dalam hal ini, kita terkadang sudah berpuas diri bila sudah dapat berkomunikasi dalam bahasa inggris sepanjang rekan komunikasi (orang asing) dapat menangkap maksud pembicaraan kita. Perlu usaha untuk terus memperbaiki diri dari struktur kalimat (grammar), meningkatkan perbendaraan kata (vocabulary) agar penggunaan kata dalam kalimat sesuai dengan konteksnya serta ditambah jargon dan idiom umum yang kerap digunakan dalam digunakan dalam komunikasi sehari-hari maupun secara formal.
Selain itu, tingkat kepercayaan termasuk saat berkomunikasi perlu ditingkatkan. Dalam hal ini kemampuan untuk berani bersikap/mengemukakan pendapat (asertif). Dalam beberapa kelas yang saya ajar baik di lingkup domestik maupun di negera lain, masih ada saja orang kita (tidak semua memang, namun dominan) yang jika sesi di kelas lingkup domestik cukup kritis, namun saat mengikuti kelas sesi pelatihan di lingkup internasional lebih bersikap “low profile” lebih banyak diam dibanding rekan negara lain yang aktif bertanya atau mengemukakan pendapat/gagasan. Hal asertif ini penting, karena dalam kompetisi kita dituntut untuk berani tampil komunikasikan dan tunjukkan produk dan keunggulan kompetitif kita.
Di akhir dari artikel ini, tulisan yang berisi pemikiran, gagasan dan ‘ketakutan’ tersebut di atas, saya maksudkan agar memacu kita … manusia Indonesia untuk buktikan bahwa kita mampu. Ayo kita buktikan. Just Do It! Kerja, Kerja dan Kerja!
Tentang Penulis : JM Zacharias ( @jmzacharias ) saat ini berprofesi sebagai business strategist, berkarir profesional dalam bidang produk, sales dan marketing lebih dari satu dekade. Pengalaman karir profesionalannya di berbagai industri meliputi retail, consumer electronic, teknnologi informasi dan telekomunikasi baik Business to Customer (B2C) maupun Business to Business (B2B). Dengan beragam pengalaman di perusahaan multinasional, nasional serta startup pada bidang teknologi, sales marketing dan manajemen serta iklim kerja lintas budaya antar bangsa dalam portofolio karirnya di kawasan Asia Pasifik dan Asia Tenggara turut memperkaya wawasan dan melebarkan preperspektif untuk terus belajar dan berbagi. Mengkomunikasikan ide dan strategi bisnis dilakukannya dalam bentuk artikel, pelatihan dan kegiatan konsultasi. Informasi detail dapat di lihat pada JMZacharias.Com Strategi Bisnis & Teknologi . Anda dapat mengubungi melalui tautan kami.
Dalam hitungan beberapa jam lagi, kita akan memasuki tahun baru 2016. Jika beberapa tahun sebelumnya saya merilis artikel edisi akhir tahun dengan review beberapa perusahaan di Indonesia dengan produk dan pelayanan yang menonjol. Kali ini, saya mencoba menemani sesaat sebelum memasuki tahun baru dengan artikel dengan angle penulisan yang berbeda yakni tren bisnis online, tren teknologi yang akan booming di tahun mendatang beserta beberapa perhatian yg relevan terkait dengan kesiapan sumber daya (ketrampilan) berikut strategi implementasinya. Kalau pun tidak langsung booming di tahun 2016, sebagai pelaku bisnis mempersiapkan strategi dan langkah bisnis berikut produk jangka panjang pun merupakan bagian yang strategis yang bisa dilakukan pada tahun 2016.
Bidang Penyangga Bisnis Online
Dalam gambaran makro, frame bisnis online masih belum bergeser dari penyangga bisnis online yang meliputi layananan:
– Jasa Jual Beli Produk (eCommerce),
– Solusi Pembayaran &
– Pengiriman Uang (remittance),
– Sistem Distribusi & Warehousing,
– Pengelolaan Data Online
– Content Management.
Peran Teknologi
Peran teknologi memberi peluang dinamisasi bisnis seperti diversifikasi produk dan market serta peluang value creation diikuti model bisnis baru. Perkembangan teknologi yang cukup hangat dan berprospek mulai dari:
Cloud Computing
Peran perkembangan teknologi informasi yang pesat mendukung diverfikasi dari bisnis online, seperti kelanjutan teknologi cloud computing yang saat ini sudah mulai dimanfaatkan oleh UKM. Ke depan mulai 2016 adaptasi pemanfaat teknologi komputasi awan ini, akan semakin menjadi solusi pada tingkat end-user (konsumen perorangan). Dengan pergeseran mind-set pemanfaatan teknologi awan implementasi secara luas sampai pada konsumen perorangan, dapat memberi dampak bagi arah pengembangan produk yang menjadi efisien. Dalam benak saya, jika teknologi komputasi awan ini telah menjadi bagian hidup dari konsumen, pengembangan piranti kecil berupa gadget bentuknya bisa menjadi lebih compact (ringkas), mungkin hanya lebih mengandalkan fungsi input output (I/O), memori RAM/ROM tidak terlalu besar, koneksi internet dengan mengandalkan pemprosesan (kemampuan) yang cepat dan penyimpanan yang besar yang disediakan terpusat oleh teknologi komputasi awan. Tidak saja berimplikasi positif bagi penggunaan komponen yang lebih efisien, namun juga memberi opsi baru model bisnis dalam memanfaatkan applikasi/perangkat lunak dalam bentuk penyewaan (membership) tanpa harus memasukannya dalam struktur biaya modal (capex).
Big Data
Meski Big Data implementasinya telah dimulai pada tahun-tahun sebelumnya, namun dengan meningkatnya kompleksitas dan skalabilitas konsumen, kemampuan teknologi Big Data menunjukkan perkembangan yang menggembirakan dalam mengumpulkan , memilah dan memilih (grouping dan filtering) sampai kehandalannya dalam memproses dan menyajikannya dalam sistem yang komprehensif dalam mendukung kegiatan operasional dan pengambilan keputusan secara cepat. Persinggungan (interseksi) antara kemampuan dan permintaan (demand), membuat implementasi dari teknologi ini dapat diadopsi secara luas. Dengan permintaan yang besar, diharapkan struktur harga produk dari teknologi ini menjadi lebih ekonomis.
3D Printing
Khusus untuk cetak 3 dimensi ini, adopsi teknologi perangkat cetak 3 dimensi (portable 3D-printer) akan terserap lebih banyak tahun 2016. Jika mesin uap yang menjadi motor revolusi industri untuk menghasikan produk massal, saya mengilustrasikan peran Portable 3D Printer ini menjadi motor revolusi industri kustomisasi yang dapat dilaksanakan siapa saja dengan pemodalan tidak sebesar modal pabrik seperti pengadaan mesin. Dalam implementasinya bisa dalam bermacam tujauan, mulai dari menghasilkan produk dalam bentuk cetakan 3 D, desain kue (cake) dalam bentuk yang rumit sekalipun yang dihasikan tanpa batasan jumlah minimum dengan portable 3D printer. Hal ini lah yang membuka pintu berkembangnya bisnis kustomisasi cetak 3 dimensi ini dalam jumlah satu-an sekalipun. Sebuah lompatan besar, setelah satu abad kejayaan revolusi industri dengan keterbatasan kustomisasi serta jumlah produk pun harus diproduksi secara massal untuk mencapai efisiensi keekonomiaannya.
Konvergensi Teknologi
Teknologi lainnya yang terus dikembangkan untuk diterapkan pada produk massal, bisa berdiri sendiri dan konvergensi penerapannya dalam suatu produk unggulan seperti teknologi kendaraan otomatis (contoh self-driving car/kendaraan tanpa awak sebagai alat transport di pabrik/gudang atau di daerah ekstrim/area perang ladang ranjau), Internet-of-Thing (contoh sistem sensor, pengukuran dan komunikasi internet pada mobil pintar), big data (mengumpulkan dan memproses data secara komprehensi dan terpusat pada mobil pintar),biometric (contoh fitur biometric retina/sidik jari/face recognition sebagai autentifikasi untuk fungsi security pada mobil) serta konversi energi (seperti mobil listrik).
Perkembangan Infrastruktur Teknologi Infromasi
Perkembangan teknologi IP yang merupakan platform terbuka dengan kecepatan pita lebar (broadband) membuka implementasi tren teknologi yang ada. Saya ambil contoh sederhana, sebelum implementasi teknologi pita lebar sampai di konsumen, perkembangan bisnis Youtube belum menunjukkan prospek bisnis. Saat ini, tujuan strategi bisnis yang diterpakan adalah menjaga dan meningkatkan customer base-nya. Begitu secara infrastruktur siap dimulai dari perkembangan teknologi nirkabel 3G, HSDPA sampai teknologi 4G, booming video streaming berikut peluang model bisnis yang bisa dikembangkan mengingat demand konsumen terhadap layanan yang tinggi.
Arah Perkembangan Teknologi (Pengembangan Ketrampilan & Strategi Bisnis)
Dengan memahami kemana arah tren teknologi yang pemanfaatannya dapat digunakan untuk meningkatkan daya saing bisnis serta membantu dalam perumusan strategi jangka panjang, termasuk penyiapan kemampuan sumber dayanya.
Beberapa ketrampilan yang mempunyai prospek cerah di tahun 2016 seiring dengan perkembangan teknologi dan bisnis online:
Melihat prospek bisnis berikut teknologi yang digunakan, perkembangannya akan membutuhkan sumber daya yang tidak sedikit. Jika secara cermat dapat memetakan kebutuhan dan ketersediaan SDM berikut keberlanjutannya, tidak saja penting bagi pimpinan/pemilik bisnis, namun juga bagi profesional untuk meningkatkan kompetensinya dalam meningkatkan keunggulan kompetitif. Terlebih di dalam persaingan yang menjadi lebih terbuka, mulai esok hari 1 Januarti 2016 terbukanya pasar ASEAN Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA).
