Produk yang mutahir, laris di pasar sudah tentu merupakan kebanggaan tersendiri bagi pihak yang berada di balik terciptanya suatu produk tersebut. Hal ini tidak terkecuali bagi Doug Dietz, desainer alat pemindai yang berukuran besar MRI keluaran General Electric.
Kebanggaan tersebut terus melengkapi kehidupan Doug sampai suatu saat kebangaan itu lenyap dan membuatnya tercengang saat melihat seorang anak ketakutan saat menuju alat MRI yang kokoh berwarna putih tersebut. Kejadian ini sungguh membuatnya terpukul sekaligus mendorongnya melakukan redesain alat MRI khusus bagi pasien anak-anak. Sungguh beruntung Doug dapat langsung melihat apa yang terjadi sesungguhnya reaksi anak terhadap produk yang didesainnya saat itu. Pengalaman menyakitkan ini merupakan pelajaran mahal, mampu dibayar dengan upaya dan desain baru yang spektakuler.
Apa yang terjadi di lapangan (baca: market/pasar) tidak serta merta muncul memberi pesan jelas seperti contoh di atas. Lalu lalang data-data mentah dalam bermacam-macam konteks: visual, verbal, kasatmata namun dapat dirasa, untuk proses selajutnya ditampung, dipilah , diolah dan dirangkai menjadi informasi sebagai pendukung keputusan.
Suatu bagian dari program The Apprentice (UK TV Series) ketika seorang calon peserta magang dalam sebuah meeting mengatakan produk yang akan dikembangkan berkualitas dengan keunggulan terbaik dan dengan yakin produk tersebut akan sukses di market. Sir Alan Sugar (mantan Chairman Amstrad) pun langsung memotong pembicaraan tersebut sambil berujar “Yang harus Anda lakukan adalah pergi ke lapangan, dengar, lihat dan serap apa yang mereka (konsumen) rasakan dan inginkan!” Singkatnya, meminjam istilah dari Sean Devine “Launch and Learn“.
Penjualan yang bagus pun bukan menjadi alasan untuk mengaibaikan consumer insights , karena proses bisnis tidak lepas usaha perbaikan turus menerus (continuous improvement, Kaizen). Produk yang sedang dijual juga yang dikembangkan tentu harus bersinergi dengan apa yang dirasakan, dipersepsikan, dibutuhkan, diharapkan oleh pengguna. Hal ini yang dilakukan Apple (Divisi Music & Entertainment) dengan mengundang artis dan pemimpin di bidang entertainment seperti Harison Ford, Bryan Adams, grup musik metal Mötley Crüe untuk terlibat dalam memberi masukan berharga dari sisi pengguna terhadap produk-produk Apple untuk industri musik & entertainment saat itu.
Ada contoh lain, entah bagaimana caranya saya pun sering diminta kru maskapai Singapore Airlines (on board) untuk mengisi berbagai kuisiner acak dalam berbagai kesempatan. Sebagai penumpang yang mendapatkan pelayanan prima selama ini, saya tidak ragu untuk menuliskan apresiasi, input, pandangan tentang pelayanan Singapura Airlines selama ini termasuk hal-hal lain yang masih kurang memuaskan, berhubungan dengan unsur need dan want saya sebagai penumpang. Saya pun tidak ragu untuk memberitahu mereka tentang layanan istimewa kompetitor yang tidak mereka lakukan.
Di lain pihak secara fair, jika maskapai lain yang pernah saya tumpangi (melayani penumpangnya dengan baik) meminta masukan juga, tidak ada keraguan untuk membagi pandangan terhadap layanannya beserta masukan pembanding berkaitan layanan istimewa dari kompetitor yang pernah saya tumpangi. Hal ini baik untuk membangun iklim kompetitif secara konstruktif.
Kadang ada keengganan pada situasi tertentu seperti apabila diminta untuk memberi masukan dan saran, khususnya untuk maskapai yang melekat kuat reputasinya dalam menelantarkan hak/kebutuhan penumpang karena adanya keraguan tentang itikad baik untuk melakukan perbaikan usaha tersebut. Ini hanya contoh kecil gambaran bagaimana tidak efektifnya proses consumer insights di lapangan khususnya saat konsumen telanjur terkondisikan bersifat apatis baik dalam bentuk komunikasi verbal, visual maupun alam bawah sadar (sub-consciousness).