Selamat Tahun Baru Januari 2016
*image credit: jackthumm,freedigitalphotos.net
Tentang Penulis : JM Zacharias ( @jmzacharias ) saat ini berprofesi sebagai business strategist, berkarir profesional dalam bidang produk, sales dan marketing lebih dari satu dekade. Pengalaman karir profesionalannya di berbagai industri meliputi retail, consumer electronic, teknnologi informasi dan telekomunikasi baik Business to Customer (B2C) maupun Business to Business (B2B). Dengan beragam pengalaman di perusahaan multinasional, nasional serta startup pada bidang teknologi, sales marketing dan manajemen serta iklim kerja lintas budaya antar bangsa dalam portofolio karirnya di kawasan Asia Pasifik dan Asia Tenggara turut memperkaya wawasan dan melebarkan preperspektif untuk terus belajar dan berbagi. Mengkomunikasikan ide dan strategi bisnis dilakukannya dalam bentuk artikel, pelatihan dan kegiatan konsultasi. Informasi detail dapat di lihat pada JMZacharias.Com Strategi Bisnis & Teknologi . Anda dapat mengubungi melalui tautan kami.
Can you believe 2015 is almost over ? Yes, it’s almost over in 37 days [counted from Nov 24th]. Be ready for new year …. happy new year with its stuffs again!! Yeah … in 2016. It’s annually celebration through many common ways: sending and receiving greeting card, social media/messaging apps, exchange gifts, visiting colleague/beloved family and others public and community activities [new year eve in hotel, town hall, TV program, traveling, and anything else]. In all those activities, we set the new year resolutions, send best wishes to beloved family and friends for prosperous life in upcoming year.
You and I might be already planned to list some wishes & resolutions, for sure always with hope the upcoming year should be much better. One thing came up in my mind, do we apply the proven successful indicator and control management that manages how the process on track or need to do pivoting before getting the resolution completed. Otherwise those resolutions at the end will be acted as “empty promising resolution ” … words without meaning.
I list that concern with big question mark. The resolution should be adjusted into action plans. The question is how measure the process. It helps us to know exactly how close the progress, outcome to the resolution. Whether need some pivoting or not before the end of 2016.
Once put resolution into action plans, the step needs to be taken such mapping the requirement, resource management, scheduling, progress tracking and etc. In implementation of the planning, sometimes doesn’t goes as planned and on the other hand new momentum raise up that need the room of flexibility to do pivoting. And also breaking down into small target in several project goal per milestone (time frame) and parameters that consist of under control and out control variable (third party involvement for cooperation) could help much to ease the implementation of action plan in order to meet the resolution goal. At the end those parameters would help and guide in process, measurement and evaluation of the resolution completion. Also target per milestone help to manage the effort more reasonable to achieve resolution goal and evaluated at the end of 2016.
Sounds quite complicated. Believe me, it works! But need strong willing, consistency and perseverance. Try it step-by-step even though in small step and target per milestone gradually but sure. It will pay off.
Let’s start the year 2016 with such breakthrough way, new and empowered mindset and attitude also with very challenging things to achieve. Cause we live to have purpose that valued life by moving forward, growing up, accomplish challenge of the resolution successfully and SMART-ly [Specific, Measurable, Achievable, Relevant, Time Bound].
What do you think?
* This article initially appeared on JMZacharias.Com Business Strategy Hub with some adjustments.
Image: Clock On Brick Wall
About the author: JM Zacharias (@jmzacharias) currently works as a business strategist, professional career in the fields of product, sales and marketing more than a decade. His professional career experience in various industries including retail, consumer electronics, information and telecommunications technology both Business to Customer (B2C) and Business to Business (B2B). Having diverse experience in national, multinational companies, and startup; in the areas of technology, marketing and sales management, cross-culture climate among nations in his career portfolio in the Asia Pacific region and Southeast Asia helped him enrich and widen preperspective to continue to learn and share. Communicating ideas and business strategy are some of his activities beside writing article,delivering training and consultancy activities. Detailed information can be viewed on JMZacharias.Com Business Strategy & Technology www.jmzacharias.com. You can also contact him through this link
Talking about speed and momentum, I remember my first experience while still engaged in the development of mobile products of one prominent of cellphone maker Siemens Mobile. Around July 2003, in Indonesia we’ve been doing some testing of SX1 smartphone (pilot samples). SX 1 was the successor of Siemens Mobile first touchscreen by stylus pen SL45 45 (one of Siemens 45 series among the whole Siemens Mobile products at that time ).
The target release of SX1 in Indonesia was around the beginning of 2004, but there was rescheduled. At the same time, February 2004 competitor Nokia has just released the Nokia 6600 smartphone in Indonesia market that playing in the same class with SX1 and marked its presence as the first smartphone gets outstanding response.
Quite could be predictable, its ripple effect to smartphone market momentum at the time. Of course, N6600 smartphone reap large portion of the smartphone market cake that time, while other vendors have not been formally launched mobile phones in its class.
Then couples month later SX1 smartphone was launched a few months later, with retail price of IDR 4.3 million per unit (around USD 480). Inevitably face the N6600 smartphone had a strong foothold in the market and the customer side (top of mind) at retail price that several times down to 3.6 million per unit (around USD 400). Disparities retail price considerably became a dominant factor in the domestic market that time besides another value proposition such quality of products and other factors.
Learning from that experience mentioned above, the speed factor is indeed a significant factor, but this article just focuses on the momentum factor as an important factor in business. Preparing, processing good products in production line with less time consuming would contributing cost significantly, but it was not enough! The main question : Does the product was launched at the right time? This is where momentum plays an important role.
The speed factor should synergize with momentum. More precisely how to set the pace at the right moment. It’s about how to get right timing. It is not easy nor difficult to determine the right moment through the experience. The sensitivity to the momentum it can be honed.
Momentum is itself plays role as important variable that determine:
– Does the process need to be speeded up?
– Or slowed?
– Or already on track (on time)?
Speed is important, as well as timeliness (momentum) as a strategic factor that must be owned and honed capability from time to time.
*This article originally appeared on jmzacharias.com/momentum-produk in bahasa Indonesia.
*image credit: Zuzzuillo-freedigitalphotos.net
——
About the author: JM Zacharias (@jmzacharias) currently works as a business strategist, professional career in the fields of product, sales and marketing more than a decade. His professional career experience in various industries including retail, consumer electronics, information and telecommunications technology both Business to Customer (B2C) and Business to Business (B2B). Having diverse experience in national, multinational companies, and startup; in the areas of technology, marketing and sales management, cross-culture climate among nations in his career portfolio in the Asia Pacific region and Southeast Asia helped him enrich and widen preperspective to continue to learn and share. Communicating ideas and business strategy are some of his activities beside writing article,delivering training and consultancy activities. Detailed information can be viewed on JMZacharias.Com Business Strategy & Technology www.jmzacharias.com. You can also contact him through this link
Perkembangan perusahaan nasional beberapa tahun terakhir menunjukan tren positif tidak saja secara fundamental kiprahnya di pasar domestik namun juga kemampuan berekspansi di pasar internasional serta kemampuan bertahan dari dampak pelemahan ekonomi pasca krisis di Eropa dan AS sejak 2008. Jika membandingkannya dengan dampak krisis ekonomi 1998, perusahaan nasional berkembang mulai dari sisi peningkatan aset, market capitalization (nilai kapitalisasi), customer base, market size termasuk ekspansi ke pasar internasional dari sisi branding, bisnis dan aksi korporasi dalam bentuk kolaborasi (aliansi, merger dan akusisi) dengan perusahaan di negara lain.
Menarik untuk mencermati serta belajar merunut kembali perkembangannya terutama pada situasi yang sulit baik bagi seluruh stakeholder seperti dampak dari krisis ekonomi 1998 serta beberapa tantangan lain yang tidak kalah sengitnya dihadapi oleh seorang pemimpin dalam hal ini CEO dari sebuah organisasi besar seperti perusahaan. Ada beberapa sosok CEO yang bisa dijadikan rujukan untuk mengeksplorasi lebih jauh, salah satu diantarnya Arwin Rasyid dengan portfolio kepemimpinanannya di beberpa bank nasional dan multinasional (Bank Niaga, BPPN, Bank Danamon, Bank BNI, PT Telkom dan Bank CIMB Niaga), lembaga penyehatan bank bentukan pemerintah (BPPN) serta perusahaan di sektor riil seperti PT Telekomunikasi (PT Telkom).
Arwin Rasyid baik dalam suatu kesempatan (sesi Power Talk di Sekolah Bisnis IPMI Internasional, 30 Juli 2015) maupun dalam berbagai media massa termasuk dalam buku yang ditulisnya (180 derajat : Inside Story Transformasi Bank Danamon dan Telkom 3010 Inside Story Telkom Value Creation), membagi pembelajaran dan kisah sukses melewati masa sulit seperti dampak krisis moneter 1998 maupun tantangan dalam situasi lainnya seperti mengubah paradigma agar tidak terlena pada kondisi yang nyaman (comfort zone) sekaligus jadi momentum ‘wake-up call‘ untuk bangkit melakukan beberapa langkah-langkah strategis (adjustment) dalam usaha turn-around serta berinovasi mengikuti perubahan lansekap bisnis yang berubah cepat.
Saya tertarik untuk mengkompilasikannya dalam bahasa yang sederhana dan lugas dengan cara bertutur termasuk mengkombinasikan dengan informasi dari sumber lain yang tetap relevan tanpa mengurangi benang merah kiprah dan pemikiran kepemimpinan dari seorang Arwin Rasyid. Dalam artikel ini kisah dan lesson learned dari artikel ini ditulis tidak dalam format yang kaku berdasar runtutan peristiwa dari waktu ke waktu, namun langsung mengurainya secara sistematis dalam satu bingkai utama manajemen korporasi dan aktifitas bisnis termasuk strategi bisnisnya dalam 10 langkah strategis, disusun dalam alur utama sebagai berikut:
I. Kondisi korporat (perusahaan) saat Arwin Rasyid memulai dan selama memimpin perusahaan saat itu (2000-2003 & 2005-2006).
II. Sepuluh langkah strategis manajemen bisnis dan kepemimpinan dengan case-case terkait. Agar tidak tumpang tindih case study dan pengalaman dari berbagai perusahaan, pada bagian II penulisan tetang 10 langkah strategis, saya lebih fokus pada kiprah dan pengalaman Arwin melakukan transformasi di Telkom saat itu (2005-2006) saja.
III. Hasil dari proses kegiatan transformasi.
IV. Lesson learned dan wisdom dari kiprah kepemimpinan Arwin Rasyid.
I. Kondisi korporat saat Arwin Rasyid memulai dan selama memimpin perusahaan saat itu (2000-2003 & 2005-2006).
Bank Danamon (2000-2003)
Setelah bertugas di Badan Penyehatan Perbankan Nasional (terakhir sebagai Deputi Kepala BPPN), Arwin mendapat tantangan baru sebagai CEO Bank Danamon pada tahun 2003 untuk melakukan turn-around dari bank bermasalah dampak krisis moneter 1998 menjadi bank sehat. Semua bank terkena dampak krismon,yang berbeda pada level “kesehatannya”. Bank Danamon, beserta beberapa bank besar lainnya ditetapkan menjadi bank anchor bagi beberapa bank-bank kecil yang harus dilebur (merger) dalam satu koordinasi bank anchor.
Pengamatan saya, banyaknya bank-bank saat itu tidak lepas Paket Oktober (PakTo) 1988 dimana dibukanya keran [kesempatan yang seluas-luasnya] mendirikan bank baru. Dari restrukturisasi perbankan nasional pasca krismon 1998 ditandai dengan mengerucutnya jumlah bank secara signifikan menjadi separonya. Tidak saja pengaruh krismon secara makro dan mikro ekonomi yang menghantam bank nasional saat itu, disisi lain konsolidasi bank anchor (merger dengan bank-bank lain) memberi dampak internal perusahaan sebagaimana yang juga dihadapi Bank Danamon saat itu (2000-2003) seperti negative spread, liquidity problem, non-performing load (NPL), pemodalan seperta dampak bagi manajemen operasi korporasi seperti yang dapat dilihat pada Gambar 1. Selain itu sebagai bank anchor untuk bank-bank kecil lainnnya melebur ke Bank Danamon, masalah yang dihadapi Arwin sebagai sang CEO baru, selain kondisi dan permasalahan yang dihadapi Bank Danomon namun juga kondisi dan permasalahan masing-masing bank yang tergabung melalui merger tersebut. Arwin pun bergerak cepat menginventarisasi permasalahan berikut dampak yang harus dihadapi serta juga melakukan tindakan penting dalam program jangka pendek dalam rangka membantu membangkitkan moral karyawan akibat dampak krisis moneter pada perusahaan, selain tugas utama melakukan turn-around yang dibebankan pada Arwin sebagai CEO untuk melakukan restrukturisasi Bank Danamon.
PT Telkom (2005-2006)
Selepas dari Bank Danamon, kemudian dilanjutkan portfolionya kepemimpinan di Bank BUMN (Bank BNI), Arwin mendapat kesempatan berkesempatan mengikuti seleksi (fit & proper test) untuk memimpin di Bank BUMN lainnya. Sebagaimana yang dituturkan pada Menteri BUMN saat itu dalam bukunya Telkom 3010 Inside Story Telkom Value Creation, jika diberi kesempatan Arwin mengutarakan keinginannya untuk mencoba tantangan baru memimpin di perusahaan non perbankan dalam hal ini yang bergerak di sektor riil. Setelah melewati berbagai proses seleksi dan penilaian oleh Tim Penilai Akhir yang dipimpin langsung oleh Presiden Soesilo Bambang Yudhoyono saat itu, akhirnya Arwin Rasyid ditunjuk sebagai Direktur Utama PT Telkom, pengangkatannya diputuskan melalui RUPS Telkom
Usaha pencapaian target 5 tahun, tidak lepas dengan tindakan transformasi pada situasi dan kondisi Telkom saat itu. Seperti apa situasi dan kondisi Telkom saat itu (2005-2006) dan bagaimana mengatasinya secara sistematis akan dijabarkan dalam bagian 10 langkah strategis di bawah ini:
II. Sepuluh langkah strategis manajemen bisnis dan kepemimpinan dalam transformasi:
1. Observasi
Observasi secara menyeluruh sangat diperlukan sebelum dan saat memulai jabatan baru, terlebih pada pemimpin yang masuk organisasi perusahaan baru. Tidak terkecuali Arwin Rasyid yang menerima tantangan memimpin perusahaan baru mulai dari Bank Danamon, Bank BNI dan PT Telkom. Masuk sebagai orang baru (eksternal) dengan tantangan baru serta lingkungan baru, Arwin membagikan pengalamannya seperti melakukan pra-orientasi, mempelajari dan memahami hal baru yang dibutuhkan apalagi khusus pada linkup bisnis dari industri yang sama sekali baru dari perusahaan yang akan dimasukinya. Serta mengindentifikasi stakeholder berikut sampai level siapa berikut perannya.
2. Konsolidasi
Melakukan pertemuan jajaran manajemen BoD sampai level menengah dengan bertujuan untuk membangun:
-keikutsertaan (involvement),
-komitmen,
-menyamakan persepsi,
dimana ke tiga hal di atas akan membantu tim menjadi solid. Keiikutsertaan (involvement) yang dimaksud selain pada eksekusi program/strategi namun juga dari awal seperti penyesuaian strategi inisiatif seperti yang dapat dilihat pada contoh gambar di bawah ini:
Langkah konsolidasi di Telkom saat itu diawali dengan meeting dengan direksi dan corporate secretary dengan agenda program 90 hari pertama serta poin ke dua yang tidak kalah penting, yakni tentang prinsip atau nilai yang akan dijalankan. Penjabaran lebih lanjut seperti arahan pembagian dan penekanan tugas sesuai target yang akan dicapai. Dimana Arwin sebagai Dirut, sesuai latar belakang pekerjaannya dan penunjukkannya oleh pemerintah, lebih mengelaborasi perannya yang terkait dengan pasar modal, investor dll. Wakil Direktur dengan latar belakangnya berasal dari Telkom perannya seperti Chief Operating Officer (COO) lebih ke sisi internal operasional perusahaan. Meski demikian Dirut tetap berkonsolidasi dengan semua unsur terkait dari perusahaan.
Kemudian pada tanggal 4 Agustus 2005 mengundang unsur internal untuk menyatukan langkah dan komitmen dalam acara Telkom Summit 1, yang menghasilkan inisiatif strategi PT Telkom yang tertuang dalam Roadmap TelkomGoal 3010 (Gambar 3) gambar lebih detail dapat dilihat pada buku Telkom3010 Inside Story Telkom Value Creation hal. 78, yang secara singkat dapat diringkas menjasi 4 inisiatif strategi:
–revenue growth enhancement
–cost & technology management
–value creation synergy & partnership
–paradigm shift
yang semuanya mengarah pada revenue (maximal), cost (efficient) dan capex (optimal).
3. Meletakkan Dasar yang Kuat (Value Creation)
Sebagai perusahaan publik dengan pertanggung jawaban ke publik dan operasionalnya berhubungan langsung dengan mekanisme pasar. Tidak heran, nilai kompetitif yang harus dibangun dan dimiliki oleh Telkom agar dapat terus menarik minat stakeholdernya. Dari buku Telkom 3010 Inside Story Telkom Value Creation yang saya baca, Value creation, menjadi kata kunci pada setiap langkah untuk selalu efisien dan menghasilkan nilai (value creation). Dasar dari sisi efiesi mulai dari pengelolaaan cash-flow, termasuk tentu saja efisensi pengelolaan biaya. Saat Arwin Rasyid pertama kali bergabung dengan Telkom, biaya karyawan Telkom sangat tinggi dan pada masa kepemimpinannya Arwin berhasil menekan biaya karyawan secara signifikan. Pengelolaan (peningkatan) value dapat diupakayan dari berbagai aktifitas kerja termasuk melalui pengelolaan aspek intangibles (kasat mata) seperti kepemimpinan (membangun kredibilitas, kualitas strategi, kualitas eksekusi, pelayanan, budaya perusahaan, perubahan paradigma dan kemampuan menarik SDM berkualitas).
Setelah melakukan observasi pada seluruh stakeholder dan organisasi perusahaan. Tahapan fundamental berikutnya adalah melihat visi ke depan dan menyusun/meredifinisi misi yang disesuaikan dengan tantangan jaman. Visi saat itu ‘to be a leading player in the region.‘, yang menjadi dasar dalam menyusus strategi dalam pencapaian target goal yang dibebankan kepada Telkom, pencapaian nilai kapitalisasi pasar (market capitalization) 30 Miliar Dolar AS dalam waktu 5 tahun mendatang (2010). Agar target dapat dicerna oleh seluruh karyawan Telkom saat itu (2005), jajaran manajemen meingkasnya pada frasa yang mudah diingat ‘TelkomGoal 3010’ yang memberi gambaran tentang Telkom Goal untuk mencapai nilai kapitalisasi pasar 30 miliar dolar AS pada tahun 2010. Innitiative Strategy (Gambar 3) pun dibuat sebagai implementasi strategi kegiatan kongkrit dalam usaha pencapaian TelkomGoal 3010. Selain itu, sebagai pemimpin puncak, fokus pada ‘program 90 hari pertama’ juga menjadi hal yang krusial. Program 90 hari pertama dapat dipandang juga sebagai peletak dasar dalam rangka mempersiapkan diri dan mengawal pelaksanaan berbagai aksi korperasi strategis berikut efektitasnya serta melewati masa kritis pada tahap awal.