Kemajuan teknologi informasi dengan internet sebagai motor penggerak menihilkan hambatan ruang dan waktu. Mendayagunakan program loyalti serta aplikasi online seperti kuisioner online, forum/komunitas, social media, web analytic meningkatkan efektifitas dan optimasi pengolahan data sebagai bagian dari proses consumer insights . Strategi online di atas menjadi jamak dilakukan oleh perusahaan. Tak jarang ada yang “terperangkap” dengan hanya menjadikannya sebagai crowd sourcing tanpa perencanaan matang pengolahan lebih lanjut data-data yang melimpah sebagai tindak lanjut oleh pemegang merek (produk).
Starbucks merupakan salah satu perusahaan yang sukses mengelaborasikan keunggulan pendekatan online melalui mystarbucksidea. Portal yang berbasis cloud computing ini berhasil menampung serta mengolah (dalam bentuk sesi diskusi) puluhan ribu saran dan ide dari pelanggan Starbucks seluruh dunia sebagaimana tercatat per 13 Januari 2013 (22:47, UTC +7) dari portalnya http://mystarbucksidea.force.com
Product Ideas :
Experience Ideas :
Tampilan portal Mystarbucks Idea beserta ide yang masuk per 13 Januari 2013 (22:47, UTC +7) .
Menjaring apa yang dirasakan oleh pelanggan (need & want-nya), dipadukan dengan bagaimana kontribusi produk yang ditawarkan terhadap pengalaman mereka (user experience, Ux) merupakan inti dari pendekatan consumer insights . Salah satu faktor kunci proses yang strategis adalah bagaimana pelanggan dengan senang hati dan bersikap partisipatif memberikan pandangan secara berimbang. Komplain dari pelanggan merupakan aset berharga untuk ditindaklanjuti secara obyektif. Mengapa berharga?
Sangat berharga dalam konteks untuk proses klarifikasi, perbaikan layanan dan kualitas suatu produk. Serta tidak kalah kritikalnya jika ada pelanggan tidak jadi komplain, memilih bersikap apatis dan mengambil keputusan untuk pindah ke kompetitor, sebuah switching cost yang murah bahkan mendekati gratis ditanggung oleh pesaing dan berkontribusi meningkatkan beban churn-rate.
Tidak Mudah serta Tidak Mustahil (TMTM) mengimplimentasikan proses consumer insights . Apakah melalui proses etnografi/netnografi, observasi , customer visit , serta in-depth interview. Serap dan resapi spirit dalam melaksanakan consumer insights . Pada akhirnya kualitas pengalaman konsumen dapat diukur (QoE, Quality of Experience) dan berkontribusi penting pada seberapa dalam keterikatan pengguna terhadap produk (RoE, Return of Engangement). Paling tidak, dimulai dari belajar pengalaman sehari-hari dari bentuk sederhana termasuk yang telah berlaku turun temurun seperti kalimat bijak yang terpampang pada dinding pintu keluar sebuah RM Padang, “Jika Anda puas beritahukan kepada kerabat Anda, bila tidak beritahukan Kami.”
Bagaimana menurut Anda?
* image credit: Damian Brandon-freedigitalphotos.net
Tentang Penulis : JM Zacharias ( @jmzacharias ) saat ini berprofesi sebagai business strategist, berkarir profesional dalam bidang produk, sales dan marketing lebih dari satu dekade. Pengalaman karir profesionalannya di berbagai industri meliputi retail, consumer electronic, teknnologi informasi dan telekomunikasi baik Business to Customer (B2C) maupun Business to Business (B2B). Dengan beragam pengalaman di perusahaan multinasional dan nasional pada bidang teknologi, sales marketing dan manajemen. Iklim kerja lintas budaya antar bangsa dalam portofolio karirnya di kawasan Asia Pasifik dan Asia Tenggara turut memperkaya wawasan dan melebarkan preperspektif untuk terus belajar dan berbagi. Mengkomunikasikan ide dan strategi bisnis dilakukannya dalam bentuk artikel, pelatihan dan kegiatan konsultasi. Informasi detail dapat di lihat pada www.jmzacharias.com . Anda mengubungi melalui tautan kami.
About the author