Pendirian PT Telkom Indonesia Internasional (Telin), menjadi tonggak untuk menyokong misi ‘to be a leading player in the region’, yang dalam perkembangan Telin telah berekspansi ke beberapa negara. Termasuk juga pendirian Metra Holding (sekarang disebut Telkom Metra Group), yang terus berkembang sampai saat ini yang mewadahi PT Finnet Indonesia (sebagai penyelenggaraan sistem transaksi keuangan elektronik), Telkomsigma, MetraPlasa (yang bermitra dengan eBay mengenmbangkan situs ecommerce blanja.com), telkomtelstra, metranet dsb.
4. Karakter (Leadership Character)
Arwin Rasyid menggarisbawahi kemampuan seorang leadership lebih pada kemampuan visi didukung leadershipnya (karakter) tidak semata-mata kemampuan teknis. Jenderal Norman Schwarzkopf pernah quote yang menekankan pentingnya karakter: “Leadership is a potent combination of strategy and character. But if you must be without one, be without strategy.”
Saya mencoba mensarikan best practice dan pengalaman yang ada, seorang pemimpin haruslah:
– memiliki kepekaan tentang masa depan dan visi yang kuat kemana orgasnisasi berjalan,
– keberanian mengambil tindakan dengan tetap menjunjung tinggi norma (berintegritas),
– memliki rasa tanggung jawab terhadap apa yang ada dalam ruang lingkup organisasi yang dipimpin, termasuk keberlanjutan organisasi seperti kaderisasi dsb.
– memiki kemampuan beradaptasi pada suasana/lingkungan baru termasuk pada perubahan yang berlangsung cepat,
– memiliki kemampuan berinovasi.
5. Komunikasi (Open Communication)
Arwin Rasyid menyebut komukasi yang efektif secara singkat dalam kalimat berikut “Open communication based on trust and respect“. Tentang trust, saya pribadi ingat quote dari Rusia yang sempat diucapkan oleh Presiden AS ke 40 Ronald Reagan saat menerima koleganya pemimpin Uni Soviet Mikhail Gorbachev Trust but verify (Доверяй, но проверяй bila diucapkan dlm bahasa Rusia, Doveryai no proveryai). Dalam kesempatan lain Arwin mengatakan Jangan takut sama orang, namun hormat padanya. Termasuk untuk bebas mengekspresian diri seperti asertif (mengemukakan pendapat, pemikiran, kritikan). Tentang menghormati saya teringat tulisan saya tentang respect: ‘Whatever you do, respect comes first‘.
Dari hasil observasi Arwin waktu turun ke lapangan (ke anak perusahaan Telkom), perlu wahana komunikasi rutin antar CEO anak perusahaan, yang kemudian muncul gagasan CEO Forum, pertemuan rutin koordinasi jajaran CEO/direksi seluruh anak perusahaan setiap tiga bulan sekali, selain komunikasi periodik seperti salah satunya melalui CEO Message.
6. Leadership Management
Kepemimpinan yang dahulu efektif seperti kepemimpinan pengkultusan individu, tidak terlalu cocok bila diterapkan dalam korporasi yang saat ini tuntutannya pada semangat kolaborasi. Dengan semangat kolaborasi ini, tentunya kemampuan dalam leadership management sangat strategis, meliputi aspek-aspek yang berkontribusi dalam menggerakan roda perusahaan:
– Pembagian tugas. Pembagian tugas dilakukan mutlak dalam memimpin sebuah organisasi. Mulai dari kepemimpinan yang kolektif (jajaran direksi) sampai pelaksanaan dalam menjalankan roda organisasi perusahaan juga dalam semangat kolektifitas (team work) bersama seluruh karyawan. Pada hari pertama dari program 90 hari pertama (the first 90 days), Arwin melakukan meeting dengan jajaran direksi (BoD) dan Corporate Secretary, untuk memaparkan program 90 hari pertama berikut pembagian tugas.
– Pendelegasian. Salah satu tolak ukur keberhasilan pemimpin, dalam kemampuannya mendelegasikan tugas sesuai dengan porsi kewenangannnya masing-masing. Jenderal Ike (Einshower) memaparkan mapping tugas dalam ‘Eisenhower Box‘ seberapa jauh tugas berdasarkan urgensinya termasuk level tugas yang bisa didelegasikan ke pihak lain. Pendelegasian oleh pemimpin tidak hanya mencerminkan kemampuan seorang pemimpin namun juga kemauan pemimpin memberi kepercayaan (trust) kepada anak buah. Dalam beberapa kesan yang dituliskan karyawan Telkom pada buku Telkom 3010 Inside Story Telkom Value Creation, ada yang menyebutkan Arwin memberikan ruang dalam untuk berkreasi (ruang untuk berkreasi) namun tetap pada tatanan compliance yang menjadi nilai yang dijalankan perusahaan. Beberapa contoh pendelegasian tugas dan wewenang seperti optimilasasi kewenangan Plasa Telkom dalam peningkatan pemasaran dan pelayanan ke pelanggan.
– Struktur organisasi yang mendukung visi, seperti penempatan Corporate Communication langsung ke Dirut, penambahan direktorat risk management & legal compliance serta procurement untuk membantu untuk meningkatkan value creation dan compliance serta sentimen positif bagi pelaku pasar seperti fund manager, analis dan investor.
– Mengejawantahkan target yang diberikan ke dalam visi, goal, strategi sampai pada tujuannya penjabaran tujuan dalam kerangka lebih spesifik. Dengan target nilai kapitalisasi pasar 30 miliar dolar AS, dijabarkannya ke dalam visi yang dapat dipahami dan memberi pencerahan untuk kemana perusahaan akan dibawa. Seperti melakukan break-down dari goal utama pencapaian nilai kapitalisasi pasar 30 miliar dolar AS, yang jika di-breakdown menjadi target khusus untuk harga saham tahun 2010 (Rp 14.925/lembar), revenue thn 2010 (Rp 87,6 T), EBITDA thn 2010 (Rp 50,2 T). laba bersih (Rp 16,5 T) dan EBITA margin thn 2010 (59%). Target yang lebih khusus ini di-breakdown agar pencapaian ke goal utama dapat secara jelas dan detail dicapai melalui sasaran antara pencapaian target-target khusus ini.
– Monitoring dan kontrol. Pengontrolan kinerja mulai dari aspek tangible sampai yang intangible seperti eksekusi produk dan layanan pendukung di lapangan, cash-flow management, CaPex Tracking, pertumbuhana bisnis dsb. Fungsi kontrol ini sangat strategis untuk keperhasilan pencapaian goal serta krusial untuk melakukan pivoting (alternatif perubahan) saat eksekusi di lapangan tidak sesuai dengan apa yang diharapkan.
7. Turn-Aroud Management
Misi melakukan turn-around management, berbalik dari situasi yang kritis merupakan tantangan tersendiri terutama terkait dengan penugasan baru seorang CEO pada sebuah perusahaan yang terkena krisis atau urgensi melakukan perubahan besar. Bahkan seorang CEO dengan latar belakang berbeda dengan core-business perusahaan baru yang akan dipimpinnya mempunyai kesempatan yang sama untuk sukses. Arwin menggarisbawahi kemampuan seorang leadership lebih pada kemampuan visi didukung leadershipnya tidak semata-mata hanya kemampuan teknis. Kisah sukses Lou Gerstner (mantan CEO Nabisco) dalam melakukan turn-around selama hampir sembilan tahun kepemimpinanya di IBM, seperti yang ditulis dalama buku Who Says Elephant Can’t Dance: Inside IBM’s Historic Turnaround termasuk pada awal kepemimpinanannya yang mendapat komentar sinis karena berasal dari latar belakang industri yang sama sekali berbeda. Suatu kali ada karyawannya bercanda bahwa Gerstnern yang berlatar belakang bukan praktisi IT masih bisa sukses memimpin raksasa komputer ini, asal bisa membedakan antara micro-chips dan chocolate-chips.
Pemimpin tidak hanya kemampuan dalam melakukan turn-around management, namun keberanian untuk melakukan gebrakan baru yang berkontribusi pada transformasi, seperti apa yang dilakukan Arwin seperti:
– melakukan cost to revenue ratio (delivery time serta kualitas teknologi, produk dan pelayanan)
– memonitor anggaran modal (capex tracking )
– menasionalisasi tender/tender terpusat (e-auction)
– melakukan cost efficiencing drive spt efisiensi link (jalur) internasional dengan peningkatan konten lokal, merumuskan blue print implentasi Next Generation Network (NGN)
– optimalisasi capital management melalui selective refinancing dan prepayment serta share buy-back
– sentralisasi pengadaan (procurement) seperti join procurement untuk pengadaan SIM CARD-RUIM (Telkomsel-Flexi)
– kontrol menyeluruh dari hulu ke hilir yang dikenal Product Owner-Delivery Channel (PO-DC) dimana integrasi dari setiap gugus memastikan setiap tahapan proses dapat memberikan kepuasan pelanggan.
8. Paradigm Shift
Salah satu faktor kritikal dalam perubahan adalah pola pikir, pola kerja (budaya kerja) yang sudah terpola dalam kurun waktu lama dan kadang menjadi penghambat dari proses perubahan yang dibutuhkan oleh perusahaan. Jumlah atau bentuk perubahan paradigma yang dilakukan tidak lah menjadi efektif, tanpa didukung sikap dan tindakan yang benar untuk siap berubah. Kegiatan sebagai bagian perubahan paradigma hanyalah media dimana manusia sebagai aset utama perusahaan siap untuk berubah. Perubahan paradigma juga lebih berdimensi kultural, menyentuh norma-norma dan mentalitas SDM.
Saat itu sebagai pemain terbesar, menurut pengamatan Arwin, Telkom tetap sulit dikalahkan pesaing. Namun sebagai yang terbesar, seringkali yang mnejadi musuh telkom adalah dirinya sendiri, yakni persoalan budaya dan paradigma yang telah berjalan lama di Telkom.
Perubahan paradigma menjadi item dari strategis inisiatif dalam Roadmap TelkomGoal 3010.
Implementasinya seperti:
– Transformasi dari perusahaan yang hanya berorientasi produk dan teknologi menuju perusahaan yang beriorientasi pelanggan juga (customer centric). Pada tahapan ini perusahaan harus mampu dan mau mengelola ekspektasi pelanggannya. Ada dua tujuan strategis di dalamnya yaitu sambil memperluas jenis produk dan layanan serta juga fokus pada memperluas basis pelanggan. Dengan demikian keberadaanya tidak hanya to win the market, namun juga shape the market.
– Perubahan struktur organisasi yang sesuai dengan perkembangan bisnis, seperti penambahan direktorat Risk Management & Legal Compliance, Procurement dan penempatan Corporate Communication langsung dibawah Dirut. Diikuti penyusunan road map manajemen agar pada tahun 2010 Telkom memiliki manajemen SDM yang berbasis kompetensi.
– Reorientasi bisnis yang hanya mengandalkan penghasilnya sebagai operator telko menjadi pemain dalam bisnis TIME (telecommunication, information, media dan edutainment).
– Menjadi perusahaan yang pro-pasar, karena Telkom listing (terdaftar di 3 bursa efek, beberapa diantaranya bursa efek internasional). Paradigma perusahaan untuk selalu mengedepankan semua strategi yang value creation yang meningkatkan sentimen positif dari pasar modal dan memenuhi asas kepatuhan (compliance).
– Terbuka untuk eksternal best pratice. Dalam rangka pelaksanaan strategi value creation, kebutuhan akan dukungan best-practice dari eksternal, merupakan suatu kesempatan untuk membantu akselerasi dan efektifitas kerja perusahaan. Perlu perubahan paradigma yang mendikotomi orang dalam dan orang luar (eksternal), namun lebih pada fokus akan peran/kontribusi dari keberadaan dari jasa konsutan eksternal maupun SDM (temporary) eksternal, selain mempercepat, membantu efektifitas kinerja, juga dapat menjadikannya sebagai media transfer knowledge, skill dan juga pengalamannya.
– Diversifikasi strategi bisnis. Masuknya Arwin Rasyid ke Telkom dengan program yang mengacu pada value creation memberi warna baru dari perusahaan yang awalnya hanya mengedepankan revenue dari produk dan layanannya, mengalami diversifikasi strategi bisnis berupa aksi korporasi akusisi, share buy-back (pembelian saham kembali), terbuka menerima masukan best practice dari ahli dan praktisi kelas dunia. Di sisi lain, pengalamannya di perbankan dan hubungannya dengan investor. Arwin memandang perlu agar korporasi mengedepankan asas kepatuhan (compliance) sebagai wujud pertangungan jawab perusahaan pada stakeholdernya termasuk di dalam pihak yang berhubungan dengan pasar modal seperti investor. Pijakan pertama dalam membangun korporasi (Telkom) yang mengedepankan asas kepatuhan (compliance) dengan rencana pendirian direktorat Risk Management dan Legal Compliance. Dimana saat itu, Telkom telah listed di New York Stock Exchange (NYSE) dimana perusahaan harus mengikuti aturan pasar modal di sana seperti Sarbanes-Oxley Act (SOA).
– Penyesuaian tarif. Saat mulai bertugas Arwin belum melihat adanya paradigma ‘to fit the price with customer needs and expectation‘ di Telkom. Lalu diusulkannya tariff reballancing sebagai usaha untuk lebih customer centric yang menyesuaikan tarif berdasarkan kebutuhan dan harapan customer. Gebrakan ini tentu menimbulkan tanda tanya dan pandangan skeptis, bagaimana bisa. Pada poin selanjutnya Strategic Approach, dapat dilihat bagaimana inovasi untuk menjalankan strategi ini.
9. Strategic Approach
Pendekatan yang strategis yang dimaksud, implementasi suatu strategi dengan cost tertentu namun menciptakan manfaat tidak saja pada satu aspek namun berdampak ke banyak aspek seperti:
-Strategi reposisi dari masing-masing departemen ke strategi kolektif seperti contoh program Corporate Social Responsibility (CSR) yang mulai terintegrasi dengan fungsi marketing, Public Relation (PR) dan strategi pertumbuhan perusahaan. Dengan demikian tidak saja program kerja menjadi lebih fokus (tidak tumpang tindih), di sisi lain integrasi program membuat anggaran yang yang dulu tersebar bisa mengalami penguatan dengan integrasi ini, seperti setelah program CSR lebih terintegrasi, anggaran CSR (Program Kemitraan dan Bina Lingkungan/PKBL) pun meningkat dari 1,5% menjadi dua kali lipat pada tahun 2006.
-Pengembangan strategi pemasaran Telkom Group melalui joint distribution channel (kerjasama jalur distribusi) dan synergy pricing (sinergi tarif) SMS Telkom Group dari Kartu AS ke Flexi serta pricing plan (penyusunan rencana) tarif SLI 007 maupun Telkom Global 017. Pemetaan strategi produk, ponsel dual on (GSM & CDMA) yang dapat menjadi ujung tombak strategi penetrasi kartu GSM SIM CARD Telkomsel dan RUIM CDMA dari Flexi. Serta masih banyak yang lain seperti join sentra layanan Plasa Telkom untuk customer service Telkom dan Telkomsel, join database supplier dan pricing reference sampai procurement bersama SIM-CARD (Telkomsel) dan RUIM (Flexi).
-Strategi menurunkan tarif agar lebih terjangkau (tariff rebalancing). Usulan upaya ini dilakukan dengan tujuan untuk meningkatkan usage yang pada akhirnya meningkatkan jumlah pelanggan. Tariff rebalancing ini mengikuti dari teori elastisitas, dimana secara prinsip pendapatan merupakan perkalian dari harga dengan penggunaan (usage). Saya jadi teringat tulisan saya sebelumnya tentang keberhasilan implemtasi strategi menurunkan tarif yang berkontribusi pada peningkatan usage (pemakaian ) ini yang sukses dilakukan oleh mantan CEO XL Axiata Hasnul Suhaimi pada kurun waktu 2007-2010. Pada sisi lain tariff rebalancing membantu manajemen untuk menyesuaikan tarif kompetitif produk-produk dari masing-masing anak perusahaannya. Ambil contoh saat itu, tarif SLJJ Telkom zona tertentu pada jam sibuk, masih lebih mahal [tidak kompetitif] dibanding Telkomsel, sehingga perlu tariff rebalancing. Di lain pihak pendekatan tariff rebalancing membuka segmentasi sehingga seperti yang quality oriented akan membayar harga mahal untuk kualitas dan kapasitas dan pengguna yang cost consciousness lebih memilih pada harga yang murah. Pada bisnis model segmentasi ini dapat menyasar segmen yang lebih beragam dengan layanan yang bervariasi, serta disisi lain proses subsidi silang dapat dilakukan pada piramida bawah pelanggan yang menginginkan tarif murah.
Di bawah kepemimpinannya di Telkom dengan TelkomGoal 3010 dalam 5 tahun, membuka kesempatan best practices seperti bagi SDM eksternal berikut keterlibatan konsultan eksternal untuk selain membantu melihat dari sisi lain (fresh thiniking & idea) dan membantu dari sisi best practice-nya, juga memberi sinyal positif bagi pelaku pasar bahwa emintennya terbuka berikut aksi korporasinya sama seperti aksi korporasi akusisi, share buy-back (pembelian saham kembali), perbaikan dan peningkatan mutu sistem procurement yang tidak saja baik bagi perusahaan namun juga memberi sentimen positif ke pasar. Arwin menyebutnya strategi sekali merengkuh dayung dua tiga pulau terlampaui.
10. Pengelolaan SDM
Arwin Rasyid memandang karyawan (people) sebagai aset penting perusuhaan, dalam hal ini people yang dimaksud adalah right people. Tugas pemimpin agar mengawal dan membina people tetap menjadi right people. Right people yang dimaksudkannya adalah karyawan yang in lined (cocok) dengan irama perusahaan, budaya perusahaan atau dengan kata lain dalam bahasa saya, orang yang senantiasa berkontribusi dan keberadaannya relevan dengan kebutuhan perusahaan dari waktu ke waktu, yang terus berkembang dan dinamis. Arwin dalam buku Telkom 3010 Inside Story Telkom Value Creation, menambahkan pandangan no bad soldier, but bad general perlu ditelaah lebih lanjut. Memang tugas pemimpin untuk membentuk dan membina anak buahnya, namun lanjutnya bila anak buah sudah tidak bisa diharapkan (mengganggu jalannya organisasi), maka kebijakan reward-punishment perlu dijalankan. Pada masa kepempinannya Arwin pernah mengusulkan salah satu bentuk reward (penghargaan) bagi karyawannya seperti program kepemilikian saham karyawan employee and managementstock option program (EMSOP) dan penguatan Dana Pensiun, selain program promosi jabatan.
III. Hasil transformasi
Pencapaian hasil transformasi di Bank Danamon (2000-2003)
Berikut hasil transformasi pada Bank Danamon saat kepemimpinan 2000-2003 saat itu meliputi peningkatan Laba Bersih (Rp Milyar) Pinjaman per sektor (%), Rasio Dana Murah thd DPK (%), indeks service excellece on top, harga saham dan kapitalisasi pasar Danamon. Pencapaian hasil termasuk membawa bank Danamon menjadi sehat sekaligus mapan sebagai bank retail dan UKM (SME) setelah melakukan transformasi sebagaimana yang dituturkan Arwin pada sesi Power Talk dapat dilihat pada gambar di bawah ini.
Pencapaian hasil transformasi di PT Telkom (2005-2006)
Hasil transformasi Telkom dapat dilihat dari hasil implementasi ke empat inisiatif strategi dari roadmap TelkomGoal 3010, ditandai hasil pemasukan tahunan yang dapat dilihat di laman investor Telkom pada laporan keuangan Telkom. laporan keuangan Telkom 2005 dan 2006
serta hasil yang dapat dilihat pada Gambar 5.
IV. Lesson Learned and Wisdom
Menjadi leader dalam hal ini CEO di usia muda saat ini dimungkinkan, namun menurut Arwin Rasyid untuk mendapat wisdom perlu “jam terbang”. Berikut ini beberapa wisdom dan lesson learned dari seorang Arwin Rasyid:
– Learning Process. Proses pembelajaran merupakan kebiasaan positif untuk berkembang dan menjawab tantangan masa depan. Arwin yang berlatarbelakang dari perbankan, menerima tawaran yang cukup menantang sebagai CEO perusahaan telekomunikasi besar Telkom dari industri yang berbeda dengan latar belakang profesional sebelumnya. Tak kurang 2 jam setiap harinya digunakan Arwin untuk membaca beberapa diantaranya jurnal-jurnal tentang perusahaan telko internasional seperti Vodafone, British Telecom, Telstra, France Telecom dll. Belajar agar dengan cepat dapat menyesuaikan dengan lingkungan kerja yang baru. Bahkan setelah meninggalkan Telkom, Arwin pun tak henti untuk mengasah pengetahuan bisnisnya di sektor telekomunikasi dengan mengikuti program eksekutif di sekolah bisnis ternama INSEAD Perancis.
– Choose the right people. Pandangan Arwin Rasyid tentang rekrutmen/tim untuk bekerjasama lebih condong untuk memilih yang kandidat yang cocok (right) dengan kebutuhan dan lingkungan, visi dibandingkan kandidat yang mungkin terbaik (the best) yang belum tentu cocok dengan budaya kerja dan kebutuhan organisasi. Pengangkatan Arwin Rasyid sebagai Dirut Telkom pun juga merupakan contoh choose the right people, dimana saat itu pemerintah sebagai pemegang saham mayoritas Telkom menginginkan Telkom yang bertumbuh di pasar modal (pro pasar). Selain Arwin mempunyai relasi dengan ekosistem pasar modal, pengalamannya sebagai bankir dalam proses assessment pinjaman untuk berbagai karakter industri dan proses bisnis, menjadi suatu strong point baginya yang sesuai dengan apa yang diinginkan pemegang saham mayoritas pada sosok yang akan memimpin Telkom saat itu.
Menurut saya, pandangan ini senada dengan pendapat pebisnis terkenal lainnya seperti Jack Ma yg lebih memilih calon karyawannya yg ‘crazy’ (unik/nyleneh) dibanding the best one, serta jajaran manajemen Amazon yg dipimpin Jeff Bezzos dgn metoda seleksi calon karyawan selain cerdas namun harus Fun (bisa santai dan kreatif) atau Tonny Hsieh CEO Zappos yg sangat menekankan calon karyawan harus secara fundamental ‘click‘ dgn budaya kerja di Zappos. Hal ini dirasakan Tony Hsieh lantaran pelajaran mahal di perusahaan pertama yang didirikan sebelumnya yang gagal karena tidak dilandasi satu budaya kerja yang kuat).
– Lebih Baik Tidur Nyenyak daripada Makan Enak. Mengejar rasa damai (tentram) dalam terlebih dahulu.
– Spirit Egaliter. Mengutip dari quote favorit ayahanda Arwin Rasyid (Sutan Rasyid), janganlah menilai seseorang dari pangkat dan kekayaan, tetapi nilailah dari karakter dan kebesaran jiwanya. Saduran dari quote dalam bahasa Inggris “Don’t judge a person by how did she is, how important he is, judge a person by the strength of character and the size of the heart.”
– Kejar presestasi (Kontribusi), bukan kejar jabatan.
Mengejar prestasi dan berkontribusi, kerja sebaik-baiknya jabatan akan datang sendirinya. Mengejar prestasi rasanya tidak ada habis-habisnya, kalau kejar jabatan, Arwin menambahkan condong [salah-salah] bisa cari muka (asal bapak senang), jaim (jaga image), bahkan main sikut-sikut atau tusuk dari belakang.
– Jadi pemimpin, harus bisa belajar sikap mau dipimpin. Masing-masing orang punya gaya (sytle) yang bisa berbeda satu sama lain, namun substansi (substance) pemimpin itu merupakan hal utama yang harus dimiliki oleh pemimpin. Bisa saja sang bos galak atau sentimentil, atau pintar atau anak buah lebih pintar. Sikap mau dipimpin (kepemimpinan dalam perspektif dan value positif) menjadikan semua menjadi kesempatan kita sebagai anak buah untuk berkembang). Arwin pada sesi Power Talk (Kamis, 30 Juli 2015 di Sekolah Bisnis IPMI Internasional) mengilustrasikan jika sang bos pintar, pakai kesempatan untuk anak buah untuk bisa belajar dari sang bos. Kalau sebagai anak buah berpikir jika sang bos tidak pintar atau becus memimpin, pakai kesempatan untuk bantu bos tersebut.
Arwin menambahkan, untuk menjadi pemimpin pun butuh proses. Arwin yang mengawali karir di Bank Niaga dari posisi entry-level di tengah karirnya banyak mendapat tawaran jadi direksi di bank-bank kecil. Tapi ditolaknya karena merasa belum kuat fondasinya. dan masih butuh waktu dan proses untuk membangun fondasi leadershipnya sambil menjadi team player yang mendukung pemimpinnya (diandalkan dan dapat bekerja sama). Setelah menempati posisi di jajaran direksi dengan posisi terakhir Wadirut, barulah Arwin membuka diri untuk mencari tantangan di perusahaan/industri lain.
– Memegang teguh prinsip. Prinsip layaknya sebuah kompas memberikan arah dalam kehidupan, membantu menavigasi dalam mencari jalan keluar. Termasuk prinsip saat bekerja, meski pada saat itu Arwin telah membulatkan hatinya untuk mundur dari Telkom dan pemerintah memintanya untuk tetap menjalankan tugas. Namun sebagai profesional yang ingin menjalankan tugasnya agar berhasil, bila ada permohonan kepada pemerintah untuk adanya perubahan tidak sepenuhnya dipenuhi, Arwin memilih tetap pada prinsipnya dan mengembalikan mandat ke pemerintah.
– Berani bersikap sekaligus hormat (respek) Seorang pemimpin harus tahu kapan harus untuk mengemukakan pendapat atau melakukan suatu pivoting (perubahan) pada kondisi tertentu dalam bentuk ancaman, gangguan atau hal yang menyebabkan tidak terjapainya tujuan. Pada saat menerima mandat sebagai CEO Telkom (2005), Arwin tidak mendapat ruang gerak untuk menentukan Board of Director. Dalam perjalanananya dengan beberapa tantangan & benturan kepentingan yang ada, Arwin merasa perlu untuk berani melangkah (speak-up) untuk minta adanya perubahan dikomunikasikannya kepada pemerintah sebagai pemegang saham mayoritas, namun perubahan tidak diperoleh sampai pada keputusannya untuk mengundurkan diri menyerahkan mandat kembali ke pemerintah.
– Make friends. Dengan prinsip Arwin make friends ini, mendorongnya menjalin pertemanan seluas-luasnya. Tidak heran kalau kolega, anak buah memiliki kesan yang sama akan sosok Arwin yang hangat, mau menyapa dahulu dan berkenalan dengan orang baru.
Beberapa hal di atas yang bisa menjadi inspirasi dari pengalaman seorang Arwin Rasyid, serta juga sharingnya dalam berbagai kesempatan seperti pada program tv Kick Andy
Berkaca dari pengalaman Arwin Rasyid, saya mengambil kesimpulan salah satu legasi dari good leader salah satunya
Good #leader left the legacy of :
- short-term / mid-term #goal achievement
- strong #process platform to achieve long-term goal
#leadership
— JM Zacharias BizStra (@jmzacharias) August 6, 2015
Bahkan sebuah majalah menggambarkannya, a hybrid between leader and a banker. . Saya menambahkan sosoknya tidak hanya leader namun juga top marketer.
#ArwinRasyid a hybrid between leader and a banker in #Prestigelatestissue #PowerTitans pic.twitter.com/7Yw7oUCOhb
— Prestige Magazine (@Prestige_Mag) August 24, 2014
Dari beberapa pengalaman di atas bisa jadi lesson learned yang menginspirasi kita semua untuk menjadi pemimpin lebih baik, ada hal yang menjadi perhatian saya. Arwin memulai tugas sebagai Dirut Telkom (2005) tanpa mendapat ruang gerak memilih/manambah beberapa direksi yang ingin dipilihnya, mungkin berbeda dengan beberapa Dirut BUMN lain saat itu atau saat dirinya menjadi Dirut Bank Danamon (2000-2003) yang bisa memilih the winning team-nya. Namun itu tidak menyurutkan Arwin untuk berprestasi! Kepemimpinana Arwin di PT Telkom boleh dikatakan singkat (20 bulan) namun berkontribusi meletakan fundamental untuk perkembangan perusahaan in the long run (jangka panjang). Saya mencoba menganalogikan sebagai kepemipinan jangka pendek dengan sarat prestasi, dengan kesuksean kepemimpinan Presiden ke 3 B.J. Habibie yang begitu banyak kontribusi dalam mengantarkan Indonesia bangkit dari krisis, bertransformasi dengan tatatan fundamental yang kuat Indonesia untuk jangka panjang. Hal ini menunjukkan bahwa keberhasilan kepemimpinan untuk berkontribusi tidak serta merta bisa dipengaruhi oleh keterbatasan (keterbatasan waktu dan dukungan bukan menjadi penghalang utama), namun bergantung pada efektifitas dalam menjalankan peran kepemimpinan itu sendiri.
Pada bagian akhir tulisan ini, saya merungkumnya dalam kutipan saya tentang good leader: “Good leader left the legacy of
short-term & mid-term goal achievement and strong process platform to achieve long-term goal.”
–the end–
catatan kaki:
Saya beruntung tidak saja bertemu langsung dengan Pak Arwin Rasyid yang hadir sebagi pembicara utama pada acara Power Talk akhir Juli 2015. Namun, baru saya sadar bahwa ada beberapa hal yang dipaparkannya termasuk melalui bukunya Telkom3010 Inside Story Telkom Value Creation, ada yang juga saya alami saat itu (jaman kepemimpinan beliau, 2005-2006) seperti saat saya sedang ada pengetesan produk komunikasi pada simulasi jaringan Telkom di kantor Risti Telkom, saya sempat melihat suatu ruangan tempat sentralisasi e-auction (lelang terpusat), kemudian pada tahun 2006 saat saya sempat ikut hadir dan sebagai partner (vendor) support peluncuran secara nasional layanan Speedy di 22 kota yang saat itu dilakukan pelataran di Jl. Asia Afrika dekat Plaza Senayan Jakarta. Dan terakhir Pak Arwin pada bukunya Telkom 3010 Inside Story Telkom Value Creation sempat menyinggung Next Generation Network (NGN) sebagai blue-print technology, yang juga dikenal dengan jargon (istilah) ‘Seamless Mobility‘ teknologi masa depan saat itu (2006). Kebutulan saat itu saya juga concern tentang NGN dan sempat menulis artikel relevan tentang teknologi ‘Seamless Mobility‘ yang mungkin perlu didukung banyak kerjasama dari berbagai penyedia layanan pada saat itu. Saat ini seperti yang saya lihat fiturnya di aplikasi mobile MyTelkomsel, seamless mobility (2015) ditawarkan antara flash (mobile) dengan Wi-Fi yang ditawarkan oleh Telkomsel.
*Keterangan foto artikel (featured image): foto diambil saat acara Power Talk 30 Juli 2015 di Kampus Sekolah Bisnis IPMI Internasional
Tentang Penulis : JM Zacharias ( @jmzacharias ) saat ini berprofesi sebagai business strategist, berkarir profesional dalam bidang produk, sales dan marketing lebih dari satu dekade. Pengalaman karir profesionalannya di berbagai industri meliputi retail, consumer electronic, teknnologi informasi dan telekomunikasi baik Business to Customer (B2C) maupun Business to Business (B2B). Dengan beragam pengalaman di perusahaan multinasional, nasional serta startup pada bidang teknologi, sales marketing dan manajemen serta iklim kerja lintas budaya antar bangsa dalam portofolio karirnya di kawasan Asia Pasifik dan Asia Tenggara turut memperkaya wawasan dan melebarkan preperspektif untuk terus belajar dan berbagi. Mengkomunikasikan ide dan strategi bisnis dilakukannya dalam bentuk artikel, pelatihan dan kegiatan konsultasi. Informasi detail dapat di lihat pada JMZacharias.Com Strategi Bisnis & Teknologi . Anda dapat mengubungi melalui tautan kami.
Have you ever felt remorse after buying or selling a product because the price was too low to sell or buy at a price that quite expensive? In the bid process, the decision rejection for buying and selling product as part of dynamic transaction process. Quite dynamic, because of many factors that affected with its weight respectively. It could be the same product, but done by the other party, at different times and places, wouldn’t give same effect.
The product price remains an important concern for buyers and sellers. Generally the price is used as an indicator of the important decisions in the transaction. Transactional process ideally leads to proportionality price for both (the buyer and seller). Proportional condition relate to the price achieved at the scale is not too high or low and close to the suitability of the value of the product.
The product value is strategic part of its transaction. Direct implication toward price, uniqueness, authenticity, the benefits offered by the seller and also buyer desire. Mapping the price of the product by the value of benefits, quite much common approach in buying and selling process known as value proposition. This approach maps the domain price toward how big the benefits achieved. The aspect of the value of the product was significantly contributes to price’s structure with the following formula:
Price = Cost + Value + Profit
The price elasticity setting depends on how dynamic variable of cost, value and profit set according the following scenario:
– Minimum Profit. Price set to minimum level as long as meet the minimum profit.
– Cost adjustment. The cost reduced by producing optimum number of product that meet the minimum production quota.
– Value Optimization. The value of a product can be set based on knowledge combined within ability and also sensitivity to the value proposition.
The ability to calculate the product value could not be separated on knowledge of the characteristics of the product and its value. The value of the product can be measured up to particular value. The example of product value that measured universally, such gold, fuel, oil, mining and various commodities. These product values are relatively segmented as unique items, antiques, artwork, historical value goods, commodities etc. The variable of the product value represented aspect of benefits, uniqueness, authenticity, momentum, and also deals with supply and demand.
Assessment sensitivity of the product value helps in determining the appropriateness of a product at particular price range. Simple overview of case studies below with examples of variable values are included and also ignored in price calculation.
A fisherman found the plate when fishing around deep sea. Then the plate offered in the flea market at a price as common used plate price. At the same time a scuba diver, also found similar plate in the seabed. Back to home, that plate examined precisely under consultation by the expert. Final conclusion, the plate is as a plate antique treasure of Ming Dynasty’s fleet that sank. Armed with the information about history of that plate, the price offered could be much higher than the selling price of the previous fisherman. Variable knowledge of these values contribute to the difference prices offered between two plates.
Even premium product remains attractive to buy if offering exceptional product value. Resell it at a competitive price is not quite difficult, as long as the privilege value well maintained, especially if you manage to give value added, and become another ‘special product’ and offer to the right target market.
The ability to calculate product value including cost structure, of course, supported the process of learning (learning by doing) from time to time. Armed with the experience and ability to dissect the structure of costs, the value of the product as well as comparison of prices offered by competitors, will assist in the determination of a reasonable and competitive price of the product. Ability exact calculation and realistic for the combination of those above variables, will impact on the price elasticity of product’s ability to compete in an increasingly dynamic market. Of course also be a complements the competitive aspect of you as a business person.
*This article originally appeared on jmzacharias.com/kuasai-nilai-produk in bahasa Indonesia.
*image credit: renjith krishnan-freedigitalphotos.net
——
About the author: JM Zacharias (@jmzacharias) currently works as a business strategist, professional career in the fields of product, sales and marketing more than a decade. His professional career experience in various industries including retail, consumer electronics, information and telecommunications technology both Business to Customer (B2C) and Business to Business (B2B). Having diverse experience in national, multinational companies, and startup; in the areas of technology, marketing and sales management, cross-culture climate among nations in his career portfolio in the Asia Pacific region and Southeast Asia helped him enrich and widen preperspective to continue to learn and share. Communicating ideas and business strategy are some of his activities beside writing article,delivering training and consultancy activities. Detailed information can be viewed on JMZacharias.Com Business Strategy & Technology www.jmzacharias.com. You can also contact him through this link
Saat mengetahui ada informasi (undangan) sesi Power Talk dengan pembicara Darwin Silalahi , saya langsung konfirm untuk hadir bertemu dan mendengar pemikiran dan sharing dari praktisi strategi dengan kaya pengalaman di berbagai organisasi korporasi mulai dari perusahaan nasional, multinasional dan kementrian BUMN. Terlebih buku ‘LIFE STORY not Job Title’ yang ditulisnya memberi warna pencerahan begitu kental (lengkap dengan sharing pengalaman best practice dan wisdom selama karir profesionalnya) untuk membantu mendorong pembangunan karakter kepemimpinan anak muda Indonesia. Bertemu langsung penulis buku yang menginspirasi pembaca merupakan suatu pompaan semangat bagi pembacanya.
Darwin Silalahi yang saat ini menjabat sebagai Presiden Direktur & Country Chairman PT Shell Indonesia menjadi pembicara utama sesi Power Talk yang diselenggarakan IPMI Business School, hadir mengupas lebih dalam tentang Schenario Planning yang menjadi pendekatan legendaris Shell (salah satu International Oil Company) untuk mematakan skenario-skenario dalam menghadapi masa depan baik pada tingkat global, regional dan negara.
Pendekatan Scenario Planning
Pendekatan skenario (scenario approach), dimana skenario yang merupakan alat yang bisa membantu mengenali pergeseran-pergeseran struktural, dan menimbang interaksi yang mungkin antar-berbagai perspektif dan kemungkinan (Darwin Silalahi, kolom Opini Majalah Tempo,2 November 2009). Pada paparan pada sesi Power Talk (27 Mei 2015), Darwin menceritakan tentang Scenario Planning yang dilakukan oleh Shell. Scenario planning disusun oleh tim skenario bekerja sama lintas disiplin ilmu serta berinteraksi dengan fokus group dan ahli dari luar. Team skenario ini yang bertugas mendukung jajaran eksekutif senior dengan beberapa perannya seperti:
-membantu melakukan mapping skenario-skenario what-if sehubungan dengan masa depan dengan ketidakpastiannya (uncertain future),
-mendorong hal baru,
-memetakan tren (very strong and emerging trend),
-menyederhanakan kompleksitas,
-tanggap terhadap perubahan/pergeseran dalam masyarakat, demografi, politik dll,
-mendefinisikan ketidakpastian (define uncertainty).
Shell merilis skenario pada tahun 1971 berkaitan dengan pandangan harga minyak (oil price outlook). Dengan skenario tersebut, menunjukkan bagaimana cara Shell bertindak terhadap ketidakpastian pasca Perang Dunia II sampai dekade 60-an.
Scenario planning yang dikembangkan lebih dari sekedar prediksi (forcast) namun bagaimana menjawab tantangan akan ketidakpastian (mengurangi ketidakpastian). Hal yang perlu dipahami dari suatu skenario, bahwa banyak pandangan (more view) dibutuhkan dalam menyusun suatu skenario. Pada skenario memetakan kemungkinan-kemungkinan (what-if that happen) dan menyediakan landasan untuk eksplorasi. Ada penjelasan menarik dari buku ‘LIFE STORY not Job Title’ (hal. 164) yang ingin saya tambahkan melengkapi pemamparan Darwin Silalahi dalam acara sesi Power Talk, sebagai berikut: “Scenario planning dijabarkan lebih mendalam dalam artikel “Three Decades of Scenario Planning in Shell”,California Management Review Vol. 48, No. 1, Fall 2005. Skenario bukanlah proyeksi, prediksi, atau refrensi, melainkan cerita-cerita utuh dan kredibel tentang masa depan. Skenario ini dibuat untuk membantu perusahaan-perusahaan dalam menantang asumsi-asumsi mereka, mengembangkan strategi mereka, dan menguji rencana-rencana. Di Shell, skenario memainkan peranan penting untuk mengantisipasi perubahan-perubahan struktural dalam tatanan energi global. Dikombinasikan dengan perankat analisa strategis lain seperti market assessments dan competitive analysis, skenario tetap menjadi bagian tak terpisahkan dalam strategi Shell di semua level tingkat pengambilan keputusan.”
Transformative Scenario Planning
Saat berbicara tentang scenario planning, Darwin tidak lupa memberi contoh Transformative Scenario Planning yang dirintis oleh Adam Kahane. Adam Kahane sendiri memiliki pengalaman dan portfolio sebagai Strategic Planning di Shell dan terlibat dalam implementasi Scenario Planning Shell. Saya mencoba browsing tentang sosok Adam Kahane dan pemikirannya tentang Transformative Scenario Planning. Melalui referensi video (menit ke 8, detik ke 30) Adam mengatakan “tentang apa yang dapat terjadi sebagai cara berpikir tentang masa depan dan beradaptasi dengan masa depan yang kita tidak dapat prediksikan atau kontrol. Tidak tahu apa yang dapat terjadi namun memberi pengaruh dan mentransformasikan apa yang dapat terjadi yang disebutnya sebagai transformative scenario planning (bukan adaptive scenario planning).
*tambahan referensi lain” ttg Transformative Scenario Planning Adam Kahane, Perspectives: Transformative Scenario Planning A tool for systemic change.
Perjalanan 40 Tahun Skenario Shell (2012)
Perjalanan 40 Tahun Skenario Shell ditandai:
-awal tahun 70-an, kenaikan harga minyak seiring perkembangan ekonomi tahun 1970-an. Piere Wack meyakinkan tentang skenario pada jajaran pimpinan Shell, merilis skenario 1971;
-tahun 80-an perkembangan politik (integrasi Uni Eropa, runtuhnya Uni Soviet dan bangkitnya Tiongkok sebagai global economic powerhouse) dan menurunnya harga minyak dunia;
-tahun 90-an globalisasi dan perkembangan IT (transformasi dan disruptif teknologi);
-tahun 2000, kenaikan demand tidak diikuti pemenuhan supply, transisi ke dekade berikutnya yang kritikal serta transisi untuk keberlanjutan.
PT Shell Indonesia juga pernah merilis Shell Scenario di Indonesia pada tahun 1996, 2002 dan 2010. Transformative Scenario Planning di Indonesia sendiri yang dilakukan Shell beberapa kali (1996, 2002 dan terakhir 2010). Sebagaimana pembuatan scenario planning, proses dilakukan dengan berinteraksi dengan focus group dan ahli/praktisi (external expert) Indonesia dari berbagai disiplin ilmu. Scenario planning untuk Indonesia (2010) untuk memetakan ketidakpastian kritikal masa depan (future critical uncertainties) meliputi perkembangan pemimpin lokal (local leader), reformasi dll menuju nusantara melaju. Melengkapi pemaparan Darwin pada sesi Power Talk, saya kutip juga tentang “Skenario Indonesia 2025” dari buku karangannya’LIFE STORY not Job Title’ (hal. 164-165) , pada diskusi panel “Skenario Indonesia 2025” yang diselenggarakn bekerjasama dengan Kompas dengan beberapa pakar di Indonesia pada pertengahan 2010 tersebut, memunculkan dua skenario untuk Indonesia hingga tahun 2025. Skenario pertama (“Alon-alon Asal Kelakon“), Indonesia tidak secara proaktif memulai dan mengeksekusi agenda perubahan, tetapi lebih bereaksi terhadap berbagai kejadian atau tekanan yang ada saat itu. Pada skenario ini, kebijkan yang diambil pemerintah lebih disetir oleh prioritas dan tekanan jangka pendek yang mendesak. Pada skenario ke dua, “Nusantara Melaju“, Indonesia melaju berkat keteguhannya dan terbosan dalam melaksanakan reformasi. Dua faktor yang memungkinkan terciptanya terobosan adalah tekanan domestik untuk terus melakukan perubahan dan munculnya peluang eksternal yang mendorong pertumbuhan Indonesia. Penjelasan lebih lanjut dapat dilihat pada halaman 165 ‘LIFE STORY not Job Title’.
Scenario Planning Schematic & Process
Dalam scenario planning, Darwin memaparkan pemetaan dimulai dari mendifiniskan dengan jelas fokus perhatian (fokal concern), kemudian dilanjutkan ekplorasi dan menentukan prioritas kekuatan pendorongnya (driving forces),kemudian melakukan sintesa (synthesize) melalui skenario-skenario (dalam bentuk scenario logic loop) yang pada akhirnya bermuara pada implikasi yang strategis.
Mountain & Ocean Scenario
Darwin pun lebih dalam berbicara tentang skenario pada dua kategori skenario Mountain Scenario dan Ocean Scenario.
Karakteristik yang membedakan satu sama lain, pendekatan Mountain Scenario cocok untuk karakteristik pendekatan game change driven. Orang yang berada pada top level dapat melihat permasalahan dengan horison yang luas dan langsung dapat melakukan action (drive game change). Contoh implementasinya seperti inisiatif Shell di AS (North America) Shell Gas revolution (teknologi pengolahan lapisan lumpur dasar laut untuk memisahkan dan mendapatkan minyak dan gas sehingga harga minyak yang didapat dapat lebih kompetitif dan terjangkau), inisiatif mendukung perusahaan kecil menengah (SME) dalam bentuk private equity (venture capital) dan pengembangan compact and efficient city.
Sedangkan Ocean Scenario berkaristik lebih datar (flat), lebih digerakkan pada aspirasi dalam hal ini publik (people power driven) dalam berbagai kontek termasuk konteks sosial politik dengan tantangannya.
Antara Keraguan dan Optimisme
Melihat pendekatan dalam melihat (meraba) masa depan Scenario Planning dari Shell ini, selain menjadi gebrakan pendekatan pemikiran yang bisa diterapkan dalam melihat masa depan dalam konteks pribadi atau organisasi. Di sisi lain, pendangan yang meragukan pendekatan ini untuk dapat melihat (meraba) masa depan dengan sinisme apakah mungkin bisa melihat (meraba) masa depan, bagaimana kalau pada pelaksanaannya tidak jalan. Bagaimana kalau di tengah jalan ada yang berbeda dari skenario. Dan masih banyak tanda tanya.
Sesuatu yang pasti adalah perubahan itu sendiri, tidak terkecuali masa depan. Seberapa pun sulit untuk memprediksi apa lagi mengontrol masa depan, namun mempersipakan skenario dengan melihat tanda-tanda tren dari ke waktu membantu kita dalam menghadapi masa depan. Tidak hanya membantu menghadapi masa depan, namun bisa memberi makna, pengaruh transformatif (influence) untuk perubahan itu sendiri.
*Keterangan foto: foto saat acara Power Talk di IPMI Business School 27 Mei 2015
Tentang Penulis : JM Zacharias ( @jmzacharias ) saat ini berprofesi sebagai business strategist, berkarir profesional dalam bidang produk, sales dan marketing lebih dari satu dekade. Pengalaman karir profesionalannya di berbagai industri meliputi retail, consumer electronic, teknnologi informasi dan telekomunikasi baik Business to Customer (B2C) maupun Business to Business (B2B). Dengan beragam pengalaman di perusahaan multinasional, nasional serta startup pada bidang teknologi, sales marketing dan manajemen serta iklim kerja lintas budaya antar bangsa dalam portofolio karirnya di kawasan Asia Pasifik dan Asia Tenggara turut memperkaya wawasan dan melebarkan preperspektif untuk terus belajar dan berbagi. Mengkomunikasikan ide dan strategi bisnis dilakukannya dalam bentuk artikel, pelatihan dan kegiatan konsultasi. Informasi detail dapat di lihat pada JMZacharias.Com Strategi Bisnis & Teknologi . Anda dapat mengubungi melalui tautan kami.